Sabtu, 11 Februari 2012

Sarana Ghazwul Fikri

Ghozwul fikri atau perang pemikiran dimulai ketika kaum salibis dikalahkan 9 kali dalam peperangan besar oleh kaum Muslimin. Kemenangan kaum Muslimin sangat spektakuler karena semua peperangan yang terjadi diluar perkiraan akal manusia. Misalnya, kholid bin walid dengan 3000 pasukan pernah mengalahkan 100.000 pasukan romawi.
Mereka berfikir keras bagaimana cara mengalahkan umat Islam, akhirnya mereka ingin mendalami Islam terlebih dahulu. Kesungguhan kaum salibis dalam mempelajari Islam tersebut memang luar biasa sampai di dalam sejarah diungkap seorang dari mereka rela meninggalkan anak dan istrinya hanya untuk berkeliling di negeri-negeri Islam guna mencari kelemahan umat Islam. Diantara pernyataan mereka adalah, “percuma saja kita berperang melawan umat islam selama mereka berpegang teguh pada agama mereka (Al-qur’an dan As-Sunnah). Jika komitmen mereka terhadap agama mereka kuat, kita tidak dapat berbuat apa-apa, karena itu tugas kita sebetulnya adalah menjauhkan umat Islam dari agama mereka. Barulah kita mudah mengalahkan Umat Islam.” Gladstone, salah seorang perdana menteri inggris menyimpulkan, “Selama Al-qur’an ada di tangan Umat Islam, tidak mungkin eropa akan menguasai dunia timur.”
Strategi perang kemudian diubah dari perang fisik ke perang pemikiran. Berbagai upaya dibuat untuk mengalihkan umat Islam dari agamanya. Serangan dilancarkan melalui hiburan, olahraga, dan segmen yang menarik lainnya. Sehingga tanpa disadari umat Islam sudah mengikuti mereka bahkan menjadi pendukung program-program yang mereka adakan.
Beberapa jenis perang pemikiran yang perlu diwaspadai pada saat ini diantaranya:

1. Perusakan akhlak
Dalam berbagai media massa musuh-musuh Islam melancarkan program – program yang bertujuan merusak akhlak generasi muslim mulai dari anak-anak, remaja, maupun dewasa. Diantara perusakan itu adalah lewat majalah, televisi, serta musik. Dalam media-media tersebut selalu saja disuguhkan penampilan tokoh-tokoh terkenal yang pola hidupnya jelas-jelas jauh dari nilai-nilai Islam. Mulai dari cara berpakaian, gaya hidup dan ucapan-ucapan yang mereka lontarkan. Dengan cara itu mereka telah berhasil membuat idola-idola baru yang generasi islam berkiblat kepada mereka.
2. Perusakan Pola Fikir
Dengan memanfaatkan media, baik cetak maupun elektronik, mereka juga sengaja menyajikan berita yang tidak jelas kebenarannya, terutama yang berkenaan dengan kaum Muslimin. Seringkali mereka menyematkan gelar seperti teroris, fundamentalis, ekstrimis, islam garis keras, dll kepada kaum muslimin yang berjuang mempertahankan kemerdekaan negeri mereka dari penguasaan para penjajah yang zalim. Sementara itu mereka mendiamkan setiap aksi para perusak serta penindas yang sejalan dengan mereka seperti zionis yahudi yang menjajah palestina. Berita yang sampai kepada kaum muslimin benar-benar jauh dari realitas bahkan sengaja diputarbalikkan dari kenyataan yang sesungguhnya.
3. Sekulerisasi pendidikan
Hampir diseluruh negeri muslim telah berdiri model pendidikan sekolah yang lepas dari nilai-nilai keagamaan. Mereka sengaja memisahkan antara agama dan ilmu pengetahuan di sekolah sehingga muncullah generasi-generasi terdidik yang jauh dari agamanya. Sekolah macam inilah yang mereka dirikan di bumi islam pada masa penjajahan (imperialisme) untuk menghancurkan islam dari tubuhnya sendiri.
4. Pemurtadan
Ini adalah program yang paling jelas kita saksikan. Secara terang-terangan orang-orang non-muslim menawarkan “bantuan” ekonomi, mulai dari bahan makanan, rumah, jabatan, beasiswa, dan lain-lain untuk menggoyahkan iman kaum muslimin.
Samuel zwemmer dalam konferensi Al-Quds untuk para pastur pada tahun 1935 mengatakan, “Sebenarnya tugas kalian bukan mengeluarkan orang-orang islam dari agamanya menjadi pemeluk agama kalian, akan tetapi menjauhkan mereka dari agama mereka (Al-Qur’an dan Sunnah) sehingga mereka menjadi orang-orang yang putus hubungan dengan Tuhannya dan sesamanya (saling bermusuhan) menjadi terpecah-belah dan jauh dari persatuan. Dengan generasi-generasi baru yang akan memenangkan kalian dan menindas kaum mereka sendiri sesuai dengan tujuan kalian.”
Semoga Alloh selalu menjaga kita dari setiap makar yang mereka lakukan. Wallahul musta’an.

