Kematian
Yang Kembali Menyadarkan Kita
Belia, muda, maupun tua tidak ada yang tahu, mereka pun bisa
merasakan kematian. Setahun yang silam, kita barangkali melihat saudara kita
dalam keadaan sehat bugar, ia pun masih muda dan kuat. Namun hari ini ternyata
ia telah pergi meninggalkan kita. Kita pun tahu, kita tidak tahu kapan maut
menjemput kita. Entah besok, entah lusa, entah kapan. Namun kematian sobat
kita, itu sudah cukup sebagai pengingat, penyadar dari kelalaian kita.
Bahwa kita pun akan sama dengannya, akan kembali pada Allah. Dunia akan
kita tinggalkan di belakang. Dunia hanya sebagai lahan mencari bekal. Alam
akhiratlah tempat akhir kita.
Sungguh
kematian d`ri orang sekeliling kita banyak menyadarkan kita. Oleh karenanya,
kita diperingatkan untuk banyak-banyak mengingat mati. Dan faedahnya amat
banyak. Kami mengutarakan beberapa di antaranya kali ini.
Dianjurkan untuk mengingat mati dan mempersiapkan diri
menghadap kematian …
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah
mengingat pemutus kelezatan” (HR. An Nasai no. 1824, Tirmidzi no. 2307 dan
Ibnu Majah no. 4258 dan Ahmad 2: 292. Hadits
ini hasan shahih menurut Syaikh Al Albani).
Yang
dimaksud adalah kematian. Kematian disebut haadzim (pemutus)
karena ia menjadi pemutus kelezatan dunia.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ
فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ
فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : « أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا
وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».
Dari
Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam
dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau
bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling
cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak
mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam
berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259.
Hasan kata Syaikh Al Albani).
Wahai
diri ini yang lalai akan kematian, ingatlah faedah mengingat kematian …
[1] Mengingat
kematian adalah termasuk ibadah tersendiri, dengan mengingatnya saja seseorang
telah mendapatkan ganjaran karena inilah yang diperintahkan oleh suri tauladan
kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[2] Mengingat
kematian membantu kita dalam khusyu’ dalam shalat. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا ذكر
الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه يصلى
صلاةً غيرَها وإياك وكلَّ أمرٍ يعتذرُ منه
“Ingatlah
kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat mati dalam shalatnya,
maka ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti shalat orang yang tidak
menyangka bahwa ia masih punya kesempatan melakukan shalat
yang lainnya. Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau
meminta udzur (meralatnya) (karena tidak bisa memenuhinya).” (HR. Ad
Dailami dalam musnad Al Firdaus. Hadits ini hasan sebagaimana kata Syaikh Al Albani)
[3] Mengingat
kematian menjadikan seseorang semakin mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan
Allah. Karena barangsiapa mengetahui bahwa ia akan menjadi mayit kelak, ia
pasti akan berjumpa dengan Allah. Jika tahu bahwa ia akan berjumpa Allah kelak
padahal ia akan ditanya tentang amalnya didunia, maka ia pasti akan
mempersiapkan jawaban.
[4] Mengingat
kematian akan membuat seseorang memperbaiki hidupnya. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أكثروا ذكر هَاذِمِ اللَّذَّاتِ فإنه ما ذكره
أحد فى ضيق من العيش إلا وسعه عليه ولا فى سعة إلا ضيقه عليه
“Perbanyaklah
banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena jika seseorang
mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa lapang dan jika
seseorang mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia tidak akan tertipu
dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat).” (HR. Ibnu Hibban dan Al
Baihaqi, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani).
[5] Mengingat
kematian membuat kita tidak berlaku zholim. Allah Ta’ala berfirman,
أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ
مَبْعُوثُونَ
“Tidaklah
orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dib`ngkitkan.”
(QS. Al Muthoffifin: 4). Ayat ini dimaksudkan untuk orang-orang yang berlaku
zholim dengan berbuat curang ketika menakar. Seandainya mereka tahu bahwa besok
ada hari berbangkit dan akan dihisab satu per satu, tentu mereka tidak akan
berbuat zholim seperti itu.
Abu
Darda’ berkata, “Jika mengingat mati, maka anggaplah dirimu akan seperti
orang-orang yang telah meninggalkanmu”
Yang
menakjubkan pula dari Ar Rabi’ bin Khutsaim …
Ia
pernah menggali kubur di rumahnya. Jika dirinya dalam kotor (penuh dosa), ia
bergegas memasuki lubang tersebut, berbaring dan berdiam di sana. Lalu ia membaca firman Allah Ta’ala,
رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ
صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ
“(Ketika
datang kematian pada seseorang, lalu ia berkata): Ya Tuhanku kembalikanlah aku
(ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.”
(QS. Al Mu’minuun: 99-100). Ia pun terus mengulanginya dan ia berkata pada
dirinya, “Wahai Rabi’, mungkinkah engkau kembali (jika telah mati)!
Beramallah …”
Sumber
bacaan: Ahkamul Janaiz Fiqhu Tajhizul Mayyit, Kholid Hannuw,
terbitan Dar Al ‘Alamiyah, cetakan pertama, 1432 H, hal. 9-13
—
Sumber
: Muslim.Or.Id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar