Oleh
Al-Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin Al Atsari
Syirik (Mempersekutukan
Sesuatu Dengan Allah)
Syirik merupakan bahaya yang terbesar dan penyakit yang paling berbahaya. Saya
cantumkan pembahasan syirik dalam pembahasan penyakit hati ini karena sumber
kesyirikan bermula dari keyakinan (i’tiqad) yang ada di dalam hati. Perlu
pembaca ketahui bahwa ulama membagi jenis syirik menjadi dua bagian :
a)
Syirik Akbar (besar)
-
Yang tidak diampuni (apabila pelakunya mati dan belum bertaubat).
-
Diharamkan baginya Surga.
-
Kekal di dalam neraka.
-
Membatalkan semua amalan-amalan yang lalu.
b)
Syirik Ashghar (kecil)
-
Di bawah kehendak Allah. Kalau Allah ampuni pelakunya maka tidak diadzab dan
kalau tidak diampuni, pelakunya masuk terlebih dahulu di neraka meskipun
setelah itu dimasukkan ke dalam Surga.>
-
Tidak kekal dalam neraka (kalau dia dimasukkan ke dalam neraka).
-
Tidak membatalkan semua amalan tetapi sebatas yang dilakukan.
-
Tidak diharamkan baginya Surga.
Penjelasan
Syirik Akbar
Sebagaimana
penjelasan di atas, syirik akbar merupakan dosa yang terbesar yang tidak akan
diampuni oleh Allah apabila tidak bertaubat. Allah Ta’ala bberfirman :
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An
Nisa’ : 48)[1]
Juga
pelaku Syirik Akbar tempat kembalinya adalah neraka dan diharamkan baginya
Surga.
Allah
Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang berkata : ‘Sesungguhnya Allah itu ialah Al
Masih putera Maryam.’ Padahal Al Masih (sendiri) berkata : ‘Hai Bani Israil,
sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.’ Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga dan
tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang dhalim itu seorang
penolong pun.” (Al Maidah : 72)
Sedangkan
dalil yang menunjukkan bahwa syirik akbar menggugurkan amalan-amalan adalah
firman Allah Ta’ala : “Itulah petunjuk Allah yang dengannya Dia memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.
Seandainya mereka mempersekutukan Allah niscaya lenyaplah dari mereka amalan
yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al An’am : 88)
Macam-Macam
Syirik Akbar
Macam-macam
dari Syirik Akbar ini sangat banyak sekali, tetapi bisa kita kelompokkan
menjadi tiga bagian :
1)
Syirik di dalam Al Uluhiyyah
Yaitu
kalau seseorang menyakini bahwa ada tuhan selain Allah yang berhak untuk
disembah (berhak mendapatkan sifat-sifat ubudiyyah). Yang mana Allah Subhanahu
wa Ta’ala dalam berbagai tempat dalam Kitab-Nya menyeru kepada hamba-Nya agar
tidak menyembah atau beribadah kecuali hanya kepada-Nya saja. Firman Allah
Ta’ala :
“Wahai
manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang
sebelummu agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan
bagimu dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit lalu
Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu
karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu
mengetahuinya.” (QS. Al Baqarah : 21-22)
Perintah
Allah dalam ayat ini agar semua manusia[2] beribadah kepada Rabb mereka dan
bentuk ibadah yang diperintahkan antara lain syahadat, shalat, zakat, shaum,
haji, sujud, ruku’, thawaf, doa, tawakal, khauf (takut), raja’ (berharap),
raghbah (menginginkan sesuatu), rahbah (menghindarkan dari sesuatu), khusu’,
khasyah, isti’anah (minta tolong), isti’adzah (berlindung), istighatsah
(meratap), penyembelihan, nadzar, sabar dan lain lain dari berbagai macam
ibadah yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Di
sisi lain ada kerancuan yang terdapat di kalangan umum dalam memahami ibadah.
Mereka mengartikan ibadah dalam definisi yang sempit sekali seperti shalat,
puasa, zakat, haji. Ada
pun yang lainnya tidak dikategorikan di dalamnya.
Sungguh
indah perkataan Syaikhul Islam Abul Abbas Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam
mendefinisikan ibadah, beliau berkata :
“Ibadah
itu ialah suatu nama yang mencakup semua perkara yang dicintai Allah dan
diridhai-Nya, apakah berupa perkataan ataupun perbuatan, baik dhahir maupun
yang bathin.”