Perang Itu Namanya Ghazwul Fikri

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Perang. Siapa yang suka perang? Normalnya manusia tidak suka. Apalagi kaum ibu. Tapi ada saja pihak-pihak yang dengan sengaja mengobarkan perang karena maksud-maksud menguasai pihak-pihak yang ingin dikuasai. Dewasa ini perang tidak hanya menggunakan senjata fisik seperti bedil dan tombak. Dewasa ini perangnya bahkan lebih berbahaya karena yang mengobarkan perang justru menyembunyikan aktifitasnya dengan berbagai bungkus sehingga musuh yang diperangi tidak sadar sedang diperangi. Tujuannya tetap sama, yaitu mengalahkan dan menguasai musuh, hanya caranya yang berubah drastis.
Perang yang kita bicarakan ini adalah yang sangat konsepsional, sangat luas bidangnya, sangat lihai dalam memilih cara sehingga tidak disadari musuh, sangat jauh dampaknya kepada jiwa lawan dan sangat lama masa berlangsungnya. Ghazwul Fikri. Secara bahasa artinya perang pemikiran. Ada yang mengistilahkan dengan perang urat syaraf.
Perang ini baru muncul sekitar awal abad duapuluh dan merupakan upaya musuh-musuh untuk menjatuhkan kekuatan Islam secara tuntas. Ghazwul fikri dilaksanakan dengan cara melakukan dua tipudaya dasar yang disusupkan dalam fikrah (pemikiran) ummat Islam. Tiga tipudaya tersebut adalah takhwif (usaha untuk menimbulkan rasa takut kepada selain Allah), dan tadl-lil (usaha pengkaburan berbagai konsepsi dalam fikrah Islami). Adapun bentuk-bentuk upayanya dapat sangat beragam, antara lain:
- dengan berbagai opini sesat di media dan di tengah masyarakat muslim
- melalui film, sandiwara, pertunjukan seni, maupun lirik-lirik lagu yang dikemas indah
- melalui berbagai bentuk fiksi baik fiksi murni, fiksi ilmiah, cerita komik, cerita drama sampai cerita anak
- melalui berbagai sandiwara politik dan peristiwa seperti sandiwara Holocaust dimasa Perang Dunia II dan lain-lain
- melalui berbagai acara ilmiah yang mempertontonkan berbagai kecanggihan militer dan intelijen mereka
- melalui penyebaran berbagai adat kebiasaan non-Islam yang dipromosikan dan dikemas dengan berbagai keindahan dan kemeriahan
Mungkin masih banyak lagi cara-cara dan media perang mereka yang kita belum tahu, namun intinya tetap sama. Ini perang sungguhan dan ini perang yang curang.
Kecurangan yang paling nyata adalah dalam cara mereka bersembunyi ketika menyerang. Berbagai film-film menarik yang bahkan dinobatkan (oleh mereka sendiri) sebagai film-film terbaik, ternyata di dalam film itu ada berbagai propaganda anti Islam yang menusuk.
Promosi berbagai perayaan adat jahiliyah yang dikemas sedemikian rupa sebagai “warisan pelecehan terhadap nilai-nilai tinggi Islam. Misalnya di Mesir, digencarkan promosi kebudayaan Mesir kuno zaman Fir’aun, lengkap dengan segala atributnya dan berbagai upacara penyembahan berhala, itu semua bertujuan tersembunyi agar masyarakat Mesir yang kini Muslim mulai meninggalkan nilai-nilai Islam dan kembali bangga dengan nilai-nilai zaman Fir’aun.
Cobalah simak program-program sebuah channel tv khusus tentang berbagai kebudayaan dari tv berlangganan. Bahkan cd-cdnya dijual di toko cd.
Lalu untuk apa rubrik ini membicarakannya? Agaknya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa justru perang itu (Ghazwul Fikri) sangat tidak disadari di negeri ini. Para penjaga Benteng Terakhir negeri ini (baca: kaum ibu) apakah sadar bahwa setiap hari mereka dicekoki racun-racun Ghazwul Fikri lewat kotak kaca yang menjadi hiburan wajib setiap rumahtangga? Apakah para Penjaga Benteng Terakhir masih saja rela membelikan racun telinga dan jiwa bagi putra-putri mereka yang berbentuk berbagai format lagu, yang seolah wajib kini selalu hadir menghiasi pendengaran putra-putri kita dua-puluh-empat jam? 24 jam? Ya! Tidak jarang putra-putri kita belajar sampai tertidur tetap memasang alat mantra tersebut ke kuping mereka!
Mantra! Memang seperti mantra, boleh jadi lagu yang dipasang langsung ke telinga dapat mempengaruhi jiwa anak kita lewat kata-kata yang terdengar maupun tidak terdengar dari lagu tersebut. Efeknya bisa sampai seperti mantra. Seperti orang terhipnotis. Masih ingat fenomena Kurt Cobain musisi metal dari ujung Utara bumi yang membuat lagu tentang bunuh diri dan kemudian melaksanakannya? Kemudian jejak langkahnya diikuti oleh beberapa orang penggemarnya. Tersihir!
Tahukah para Penjaga Benteng Terakhir bahwa brainwashing atau cuci otak dapat terjadi dengan cara seseorang terus menerus mendengarkan kata-kata yang sama berulang-ulang, yang apalagi jika dikemas dengan nada-nada musik dan dentingan alat musik akan semakin memperkuat efeknya karena akan masuk ke bagian otak yang tanpa nalar? Jika seseorang sudah gandrung dengan suatu lagu, niscaya dia akan mendengarkannya berulang-ulang dan tak jarang mendengarkannya sambil sangat relaks yang berarti masuk ke tingkat kesadaran yang bisa dengan mudah disurupi jin?
Tanyakan pada para ahli ruqyah syar’iyyah (para terapis yang mempunyai ketrampilan mengobati orang kesurupan). Apakah para ibu muslimah dan para remaja penikmat lagu selalu mengerti apa yang dinyanyikan dalam lirik lagu kegemaran mereka? Banyak sekali yang mengaku tidak memperhatikan makna lagu, yang penting enak mengelus gendang telinga, meskipun kadang sebenarnya mudah saja mempelajari lirik lagu tersebut, tapi jarang yang secara serius mencoba mencari apa makna sebenarnya. Paling jauh sebagian besar penikmat lagu hanya mengingat arti dari bagian-bagian tertentu dari lagu tersebut, terutama kalau dianggap cocok. Misalnya refrain yang meneriakkan kata-kata pujian cinta atau patah hati.
Di era menjelang tahun 80-an, era kami-kami yang kepala empat masih remaja, ada lagu dari sebuah grup musik Queen yang berjudul Bohemian Raphsody. Lagu yang diteriakkan oleh Freddy Mercury yang minta disuntik mati karena AIDS tersebut, seluruh isinya adalah pelecehan terhadap nilai-nilai Islam, bahkan sampai penolakan atas takdir (“ sometimes ‘ wished I’ve never been born before”). Lagu ini dulu termasuk Hit, bahkan bertahan masih digemari hingga kini.
Masih ingat lagu berbahasa spanyol yang sempat ketahuan ternyata berbicara tentang iblis? Grup musik Last Ketchup yang melantunkan lagu tersebut bahkan mengakui tak faham isi lagunya karena berbahasa kuno. Itu mantra setan!
Masih-kah para Penjaga Benteng Terakhir merasa masa kini sudah tak ada lagi perang dan karenanya boleh bersantai dalam menjaga bentengnya? Masihkah kita menyangka bahwa zaman sudah berubah dan kini musuh-musuh Islam sudah beristirahat dari memerangi kita? Lihatlah ke sekeliling, dan lihatlah dengan teliti. Wallahua’lam.

Mengapa Kita Harus Bertakwa

Assalamualaikum warohmatullahi wabarakaatuh
Risalah pokok para nabi adalah bertakwa kepada Allah. Tanpa takwa, hidup manusia tidak ada artinya. Apapun harta yang ia punya, apapum kedudukan yang ia capai, semua itu hanyalah main-main ketika tidak dibarengi dengan ketakwaan kepada Allah. Karenanya Allah swt. dalam Al Qur’an selalu mengajak kepada takwa. Dalam surah Ali Imran 102, Allah swt berfirman:
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
Saudaraku…
Bila semua Al Qur’an diringkas, intinya adalah takwa. Maka setiap cerita tentang hari kiamat dalam Al Qur’an adalah untuk meningkatkan ketakwaan. Supaya manusia tahu bahwa dunia bukan tujuan. Melainkan tempat berbekal amal saleh menuju alam akhirat. Setiap cerita tentang para nabi, juga tujuannya takwa. Supaya manusia belajar bahwa kalau ingin menjadi manusia muttaqiin tidak ada lain kecuali ikut jejak para nabi. Perhatikan Nabi Nuh mengajak kaumnya: Nuh berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertaqwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku, niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui”.
Saudaraku…
Jadi bertakwa kepada Allah adalah merupakan pesan dakwah yang harus senantiasa diulang-ulang di atas mimbar. Rasulullah saw. selalu memulai pesan-pesannya dengan takwa. Imam Abu Daud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan sebuah hadits, di dalamnya diceritakan bahwa Rasulullah saw. memberikan nasihat dengan wajah yang sangat serius. Para sahabat mengira bahwa itu adalah nasihat terakhir. Banyak para sahabat yang menangis. Isi nasihatnya ternyata hanya mengajak kepada takwa: ushikum bitaqwallahi bissam’I wath thaa’ah.. (aku berpesan agar kalian bertakwa kepada Allah dengan bersungguh-sungguh mentaatinya).
Saudaraku…
Pesan takwa adalah tema yang harus senantiasa dihidupkan dalam jiwa. Sebab tidak ada lain tugas kita di dunia ini kecuali hanya menataati Allah swt. Mengapa?
(1) Sebab alam semesta yang kita tempati adalah milikNya. Maka dialah yang paling berhak diikuti aturanNya. Dan untuk itu Dia telah mengutus nabi-nabi supaya manusia tahu bagaimana cara menjalankan kewajiban kepadaNya. Jadi tidak ada alasan untuk menghidari ajaranNya.
(2) Bahwa manusia tidak Allah bekali pengetahuan kecuali sedikit. Dalam urusan dunia Allah bekalkan akal dengannya manusia bisa mengembangkan pengetahuannya. Tetapi untuk urusan kahirat akal harus tunduk kepada wahyu. Dan memang akal tidak diberi kemapuan untuk mengarang-ngarang sendiri dalam masalah cara beribadah kepada Allah. Karenanya ia harus ikut apa kata Allah dan rasulNya.
(3) Bahwa kita semua sangat tergangtung kepada nikmat-nikmatNya. Tidak ada yang kita miliki kecuali dari Allah swt. Maka alasan apa lagi untuk tidak ikut Allah. Fabiayyi aalaai rabbikuma tukadzdzibaan.
(4) Bahwa kita semua adalah milik Allah. Karenanya kita pasti kelak akan kembali lagi kepadaNya. Dan kita pasti akan dimintai pertanggungjawab atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita. Bukan hanya nikmat harta dan fasilitas kebutuhan sehari-hari. Tetapi juga nikmat anggota tubuh seperti mata, tangan dan lain sebagainya.
Allah berfirman:
”Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka. Kemudian Sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.”
Dalam surah Yasin 65 Allah berfirman:
”Pada hari Ini kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”

