Tafsir Ibnu Katsir Surat An-Naas Ayat 1-6
AN-NAAS
(Manusia)
Surat Makkiyah
Surat ke-114 : 6 ayat
“Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Katakanlah : “Aku berlindung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia. (QS. An-Naas : 1)
Raja manusia. (QS. An-Naas : 2)
Rabb manusia, (QS. An-Naas : 3)
Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, (QS. An-Naas : 4)
Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, (QS. An-Naas : 5)
Dari (golongan) jin dan manusia.” (QS. An-Naas : 6)
Inilah
tiga dari sifat-sifat Rabb ‘Azza wa Jalla, yaitu Rububiyyah, Raja, dan
Ilahiyyah. Di mana Dia adalah pemelihara segala sesuatu sekaligus
sebagai Raja dan Rabb-nya. Dengan demikian, segala sesuatu yang ada ini
adalah makhluk ciptaan-Nya, hamba sekaligus abdi-Nya. Oleh karena ini
Dia memerintahkan kepada semua yang hendak memohon perlindungan agar
berlindung kepada Dzat yang memiliki tiga sifat di atas, dari kejahatan
syaitan khannas, yaitu syaitan yang ditugaskan untuk menggoda manusia,
karena tidak ada seorang pun keturunan Adam melainkan dia memiliki satu
teman yang akan senantiasa menjadikan segala perbuatan keji itu indah
dipandang dan dia tidak akan mengenal kata lelah dalam menjalankannya.
Dan orang yang terlindungi adalah orang yang mendapat perlindungan
Allah.
Telah ditegaskan di dalam hadits shahih bahwasanya :
“Tidak seorang pun di antara kalian melainkan telah diutus kepadanya pendampingnya.”
Para
Sahabat bertanya : “Termasuk juga engkau, wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab : “Ya, hanya saja Allah membantuku dalam menyikapinya sehingga
ia masuk Islam, karenanya dia tidak menyuruhku kecuali hal yang
baik-baik.” (HR. Muslim, kitab Shifatul Qiyamah. Dan Imam Ahmad di dalam
Musnadnya (I/385)).
Dan
ditegaskan pula dalam kitab ash-shahihain, dari Anas tentang kisah
kunjungan yang dilakukan oleh Shafiyyah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, yang ketika itu beliau tengah ber’itikaf. Juga kepergian
beliau bersamanya pada malam hari untuk mengantarnya pulang. Kemudian
beliau berpapasan dengan dua orang laki-laki dari kaum Anshar. Ketika
melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, keduanya mempercepat
jalannya, maka Rasulullah bersabda : “Berjalanlah seperti biasa, karena
sesungguhya dia adalah Shafiyyah binti Huyay.” Kemudian keduanya berkata
: “Mahasuci Allah, wahai Rasulullah.” Beliau pun bersabda :
“Sesungguhnya
syaitan itu mengalir dalam tubuh anak Adam seperti aliran darah. Dan
sesungguhnya aku khawatir dia akan memasukkan sesuatu ke dalam hati
kalian berdua atau beliau mengatakan : “kejahatan.”
Imam
Ahmad meriwayatkan, Muhammad bin Ja’far memberitahu kami, dari orang
yang pernah membonceng Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia
berkata : “Keledai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terpeleset,
lalu kukatakan : “Celaka syaitan.” Maka Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bersabda : “Janganlah engkau mengatakan : “Celakalah syaitan”,
karena sesungguhnya jika engkau mengatakannya, niscaya dia akan merasa
bertambah besar dan mengatakan : “Dengan kekuatanku aku menjatuhkannya.”
Dan jika engkau mengucapkan : “Bismillah (Dengan menyebut Nama Allah)”,
niscaya dia akan bertambah kecil sehingga dia menjadi seperti lalat.”
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad seorang diri, dengan sanad yang jayyid dan
kuat. Dan di dalamnya terkandung dalil yang menunjukkan bahwa hati jika
berdzikir kepada Allah niscaya syaitan akan bertambah kecil dan kalah.
Dan jika tidak berdzikir kepada Allah, niscaya syaitan akan merasa
bertambah besar dan menang.
Mengenai
firman Allah Ta’ala : “Syaitan yang biasa bersembunyi,” Sa’id bin
Jubair mengatakan dari Ibnu ‘Abbas : “Yaitu syaitan yag selalu bercokol
di dalam hati manusia, di mana jika manusia lengah dan lalai, maka dia
akan memberikan bisikan, dan jika manusia berdzikir kepada Allah maka
syaitan itu akan bersembunyi.”
Firman
Allah Ta’ala : “Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.”
Apakah yang demikian itu khusus pada anak Adam saja sebagaimana yang
tampak pada lahiriahnya, ataukah mencakup anak Adam dan juga jin?
Mengenai hal tersebut terdapat dua pendapat. Di mana mereka semua telah
masuk ke dalam lafazh an-naas. Ibnu Jarir mengatakan : “Dan tidak jarang
jin laki-laki dipekerjakan oleh manusia. Oleh karena itu, bukan suatu
hal yang aneh jika jin-jin itu disebut dengan sebutan an-naas
(manusia).”
Firman
Allah Ta’ala : “Dari jin dan manusia.”.Apakah yang demikian itu sebagai
penjelas bagi firman Allah Ta’ala : “Yang membisikkan (kejahatan) ke
dalam dada manusia.” Kemudian Dia memperjelas mereka, di mana Dia
berfirman : “Dari jin dan manusia.” Yang demikian itu memperkuat
pendapat kedua.
Ada
juga yang berpendapat bahwa firman-Nya : “Dari jin dan manusia.”
Sebagai tafsiran bagi pihak yang selalu member bisikan ke dalam dada
manusia yang terdiri dari syaitan, manusia, dan jin. Sebagaimana yang
difirmankan oleh Allah Ta’ala :
“Dan
demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian
mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia).” (QS. Al-An’aam : 112).
Imam
Ahmad meriwayatkan, Waki’ memberitahu kami dari Ibnu ‘Abbas, dia
berkata : “Ada seseorang dating kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam seraya berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah terbersit
di dalam diriku sesuatu, di mana jatuh dari langit aku suka daripada
harus membicarakannya.” Lebih lanjut, dia menceritakan : “Lalu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Allah
Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah yang telah
mengembalikan tipu dayanya kepada godaan.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud
dan An-Nasa’i.