Inilah
pengertian ibadah yang sesungguhnya, yaitu meliputi segala perkara yang
dicintai dan diridlai Allah, baik itu berupa perkataan maupun perbuatan.
Firman
Allah dalam surat Al Baqarah ayat 21 di atas menyatakan sembahlah Rabb kamu,
dimaksudkan untuk mendekatkan pemahaman kepada semua manusia bahwa Ar Rabb yang
wajib disembah adalah yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum kamu,
yang menciptakan langit dan bumi serta yang mampu menurunkan air (hujan) dari
langit. Yang dengan air hujan itu dihasilkan segala jenis buah-buahan sebagai
rezeki bagi kalian agar kalian mengetahui semua. Maka janganlah mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah dengan menyembah dan meminta rezeki kepada selain-Nya.
Apakah kalian tidak malu dan berpikir bahwa Allah yang menghidupkan dan yang
memberi rezeki kemudian kalian tinggalkan untuk beribadah kepada selain-Nya?
Firman
Allah Ta’ala : “Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tak dapat
memberi rezeki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi dan tidak berkuasa
(sedikit jua pun). Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah.
Sesungguhnya Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. An Nahl :
73-74)
2)
Syirik Di Dalam Ar Rububiyyah,
Yaitu
jika seseorang meyakini bahwa ada selain Allah yang bisa menciptakan, memberi
rezeki, menghidupkan atau mematikan, dan yang lainnya dari sifat-sifat ar
rububiyyah. Orang-orang seperti ini keadaannya lebih sesat dan lebih jelek
daripada orang-orang kafir terdahulu.
Orang-orang
terdahulu beriman dengan tauhid rububiyyah namun mereka menyekutukan Allah
dalam uluhiyyah. Mereka meyakini kalau Allah satu-satunya Pencipta alam semesta
namun mereka masih tetap berdoa, meminta pada kuburan-kuburan seperti kuburan
Latta.
Sebagaimana
Allah kisahkan tentang mereka :
Dan
sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menjadikan
langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab
: “Allah.” Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).
(QS. Al Ankabut : 61)
Firman
Allah Ta’ala : Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka : “Siapakah
yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah
matinya?” Tentu mereka akan menjawab : “Allah.” Katakanlah : “Segala puji bagi
Allah.” Tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” (QS. Al Ankabut : 63)
Firman
Allah Ta’ala : Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah
yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab : “Allah.” Katakanlah
: “Segala puji bagi Allah.” Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. (QS.
Luqman : 25)
Firman
Allah Ta’ala : Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?” Niscaya mereka akan menjawab : “Semuanya diciptakan
oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Az Zukhruf : 9)
Ayat-ayat
ini semua menunjukkan kalau orang-orang musyrik terdahulu mengakui Allah-lah
satu-satunya pencipta yang menciptakan langit dan bumi, yang menghidupkan dan
mematikan, yang menurunkan hujan dan seterusnya. Akan tetapi mereka masih
memberikan peribadatan kepada yang lainnya. Maka bagaimanakah dengan
orang-orang yang tidak menyakini sama sekali kalau Allah-lah Penciptanya atau
ada tuhan lain yang menciptakan, menghidupkan, dan mematikan, yang menurunkan
hujaan dan seterusnya atau ada yang serupa dengan Allah dalam masalah-masalah
ini. Tentu yang demikian lebih jelek lagi. Inilah yang dimaksud syirik dalam
rububiyah.
3)
Syirik Di Dalam Al Asma’ wa Ash Shifat
Yaitu
kalau seseorang mensifatkan sebagian makhluk Allah dengan sebagian sifat-sifat
Allah yang khusus bagi-Nya. Contohnya, menyakini bahwa ada makhluk Allah yang
mengetahui perkara-perkara ghaib.
Firman
Allah Ta’ala : “(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib. Maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu.“ (QS. Al Jin : 26)
Lihat
pembahasan selengkapnya pada sub judul Keyakinan Adanya Makhluk Yang
Mengetahui Hal Yang Ghaib di belakang tulisan ini.