Membangun Keikhlasan Dalam Beramal

Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh
Alhamdulilllah, segala puji kita panjatkan kehadirat Allah swt bahwa hingga saat ini, Allah masih memberi kita kesempatan untuk menyempurnakan pengabdian kita kepadaNya, dengan harapan mudah-mudahan segala kekurangan dalam proses pengabdian itu diampuni oleh Allah swt. Mudah-mudahan juga momentum hari jumat ini semakin memberikan kita kesadaran akan peningkatan kualitas iman dan takwa kita kepadaNya. Amin.
Sesungguhnya kehidupan ini memang Allah ciptakan untuk menguji siapa diantara hambaNya yang paling banyak dan paling baik beramal. Beramal merupakan inti dari keberadaan manusia di dunia ini, tanpa amal maka manusia akan kehilangan fungsi dan peran utamanya dalam menegakkan khilafah dan imarah. Allah berfirman menegaskan tujuan keberadaan manusia,
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun“. (Al-Mulk: 2)
Namun pada tahap implementasinya, ternyata tidak cukup hanya beramal saja, karena memang Allah akan menseleksi setiap amal itu dari niatnya dan keikhlasannya. Tanpa ikhlas, amal seseorang akan sia-sia tidak berguna dan tidak dipandang sedikitpun oleh Allah swt.
Imam Al-Ghazali menuturkan, “Setiap manusia binasa kecuali orang yang berilmu. Orang yang berilmu akan binasa kecuali orang yang beramal (dengan ilmunya). Orang yang beramal juga binasa kecuali orang yang ikhlas (dalam amalnya). Namun orang yang ikhlas juga tetap harus waspada dan berhati-hati dalam beramal”. Dalam hal ini, hanya orang-orang yang ikhlas beramal yang akan mendapat keutamaan dan keberkahan yang sangat besar, seperti yang dijamin Allah dalam firmanNya,

Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (bekerja dengan ikhlas). Mereka itu memperoleh rezki yang tertentu, yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan, di dalam syurga-syurga yang penuh kenikmatan”. (Ash-Shaaffat: 40-43)
Ma’asyiral Muslimin RahimakumuLlah…
Ayat tentang keutamaan dan jaminan bagi orang yang bekerja dengan ini ini seharusnya menjadi motifasi utama kita dalam menjalankan tugas dan pekerjaan kita sehari-hari dalam apapun dimensi dan bentuknya, baik dalam konteks “hablum minaLlah atau Hablum minannas”..karena hanya orang yang mukhlis nantinya yang akan meraih keberuntungan yang besar di hari kiamat, yaitu syurga Allah yang penuh dengan kenikmatan, meskipun dia harus banyak bersabar terlebih dahulu ketika di dunia. Ayat ini juga merupakan salah satu diantara jaminan yang disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang mukhlis.
Jaminan lain yang Allah sediakan bagi mereka yang ikhlas dalam beramal bisa ditemukan dalam kisah perjalanan Yusuf as ketika beliau berhadapan dengan seorang wanita yang mengajaknya melakukan kemaksiatan. Bahwa Allah akan senantiasa memelihara hambaNya yang mukhlis dari perbuatan keji dan maksiat,

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang mukhlis“. (yusuf: 24).
Dalam ayat lain, orang yang mukhlis juga mendapat jaminan akan terhindar dari godaan dan bujuk rayu syetan. Syetan sendiri mengakui ketidakberdayaan dan kelemahan mereka dihadapan orang-orang yang beramal dengan ikhlas,
Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.” (Al-Hijr: 39-40).
Dengan redaksi yang sama, ayat ini berulang dalam surah Shaad,
Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka“. (Shad: 82-83).
Sungguh benteng keikhlasan merupakan benteng yang paling kokoh yang tak tergoyahkan oleh apapun bentuk rayuan dan fitnah iblis dan sekutunya.
Ma’asyiral muslimin RahimakumuLlah…
Dalam tinjauan ilmu qira’at, para ulama qira’at berbeda dalam membaca kata “Al-Mukhlashin” yang tersebut pada akhir kedua ayat tersebut. Sebagian qari’ membaca Al-Mukhlashin dengan ism maf’ul dan sebagian lainnya membaca dengan isim fi’il Al-Mukhlishin. Imam Ibnu Katsir, Abu Amr dan Ibnu Amir, membaca seluruh kalimat ini dalam Al-Qur’an dengan bacaan “Al-Mukhlishin” yang artinya: Mereka mampu memurnikan agama dan ibadah mereka dari segala noda yang bertentangan dengan nilai tauhid. Sedangkan ulama qira’at yang lain membaca Al-Mukhlashin yang artinya: Mereka yang dipelihara dan mendapat taufik dari Allah untuk memiliki sifat Ikhlas. Berdasarkan qira’at ini, ikhlas dan iman adalah mutlak anugerah Allah swt kepada hamba-hambaNya yang dikehendaki. Namun setiap hamba diperintahkan oleh Allah untuk senantiasa memperhatikan dan meningkatkan kadar dan tingkt keikhlasannya dalam beramal. Bahkan Allah menyuruh kita meneladani orang-orang yang mendapat petunjuk karena tidak pernah mengharapkan balasan dari amalnya kecuali dari Allah swt,
“Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Yaasin: 21)
Secara prinsip, Islam memandang keikhlasan sebagai pondasi dan ruh sebuah amal, apapun bentuknya amal tersebut selama termasuk kategori amal sholih. Baik amal tersebut dilakukan dalam skala pribadi maupun secara kolektif (bermasyarakat, berbangsa dan bernegara). Bahkan keikhlasan dalam ruang lingkup kolektif sosial ternyata sesuatu yang berat dan memerlukan lebih kesabaran. Dalam konteks ini, keikhlasan harus dibangun secara timbal balik antara seluruh individu dalam masyarakat dan menghindari kecemburuan serta persepsi negatif terhadap masing-masing anggota. Demikian, semakin luas wilayah kerja seseorang, maka semakin dibutuhkan keikhlasan. Apalagi di tengah semakin beragam hambatan atau ujian keikhlasan yang menghadangnya, yang pada umumnya adalah seperti yang dinyatakan oleh Syekh Hasan Al-Banna’ (salah seorang ulama) dalam Risalahnya, yaitu: harta, kedudukan, popularitas, gelar, ingin selalu tampil di depan dan diberi penghargaan dan pujian dan sebagainya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumuLlah…
Jika keikhlasan dituntut dari setiap orang yang beramal, maka menurut Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, keikhlasan bagi seorang da’i merupakan keniscayaan yang harus senantiasa menyertainya karena ia akan berhadapan dengan berbagai keadaan dan beragam manusia dalam perjalanan dakwahnya. Jika tidak, maka binasa dan sia-sialah amalnya. Bahkan sifat yang mendasar bagi seorang da’i yang harus senantiasa melaziminya adalah ikhlas. Oleh karena itu, para ulama hadits menjadikan bab Niat berada di awal kitab hadits susunan mereka, agar karya tulis mereka selalu diawali dengan keikhlasan dan tidak luput dari sifat ini. Bisa dibayangkan para ulama yang merupakan teladan dalam beramal mencontohkan kita agar senantiasa mengukur setiap amal yang kita lakukan dengan ukuran ikhlas.
Para nabi Allah dalam kapasitas mereka sebagai da’i senantiasa menjadikan keikhlasan sebagai jargon dan prinsip dakwah mereka. Sebagai contoh Nabi Muhammad saw sebagai teladan utama dalam hal ini mengemukakan tentang motifasinya dalam berdakwah,

Katakanlah: “Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhan nya“. (Al-Furqan: 57)
Dengan redaksi yang sama dan dalam surah yang sama secara berdampingan, seluruh nabi Allah menekankan prinsip keikhlasan dalam dakwah mereka yang ideal, mulai dari nabi Nuh, Hud, Shalih, Luth dan Syu’aib as.
Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam“. (Asy-Syu’ara’: 109, 127, 145, 164, 180).
Inilah bangunan keikhlasan yang pernah ditunjukkan dan dicontohkan dalam dakwah para nabi Allah swt, sehingga mereka meraih kesuksesan dan diabadikan namanya oleh Allah swt sebagai cerminan bagi para da’i setelah mereka.
Ma’asyiral Muslimin rhimakumuLlah…
Menurut bahasa, dalam kata ikhlas terkandung beberapa makna; jernih, bersih, suci dari campuran dan pencemaran, baik berupa materi maupun non materi. Lawan dari ikhlas adalah nifak dan riya’. Rasulullah saw bersabda tentang sifat yang mulia ini dalam sabdanya, “Barangsiapa yang tujuan utamanya meraih pahala akhirat, niscaya Allah akan menjadikan kekayaannya dalam kalbunya, menghimpunkan baginya semua potensi yang dimilikinya, dan dunia akan datang sendiri kepadanya seraya mengejarnya. Sebaliknya, barangsiapa yang tujuan utamanya meraih dunia, niscaya Allah akan menjadikan kemiskinannya berada di depan matanya, membuyarkan semua potensi yang dimilikinya, dan dunia tidak akan datang sendiri kepadanya kecuali menurut apa yang telah ditakdirkan untuknya“. (Tirmidzi).
Dalam apapun keadaan, keikhlasan akan tetap menjadi modal, bekal sekaligus kemudi amal sholih, apalagi dakwah sebagai puncak dari amal sholih. Karena semakin berat dan mulia sebuah tugas tentu akan semakin dibutuhkan keikhlasan. Semakin dewasa perjalanan dan pengalaman dakwah seseorang, maka semestinya semakin baik tingkat dan kualitas keikhlasannya. Keikhlasan juga merupakan salah satu dari dua pilar dan syarat diterimanya amal sholih, bahkan ia yang paling utama, seperti yang dinyatakan oleh Abdullah bin Al-Mubarak ketika menafsirkan ayat:
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya” (Al-Mulk: 2).
Tanpanya amal seseorang akan sia-sia tidak bernilai. Untuk itu, dengan ikhlas, akan mencukupi amal yang sedikit seperti yang ditegaskan dalam sebuah riwayat Ad-Dailami,
” أَخْلِصِ الْعَمَلَ يَجْزِيْكَ القلِيْلُ مِنْهُ”
“Ikhlaslah kamu dalam beramal, maka cukuplah amal yang sedikit yang kamu lakukan”.
Agar ikhlas dapat terpelihara, tentu ada variabel yang melekat pada setiap amal yang kita lakukan; diantaranya variabel profesionalisme, kompetensi, itqan dan kesungguhan. Maka amal yang cenderung apa adanya, serampangan, asal jadi, “pokoknya” dan amal yang tidak konsisten bisa jadi karena ketidak ikhlasan kita dalam menjalankan tugas tersebut. Ini tantangan terberat bagi kita sesungguhnya. Ikhlas inilah yang akan memperkuat potensi spritualitas kita. Lantas pertanyaan besar kita, “Apakah ruh dan motifasi yang menggerakkan roda amal kita selama ini ???…

Istiqamah Dalam Kehidupan

Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali Imran:102-103)
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang Telah Taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zhalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, Kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. Dan bersabarlah, Karena Sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan. (Hud:112-115)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah……
Setiap muslim yang telah berikrar bahwa Allah Rabbnya, Islam agamanya dan Muhammad rasulnya, ia harus senantiasa memahami arti ikrar ini dan mampu merealisasikan nilai-nilainya dalam realitas kehidupannya. Setiap dimensi kehidupannya harus terwarnai dengan nilai-nilai tersebut baik dalam kondisi aman maupun terancam. Namun dalam realitas kehidupan dan fenomena ummat, kita menyadari bahwa tidak setiap orang yang memiliki pemahaman yang baik tentang Islam mampu meimplementasikan dalam seluruh kisi-kisi kehidupannya. Dan orang yang mamupu mengimplementasikannya belum tentu bisa bertahan sesuai yang diharapkan Islam, yaitu komitment dan istiqamah dalam memegang ajarannya dalam sepanjang perjalanan hidupnya.
Istiqamah adalah anonim dari thughyan (penyimpangan atau melampaui batas). Ia bisa berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata istiqomah dari kata “qaama” yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqamah berarti tegak lurus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqamah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen. Secara terminology, istiqomah bisa diartikan dengan beberpa pengertian berikut ini;
- Abu Bakar Shiddiq ra ketika ditanya tentang istiqamah ia menjawab; bahwa istiqamah adalah kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapapun)
- Umar bin Khattab r.a. berkata: “Istiqamah adalah komitment terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu sebagaimana tipu musang”
- Utsman bin Affan ra berkata: “Istiqamah adalah mengikhlaskan amal kepada Allah swt”
- Ali bin Abu Thalib ra berkata: “Istiqamah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban”
- Hasan Bashri berkata: “Istiqamah adalah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksitan”
- Mujahid berkata: “Istiqamah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah swt”
- Ibnu Taimiah berkata: “Mereka beristiqamah dalam mencintai dan beribadah kepaada-Nya tanpa menengok kiri kanan”
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah….
Jadi muslim yang beristiqamah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan aqidahnya dalam situasi dan kondisi apapun, baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lainnya. Ia bak batu karang yang tegar mengahadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo atau mengalami futur dan degredasi dalam perjalanan hidupnya. Ia senantiasa sabar dalam memegang teguh tali keimanan. Dari hari ke hari semakin mempesona dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan Islam. Ia senantiasa menebar pesona Islam baik dalam ruang kepribadiannya, kehidupan keluarga, kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Itulah cahaya yang selalu menjadi pelita kehidupan. Itulah manusia muslim yang sesungguhnya, selalu istiqomah dalam sepanjang jalan kehidupan. Allah berfirman;
“Dan apakah orang yang sudah mati (hatinya karena kekufuran) kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am:122)
“Maka tetaplah (istiqamahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(Hud:112)
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialahAllah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak adakekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.(Al-Ahqaf:13-14)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…..
5 Tips Istiqamah
Kesucian dan ketakwaan yang ada dalam jiwa harus senantiasa dipertahankan oleh setiap muslim. Hal ini disebabkan kesucian dan ketakwaan ini bisa mengalami pelarutan, atau bahkan hilang sama sekali. Namun, ada beberapa tips yang membuat seorang muslim bisa mempertahankan nilai ketakwaan dalam jiwanya, bahkan mampu meningkatkan kualitasnya. Tips tersebut adalah sebagai berikut;
Pertama, Muraqabah
Muraqabah adalah perasaan seorang hamba akan kontrol ilahi dan kedekatan dirinya kepada Allah. Hal ini diimplementasikan dengan mentaati seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya, serta memiliki rasa malu dan takut, apabila menjalankan hidup tidak sesuai dengan syariat-Nya.
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hadid: 4)
Rasulullah saw. bersabda-ketika ditanya tentang ihsan, “Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan apabila kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihat kamu.” (H.R. Bukhari)
Kedua, Mu’ahadah
Mu’ahadah yang dimaksud di sini adalah iltizamnya seorang atas nilai-nilai kebenaran Islam. Hal ini dilakukan kerena ia telah berafiliasi dengannya dan berikrar di hadapan Allah SWT.
Ada banyak ayat yang berkaitan dengan masalah ini, di antaranya adalah sebagai berikut.
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (An-Nahl: 91)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Al-Anfal: 27)
Ketiga, Muhasabah
Muhasabah adalah usaha seorang hamba untuk melakukan perhitungan dan evaluasi atas perbuatannya, baik sebelum maupun sesudah melakukannya. Allah berfirman;
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)
“Orang yang cerdas (kuat) adalah orang yang menghisab dirinya dan beramal untuk hari kematiannya. Adapun orang yang lemah adalah orang yang mengekor pada hawa nafsu dan berangan-angan pada Allah.” (H.R. Ahmad)
Umar bin Khattab ra berkata, “Hisablah dirimu sebelum dihisab, dan timbanglah amalmu sebelum ditimbang ….”
Keempat, Mu’aqabah
Mu’aqabah adalah pemberian sanksi oleh seseorang muslim terhadap dirinya sendiri atas keteledoran yang dilakukannya.
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Al-Baqarah: 179)
Generasi salaf yang soleh telah memberikan teladan yang baik kepada kita dalam masalah ketakwaan, muhasabah, mu’aqabah terhadap diri sendiri jika bersalah, serta contoh dalam bertekad untuk lebih taat jika mendapatkan dirinya lalai atas kewajiban. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa contoh di bawah ini.
1. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Umar bin Khaththab ra pergi ke kebunnya. Ketika ia pulang, maka didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan Shalat Ashar. Maka beliau berkata, “Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah shalat Ashar! Kini, aku menjadikan kebunku sedekah untuk orang-orang miskin.”
2. Ketika Abu Thalhah sedang shalat, di depannya lewat seekor burung, lalu beliau pun melihatnya dan lalai dari shalatnya sehingga lupa sudah berapa rakaat beliau shalat. Karena kejadian tersebut, beliau mensedekahkan kebunnya untuk kepentingan orang-orang miskin, sebagai sanksi atas kelalaian dan ketidak khusyuannya.
Kelima Mujahadah (Optimalisasi)
Mujahadah adalah optimalisasi dalam beribadah dan mengimplementasikan seluruh nilai-nilai Islam dalam kehidupan.
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya…” (Al-Hajj: 77-78)
“Rasulullah saw. melaksanakan shalat malam hingga kedua tumitnya bengkak. Aisyah ra. pun bertanya, ‘Mengapa engkau lakukan hal itu, padahal Allah telah menghapuskan segala dosamu?’ Maka, Rasulullah saw. menjawab, ‘Bukankah sudah sepantasnya aku menjadi seorang hamba yang bersyukur.’” (H.R. Bukhari-Muslim)
Inilah lima langkah yang harus dimiliki oleh seorang muslim yang ingin mempertahankan nilai keimanan, yang ingin bertahan dan istiqamah di puncak ketakwaannya. Semoga Allah SWT menjadikan kita semua hamba-hamba-Nya yang senantiasa istiqamah, menjadi model-model muslim ideal dan akhirnya kita dijanjikan surga-Nya.amin.

Hanya Setitik Ungkap Syukurku Untuk Sebentang Luas Karunia-Mu

Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar.
Allahu Akbar Lailahailallah huwallahu akbar Allahu Akbar Walillahilhamd.
Hari ini, dengan sedikit perbedaan waktu yang hitungannya hanya jam-jaman, umat islam di seluruh dunia merayakan hari kemenangan setelah sebulan mencoba menahan diri dari lapar, dahaga dan kegiatan lain yang dilarang dilakukan selama bulan puasa. Pada hari ini pula gema kalimat-kalimat Takbir, Tauhid dan Tahmid kita ucapkan dengan penuh rasa ikhlas.
Di kampung kita kira-kira enam sampai enam hingga delapan jam lalu, saudara-saudara kita juga melaksanakan kegiatan yang sama dengan yang kita lakukan.
Walaupun kita melaksanakannya dengan jamaah sedikit berbeda dalam jumlah dengan mereka, mari kita rayakan pula hari raya idul fitri ini dengan penuh rasa syukur dan ikhlas pada Allah SWT. Bahwa kita masih diijinkan untuk mengalami dan menjalani puasa pada tahun ini. Inilah nikmat umur yang Allah karuniakan pada kita.
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, Allah Maha Besar, Takbir adalah salah satu bentuk pernyataan rasa syukur kita.
“…. dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Q.S.al-Baqarah:185)
Diikuti dengan Kalimah Tauhid, Lailahailallah, Tiada Tuhan (yang patut kita sembah) melainkan hanya Allah. Tak ada yang lebih diatas segala sesuatu kecuali Allah SWT.
Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. (Al Hasyr : 23)
Walillahilhamd, Dan segala puji bagiNya. Ungkap rasa puji kita atas karuniaNya. Segala nikmat yang kita peroleh adalah karena kehendakNya dan ijinNya.
“…maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (Q.S.an Nashr : 3)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
‘Idul Fitri, merupakan hari bahagia dan syukur bagi ummat Islam.
Ada dua nikmat yang Allah berikan pada bulan Ramadhan, yang dapat terasa terasa secara lahiriah. Yang pertama adalah nikmat pada saat berbuka. Kita merasakan betapa nikmatnya saat berbuka walaupun hanya dengan seteguk air, atau hanya sekedar sebiji kurma, atau sepotong roti. Nikmat, karena kita telah melampaui puasa hari itu dengan tuntas. Perasaan nikmat tersebut akan lebih terasa lagi bila kita banyak melakukan kebaikan atau ibadah sunah apalagi yang wajib, dan tidak berbuat dosa hari itu. Rasulullah bersabda : “Banyak yang berpuasa, tapi yang didapat hanya lapar dan dahaga saja.”
Nikmat kedua adalah pada hari raya idul fitri ini. Pada hari ini kita merayakan kemenangan kita dalam memerangi hawa nafsu, dialah sebetulnya musuh kita yang paling besar.
Diriwayatkan, ketika Rasulullah dan para sahabat baru pulang dari salah satu perang besar, beliau berkata :”Kita baru saja melakukan suatu jihad kecil dan akan menghadapi jihad yang besar dan berat”. Para sahabat heran, karena mereka menyangka baru saja mereka melakukan perang yang sangat berat dan meminta banyak pengorbanan, lantas bertanya “Jihad apakah lagi ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah : “Puasa, yaitu jihad memerangi hawa nafsu”.
Kemenangan dari peperangan/jihad besar inilah yang kita rayakan. Dan sudah pasti merupakan sesuatu yang menyenangkan untuk kita. Itulah nikmatnya. Kalau dikampung asal kita, kita bisa melihat kegembiraan terpancar dari setiap orang, setiap rumah. Orang saling berkunjung dan saling berucap salam dan saling bermaaf-maafan. Kita berharap jika hari ini kita saling memeluk, saling bermaaf-maafan, saling mendekatkan diri karena Allah, untuk seterusnya kesalahan kita kekhilafan kita masing-masing kita maafkan. Mengapa kita tak bisa melupakan kesalahan orang lain ? Allah saja yang Maha Kuasa, yang menciptakan kita, bisa memaafkan kesalahan dan dosa-dosa umatNya. Rasulullah saw. bersabda : “Barangsiapa shaum Ramadhan karena beriman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu dan yang sekarang.” (HR.Bukhary Muslim).
Allahu Akbar Alahu Akbar Allahu Akbar walillahilhamd.
Jika Allah menjanjikan pada yang berpuasa karena keikhlasan dan keimanannnya ampunan atas segala dosa dan kesalahan yang telah lalu, maka pada hakekatnya kita telah dikembalikan pada kondisi fitrah kita. Seperti layaknya bayi yang baru lahir. Itulah sebabnya hari raya setelah Ramadhan disebut Hari Raya Fitri. Fitri, karena kita seperti selembar kertas yang putih tampa bercak kotor dari dosa. Dengan modal itu, kita jalani hari-hari, bulan dan tahun yang akan datang dengan lebih baik, lebih sedikit berbuat dosa dan kesalahan sehingga, pada bulan Ramadhan tahun depan , kalau umur kita sampai, kita bisa tidak terlalu repot membersihkannya. Demikian juga pada hari-hari mendatang, kita bisa menjalani kehidupan beribadah yang sama kualitasnya dengan bulan kemarin. Kalau kemarin bulan puasa kita mampu membaca/tadarus Quran beberapa ayat, atau satu ain atau lebih dari itu, alangkah baiknya kebiasaan itu tetap kita jalankan di hari-hari mendatang. Kalau kemarin kita bisa menahan amarah, perasaan kesal atau hasrat-hasrat negatif, maka seharusnya kita juga bisa melakukannya pada hari-hari dan bulan-bulan lainnya. Ibarat orang yang baru keluar dari kamp pelatihan, setelah sebulan mengalami latihan dan gemblengan, maka inilah saatnya kita menghadapi dunia nyata kehidupan sehari-hari yang penuh dengan tantangan. Kita coba menahan nafsu angkara, dan nafsu-nafsu lainnya, dengan harapan semoga Allah SWT meridhai setiap langkah yang kita tempuh.
Kalau seandainya kita merasa bahwa bulan Ramadhan kemarin hilang begitu saja, tanpa makna, tanpa kita merasa telah melakukan hal yang baik, tanpa menambah kualias keimanan kita, bukan berarti tak ada harapan sama sekali, karena Allah SWT berfirman :
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (al Baqarah : 133)
Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (al Maaidah : 9)
Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia. (al Haaj : 50)
Oleh karena itu marilah kita berbuat kebaikan, lebih mendekatkan diri pada Allah SWT, dan bersegera pada ampunanNya. Sehingga kita bisa melebur dosa-dosa dan kesalahan kita, lebih memperbanyak pahala dan amal ibadah, dan pada akhir hayat kita, kita menjadi orang yang khusnul khatimah, orang yang meninggal dengan akhir kebaikan.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Ada tradisi khas milik orang Indonesia, kampung halaman kita di hari raya ‘Idul Fitri, yaitu silaturrahim, atau orang menyebitnya silaturahmi. Meskipun silaturrahim tidak ada kaitannya secara langsung dengan rangkaian ibadah Ramadhan dan ‘Idul Fitri, tapi tradisi ini sangat baik untuk dilestarikan dan dikembangkan. Kita saling mengunjungi sanak saudara bahkan tetangga atau teman sejawat, atasan dan bawahan. Terkadang kita secara sengaja mudik, bepergian jauh, beratus kilometer bahkan mungkin beribu kilometer, hanya sekedar untuk menjumpai orang tua atau sanak famili. Sekedar untuk menjumpainya dan bersilaturahmi, menyegarkan ikatan kekerabatan, menyambung dan mempererat tali persaudaraan.
Kesempatan ‘Idul Fitri tidak akan dijumpai pada momen lain apapun. Untuk itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Bagi yang masih punya masalah dengan sanak saudaranya, kesempatan ini sangat cocok untuk saling bermaafan. Kepada mereka yang sudah mulai renggang, kesempatan ini sangat baik untuk merapatkan kembali. Kepada yang sudah akrab dan dekat, kesempatan ini tetap lebih baik untuk memupuk tali persaudaraan.
Ada janji Rasulullah yang patut untuk direnungkan. Beliau bersabda, “Barangsiapa menjamin untukku satu perkara, aku jamin untuknya empat perkara. Hendaknya dia bersilaturrahim, niscaya keluarganya akan mencintainya, diperluas baginya rezekinya, ditambah umurnya dan Allah memasukkannya ke dalam syurga yang dijanjikan-Nya.” (HR. Ar-Rabii’)
Dari hadist tersebut, betapa besar nilai silaturahmi. silaturahmi. Kegiatan ini sangat khas di kampung halaman kita. Jarang di negara lain yang mempunyai kebiasan seperti di kita.
Pada saat ini marilah kita pun meningkatkan silaturahmi diantara kita. Bukan saja pada saat-saat kegiatan besar seperti hari ini, tapi juga pada kesempatan-kesempatan lain. Saling mengunjungi, saling menanyakan kabar saling memperhatikan saling bantu. Apalagi ditambah dengan keadaan kita yang jauh dari famili/sanak keluarga. Sebaliknya jika kita diperhatikan sebaiknya kita bersyukur, karena masih ada yang memperhatikan kita. Jika ada yang bertanya kabar dan keadaan kita kita, jangan merasa kita sedang diadili, tapi artikanlah bahwa teman kita mencemaskan kita, memperhatikan kita, dan boleh jadi teman kita khawatir dengan keadaan kita, apalagi jika telah lama tidak bertemu. Firman Allah dalam surat Al Imran 103 :
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara….. (al Imran : 103)
‘Idul Fitri juga merupakan hari bahagia, hari bermaaf-maafan sesama Insan yang tidak luput dari salah dan silap yang pernah dilakukan. Pada hari yang mulia ini jangan ragu-ragu untuk mengakui salah silap yang mungkin pernah kita lakukan kepada sesama saudara kita muslim atau bukan. Mungkin ada perasaan hasad dengki, khianat, ataupun berbagai kejahatan dan penganiaayaan yang pernah kita lakukan, maka mohonkanlah maaf, Insya-Allah dihari baik dan bulan baik ini orang akan mudah memaafkannya.
Kita teringat kembali kepada sabda Nabi s.a.w.:
“Maukah kamu aku beri tahu tentang derajat yang lebih utama, dari derajat sholat,puasa dan sedekah!” Para sahabat menjawab: “Bahkan mau !” Rasulallah bersabda: “Mendamaikan antara dua orang yang berselisih,karena perselisihan antara dua manusia itulah yang membawa kehancuran.” (H.R.Abu Daud dan Termizi)
Allahu Akbar,Allahu Akbar,Allahu Akbar Walillahilhamd.
Sungguh banyak keutamaan yang terkandung dalam Idul Fitri, yang merupakan hari kemenangan bagi mereka yang menundukkan hawa nafsu yang biasanya susah dikendalikan, baik nafsu makan, minum, nafsu syahwat, dan berbagai nafsu lainnya. Idul Fitri hari bermaaf-maafan hari mempererat tali silaturrahim sesama keluarga dan masyarakat sekeliling sehingga seolah-olah kita lahir kembali dengan semangat baru, hidup baru sebagai orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT
Allahu Akbar’Allahu Akbar,Allahu Akbar Walillahilhamd.
Marilah kita tutup khutbah singkat ini dengan doa, memohon kepada Allah SWT, yang maha pemurah dan maha penyayang karena hanya Dialah yang maha pengabul atas segala doa-doa.
Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni`mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. (Al Ahqaf : 15)
Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mu’min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. (Ibrahim : 41)
Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah dan ibuku serta kasihanilah mereka sebagaimana kasih mereka padaku sewaktu ak masih kecil.
Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al Furqan : 74)
Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, (Thaaha : 25-29)
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma`aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”.
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. (al Baqarah : 201)
Ya Tuhan kami, perkenankanlah doa-doa kami, karena sesungguhnya Engkau Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Terimalah taubat kami, sesungguhNya Engkau Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang. Kesejahteraan dan keselamatan semoga dilimpahkan kepada junjungan pemimpin para Nabi dan Rasul Muhammad saw, atas keluarganya serta para sahabat semuanya.
Maha Suci Tuhanmu, Tuhan yang bersih dari sifat-sifat kekurangan. Dan semoga keselamatan dicurahkan kepada para Rasul dan segala puji bagi Allah seru sekalian alam.
(h.r. Nawawi)
Akhir kata mohon maaf jika ada kesalahan, Yang benarnya dari Allah semata, yang salahnya adalah karena kekhilafan saya pribadi. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayahNya pada kita semua.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh

Membuka Pintu Rizki Yang Barakah

Predikat iman dan taqwa inilah yang senantiasa kita syukuri, sebab iman dan taqwa itu adalah dua daun pintu bagi terbukanya rizki kita yang penuh barakah, bukan rizki yang haram yang dilaknat Allah.
Al-Qur’an menegaskan (QS:7 Al-Araf: 96)
Artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
Ibnu Katsir menjelaskan syarat-syarat iman dan taqwa itu adalah hatinya beriman pada apa yang dibawa oleh Rasulullah, membenarkan dan mengikutinya, bertaqwa dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan dan meninggalkan perbuatan keharaman. (Tafsir III hal: 100)
Ikhwani rahima kumullah!
Diantara buah-buah iman bagi kaum Mukminin antara lain adalah:
Pertama, taqwa itu sendiri, menjaga diri dari dosa, ancaman siksa, bahaya dan membuka pintu rizki karena Allah berfirman (QS; Ath Thalaq : 2-3):
Artinya: Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengada-kan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
Jamaah Jum’ah rahima kumullah
Kedua, iman membuahkan pula taubat dan istighfar; yang akan menebar rizki untuk kita sekalian.
Amiril Mukminin Umar dalam beristisqa’ atau memohon rizki, hanyalah dengan istighfar (Ruhul Maani, 29/72-73)
Rasulullah bersabda:
مَنْ أَكْثَرَ الاِسْتغْفَارَ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ غَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضَيْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ (رواه أحمد وأبو داود وابن ماجه)
“Barang siapa yang memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah) niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihan jalan keluar, untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberikan rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka “(HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah)
Allah menegaskan pula dalam (QS: Hud: 3)
Artinya: Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepadaNya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.
Ikhwani rahima kumullah!
Itulah taubat yang menyesali dan menghentikan dosa dan maksiat kemudian menggantikannya dengan amal shalih dan keridhaan sesama.
Ketiga: Iman membuahkan TAWAKKAL, yaitu berusaha dengan disertai sikap menyandarkan diri hanya kepada Allah yang memberikan kesehatan, rizki, manfaat, bahaya, kekayaan, kemiskinan, hidup dan kematian serta segala yang ada, tawakkal ini akan membukakan rizki dari Allah, sebagaimana janjinya dalam QS: 65 At-Thalaq: 3):
Artinya: Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam memberikan contoh tentang bertawakkal yang sesungguhnya dengan bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُلِّهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُحُ بِطَانًا (رواه الترمذى).
“Sungguh seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakal niscaya kalian akan diberikan rizki sebagai-mana rizki-rizki burung-burung, mereka berangkat pergi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang” (HR. Timidzi No. 2344).
Ikhwani rahima kumullah!
Keempat: Iman dan taqwa membuahkan taqarrub yang berupa rajin mengabdi bahkan sepenuhnya mengabdi beribadah kepada Allah lahir bathin khusu dan khudhu.
Beribadah yang sepenuhnya akan dapat membuka rizki Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :
يَقُوْلُ رَبُّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ، تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِيْ أَمْلأُ قَلْبَكَ غِنًى وَأَمْلأُ يَدَيْكَ رِزْقًا، يَا ابْنَ آدَمَ، لاَ تُبَاعِدْنِي فَأَمْلأُ قَلْبَكَ فَقْرًا وَأَمْلأُ يَدَيْكَ شُغْلاً (رواه الحاكم، سلسلة الأحاديث الصحيحة)
“Rabb kalian berkata; Wahai anak Adam! Beribadahlah kepadaKu sepenuhnya, niscaya aku penuhi hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rizki. Wahai anak Adam! Jangan jauhi Aku, sehingga aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan”. (HR. Al-Hakim: Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah No. 1359).
Jamaah Jum’ah rahima kumullah
Kelima: Iman dan taqwa membimbing hijrah fisabilillah. Perubahan sikap dari yang buruk kepada sikap kebaikan, atau hijrah adalah perpindahan dari negeri kafir, menuju negeri kaum Muslimin, menolong mereka untuk mencapai keridhaan Allah (Tafsir manar, 5: 39)
Hijrah ini membukakan pintu rizki Allah dengan janjiNya dalam surat An-Nisa ayat 100:
Artinya: Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya disisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Jamaah Jum’ah rahima kumullah
Keenam: Iman dan Taqwa membuahkan gemar berinfaq: Yaitu infaq yang dianjurkan agama, seperti kepada fakir miskin, untuk agama Allah. Infak manjadikan pintu rizki terbuka, Allah Subhanahu wa Ta’ala berjanji dalam QS: Saba: 39)
Artinya: Katakanlah: “Sesungguhnya Rabb-ku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendakiNya diantara hamba-hambaNya dan menyempitkan (siapa yang dikehendakiNya)”. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.
Meskipun sedikit, tetap diganti di dunia dan di akhirat (Tafsir Ibnu Katsir 3/595) jaminan Allah pasti lebih disukai orang yang beriman dari pada harta dunia yang pasti akan binasa (lihat At-Tafsir: Al-Kabir, 25:263) dan berinfak adalah sesuatu yang dicintai Allah (lihat tafsir Takrir wat Tanwir, 22:221).
Para malaikat mendoakan:
اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا.
“Ya Allah, berikanlah kepada orang-orang berinfak ganti” (HR. Bukhari No. 1442).
Dari Sabda Rasulullah:
فَهَلْ تُرْزَقُوْنَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ (رواه البخاري)
“Bukankah kalian diberi rizki karena sebab orang-orang lemah diantara kalian?” Begitu juga termasuk kelompok dhaif orang-orang yang mempelajari ilmu (lihat tafsir Al-Manar, 3:38).
Ikhwani Rahima kumullah,
Ketujuh, Iman dan Taqwa membuahkan pula gemar ber-silaturahmi yaitu berbuat baik kepada segenap kerabat dari garis keturunan maupun perkawinan dengan lemah lembut, kasih dan melindungi (Muqatul Mafatih, 8/645)
Silaturahim ini menjadi pintu pembuka rizki adalah karena sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَاَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِيْ أَثَرِهِ فَلْيِصِلْ رَحِمَهُ.
“Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahmi”. (HR. Bukhari No. 5985).
Silaturahim ini menyangkut pula kerabat yang belum Islam atau yang bermaksiat, dengan usaha menyadarkan mereka, buka mendukung kemungkaran atau kemaksiatannya. Namun bila mereka semakin merajalela dengan cara silaturahim ini maka menjauhi adalah yang terbaik, namun tetap kita mohonkan hidayah.
Kedelapan, melaksanakan ibadah haji dengan umrah, atau umrah dengan hajji yang tulus hanya mengharap ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam:
تَابِعُوْا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يُنَفِّيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوْبَ كَمَا يُنَفِّي الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحِجَّةِ الْمَبْرُوْرَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ (أحمد والترمذي والنسائي وابن خزيمة وابن حبان).
“Lanjutkanlah haji dengan umrah, karena sesunguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa, sebagaimana api dapat hilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala haji yang mabrur itu melainkan Surga.” (Ahmad No. 3669, Timidzi No. 807, Nasa’I 5:115, Ibnu Khuzaimah No. 464, Ibnu Hibban No. 3693)
Sidang jum’at rahimakumullah!
Terakhir marilah kita simpulkan agar kita senantiasa ingat apa yang menjamin kita untuk memperoleh rizki Allah yang berkah di dunia dan akhirat. Yaitu Taqwallah, Istiqhfar dan Taubat, Tawakal, Taqarrub dengan ibadah, berhijrah, berinfaq, silaturrahim dan segera melaksanakan haji

Nataijul Ibadah (Buah Ibadah)

Allah swt. telah menetapkan tujuan penciptaan manusia dan jin, yaitu untuk beribadah kepada-Nya. Allah swt. berfirman:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-Dzaariyat:56).
Ibadah dalam Islam mencakup seluruh sisi kehidupan, ritual dan sosial, hablumminah (hubungan vertikal) dan hablumminannas (hubungan horizontal), meliputi pikiran, perasan dan pekerjaan.
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (١٦٢)
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am:162).
Ibadah yang benar manakala terpenuhi dua syarat, yaitu ikhlas karena Allah swt. dan sesuai aturan syari’at. Allah berfirman :
“Dzat Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al-Mulk:2).
Para ahli tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan ahsanu ‘amala (yang terbaik amalnya) adalah akhlashuhum lillah (yang paling ikhlash karena Allah) dan atba’uhum lisysyari’ah (yang paling komitmen mengikuti aturan syari’ah)
Semua ibadah yang diperintahkah dalam Islam bertujuan untuk membentuk manusia taqwa .
Hakikat ibadah
Ibnu At-Taimiyah berkata: “Ma’na ashal dari kata ibadah adalah tunduk. Sedangkan ibadah yang diperintahkan oleh syari’at adalah perpaduan antara ketaatan sempurna dan kecintaan yang penuh.”
Ibnu Al-Qoyyim Al-Jauziyah bekata: “Ibadah adalah gabungan antara ketaatan yang penuh dan cinta yang sempurna.”
Maka yang taat kepada Allah swt. tapi tidak cinta kepada-Nya maka ia belum dikatakan beribadah.
“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At-Taubah :24).
Dan yang mencintai Allah tapi tidak taat kepada-Nya, maka ia belum dikatakan beribadah kepada Allahswt.
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran:31).
Nataij Ibadah (Buah Ibadah)
Ibadah yang sahih akan melahirkan sikap dan prilaku yang positif dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi bekal dan pegangan dalam mengemban amanah sebagai hamba Allah swt. khususnya amanah da’wah. Di antara dampak positif dari ibadah adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya keimanan. Ulama ahlu as-sunnah wal jama’ah sepakat bahwa iman mengalami turun dan naik, kuat dan lemah, pasang dan surut, menguat dengan amal salih atau ketaatan dan menurun karena maksiat. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat- mereka bertawakkal. ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah.” (al-Anfal:2).
Oleh karenanya, ibadah yang kita lakukan harus berbasis keimanan dan keikhlasan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan ikhlas, maka akan diampuni dosa yang telah lalu”. (HR.Bukhari)
2. Semakin kuat penyerahan diri kepada Allah (Optimis). Ketika kaum muslimin menghadapi kekuatan sekutu pada perang ahzab keyakinan mereka akan kemenangan yang dijanjikan Allah semakin mantap dan keimanam mereka semakin kuat.
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (Al-Ahzab:22).
Dan ibadah yang dilandasi penyerahan diri dan ketaatan kepada Allah akan menghasilkan banyak hal positif, sebagaimana firman Allah:
“(tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-Baqoroh:112).
3. Ihsan dalam beribadah, yaitu as-syu’ur bii uroqobatillah (merasa selalu diawasi Allah) sebagaimana Rasulullah menjelaskan dalam hadits:
“الْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاك َ
“Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Allah Melihat kamu.” (HR.Bukhari).
Ketika seorang muslim merasa diawasi Allah dalam beribadah, maka dia berusaha maksimal melalukannya sesuai dengan petunjuk syari’at dan ikhlas karena-Nya, inilah yang dimaksud dengan ihsan di dalam surat Al-Mulk ayat 2:
Para ahli tafsir sepakat yang dimaksud dengan amal yang lebih baik adalah amal yang mengikuti syariat dan ikhlas karena Allah.Rasulullah membahasakan dengan kata itqon seperti dalam hadits berikut ini,
عن عائشة ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال
: « إن الله عز وجل يحب إذا عمل أحدكم عملا أن يتقنه »
Dari A’isyah ra. bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mencintai bila seorang di antara kamu mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan itqon(professional).” (HR.Thabrani).
Kemudian Rasulullah saw. menjelaskannya dengan hadits yang lain,
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ :َقَالَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
Dari Syaddad bin Aus ra. berkata, bersabda Rasulullah saw.: Sesunggguhnya Allah mewajibkan ihsan (profesional) dalam semua urusan, jika kamu membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik dan jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik, asah pisaunya dan sembelihlan dengan cara yang menyenangkan binatang yang disembelih.” (HR.Muslim)
4. Ikhbat (tunduk), ibadah yang sebenarnya manakala dilakukan karena kesadaaran dan dorongan hati, bukan formalitas dan rutinitas belaka.
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizqikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”
Tunduk dan patuh baru akan tumbuh apabila didasari pemahaman yang dalam dan keimaanan yang kuat sebagaimana firman Allah:
“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (al-Hajj 54).
5. Tawakkal. Ibadah yang benar berdampak terhadap kehidupan seseorang ketika ia sedang menghadapi tantangan hidup, terutama tantangan da’wah. Para Nabi ketika menghadapi ponolakan da’wah kaum mereka, mereka menyerahkan semua urusannya kepada Allah, sebagai contoh nabi Hud ‘alaihissalam.
“Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (Hud :56).
Nabi Syu’ib ‘alaihissalam,
“Syu’aib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Hud: 88).
Dan nabi Muhammad saw.
“Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” (at-Taubah:129).
6. Mahabbah (rasa cinta). Seorang mu’min dengan beribadah dapat merasakan cinta kepada Allah dan Allah mencintainya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ
Dari Abu Hurairah ra. berata, bersabda Rasulullah saw. “Sesungguhnya Allah berfirman: “Barang siapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku ,maka Aku telah mengumumkan perang padanya, dan tidaklah hamba-Ku melakukan pendekatan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku cintai selain melakukan apa yang telah Aku wajibkan padanya, dan hamba-Ku terus-menerus melakukan pendekatan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sehingga Aku mencintainya, dan apabila Aku telah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat, dan menjadi tangan dan kakinya yang dengannya ia bertindak. Jika ia meminta sesuatu kepada-Ku, pasti Aku kabulkan permintaanya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku lindungi dia. Tidak ada sesuatu yang Aku gamang melalukannya selain mencabut nyawa seorang muslim sedangakan ia tidak menyukainya.” (HR.Bukhari).
7. Roja (mengharap rahmat Allah). Seorang mukmin dalam beramal hanya mengharapkan rahmat Allah,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
8. Taubat. kata-kata yang paling sering diungkapkan oleh orang yang beriman terutama yang aktif berda’wah di jalan Allah adalah memohon ampunan dari dosa dan kesalahan.
“Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan Kami, ampunilah dosa-dosa Kami dan tindakan-tindakan Kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (al-Ali ‘Imran:147).
9. Berdoa. Orang yang beriman ketika beribadah, selalu meminta kepada Allah, tidak meminta kepada selain-Nya,
“Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezki yang Kami berikan.” (as-Sajdah:15-16).
10.Khusyu’. Orang yang beriman ketika disebut nama Allah hatinya tunduk dan khusyu’ kepada Allah.
Katakanlah: “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (al-isra:107-109).
Imam Hasan Al-Banna di dalam prinsip-prinsip sepuluh menuliskan:
وللإيمان الصادق والعبادة الصحيحة والمجاهدة نور وحلاوة يقذفهما الله في قلب
من يشاء من عباده
“Iman yang sejati, ibadah yang sahih dan mujahadah dalam beribadah dapat memancarkan cahaya dan menghasilkan manisnya beribadah yang dicurahkan oleh Allah ke dalam hati hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.” (prinsip ke 3)
Semua uraian di atas adalah kriteria taqwa, sebagaimana dijelaskan di dalam banyak ayat bahwa tujuan dari ibadah adalah untuk membentuk manusia bertaqwa.
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 21)
Taqwa kepada Allah akan membuka kemudahan-kemudahan dalam segala urusan, memberi keberhasilan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat.
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (at-Thalaq 4) (dkwt)
download