Penjelasan
Syirik Asghar
Meskipun
dalam masalah ini ada khilaf (sebagaimana yang telah kita bahas di atas) akan
tetapi wajib bagi setiap Muslim untuk berhati-hati terhadap penyakit ini dan
jangan menganggap remeh. Pelakunya diwajibkan untuk bertaubat. Di antara yang
dikategorikan dalam Syirik Ashghar antara lain :
a)
Ar Riya’ (mengamalkan suatu ibadah supaya dilihat manusia dalam rangka
mendapatkan popularitas). Meskipun syirik ini tidak membatalkan semua amalan
secara keseluruhan namun ia membatalkan amalan yang diniatkan untuk manusia
tersebut. Maka wajib bagi pelakunya untuk bertaubat.
Firman
Allah yang menerangkan bahwa riya’ itu membatalkan amalan yang disertai riya’
tersebut adalah sebagai berikut : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
(perasaan si penerima) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’
kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah kemudian
batu itu ditimpa hujan lebat lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah).
Mereka tidak berkuasa sedikit pun dari apa yang mereka usahakan dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al Baqarah : 264)
Sabda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : Diriwayatkan dari Mahmud bin Labid
bahwa dia berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata : “Suatu
ketakutan yang paling aku takutkan dari kalian adalah syirik kecil.” Kemudian
ditanyakan tentang syirik itu, beliau menjawab : “Riya’.” (HR. Ahmad)
Dan
juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : Dari Abu Hurairah
radliyallahu anhu, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Allah
Ta’ala berfirman : ‘Barang siapa melakukan suatu amalan kemudian ia jadikan
bersama Allah sekutu dalam amalan itu maka Allah tinggalkan amalan tersebut dan
sekutunya.’” (HR. Muslim)
Dalam
masalah membatalkan amalan, riya’ ini terbagi menjadi dua bagian :
1.
Apabila riya’ sejak awal, yaitu bahwa orang tersebut dalam melakukan amalannya
sudah mempunyai niat untuk riya’. Yang seperti ini membatalkan amalan.
2.
Apabila datang dengan tiba-tiba di tengah-tengah atau di akhir amalan dan
orang tersebut berusaha untuk menolak atau menghilangkan dari hatinya. Maka
yang seperti ini tidak sampai membatalkan amalannya.
b)
Sum’ah (mengamalkan suatu ibadah supaya didengar orang lain dalam rangka
mendapatkan popularitas). Pada hakekatnya sum’ah merupakan riya’ juga.
Dua
penyakit ini yang sangat rawan dalam hati karena sangat samar tidak terlihat
oleh mata sehingga seorang Muslim harus sangat berhati-hati. Ayat Al Qurr’an
dalam surat Al
Baqarah 264 serta hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dari shahabat
Mahmud bin Labid di atas menjadi perhatian bagi kita bahwa Allah Subhanahu wa
Ta’ala memanggil dengan panggilan ‘Wahai orang-orang yang beriman’ dan
Rasulullah mengkhawatirkan riya’ tersebut akan menimpa para shahabat. Hal ini
menunjukkan bahwa orang Mukmin pun apabila tidak hati-hati akan terkena
penyakit ini. Mudah-mudahan Allah selamatkan kita darinya.
Pembaca
yang semoga dimuliakan Allah, Syirik Akbar dan Syirik Ashghar memiliki cabang
yang sangat banyak dan memerlukan pembahasan yang sangat panjang. Tidak mungkin
kita paparkan dalam satu kali pertemuan. Tetapi yang penting untuk kita ketahui
adalah sifat atau ciri-ciri dari keduanya serta bahayanya sehingga kita
berhati-hati terhadap kedua-duanya. Barangsiapa yang jatuh ke dalam salah satu
di antara dua jenis syirik ini hendaknya ia segera bertaubat.
Firman
Allah Ta’ala :
“Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu dan kepada Surga yang luasnya seluas
langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali
Imran : 133)
Firman
Allah Ta’ala :
“Kecuali
orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal shalih maka kejahatan
mereka diganti oleh Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqan : 70)
Firman
Allah Ta’ala :
Katakanlah
: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Az Zumar : 53)
Keyakinan
Adanya Makhluk Allah Yang Mengetahui Hal Ghaib
Meyakini
adanya makhluk Allah yang mengetahui perkara-perkara ghaib termasuk salah
satu dari bentuk-bentuk kesyirikan. Karena salah satu dari aqidah Ahlus Sunnah
wal Jamaah adalah meyakini bahwa tidak ada satu pun dari makhluk Allah yang ada
di langit (seperti malaikat) ataupun di bumi (seperti Nabi-Nabi dan manusia
atau jin) yang mengetahui hal ghaib.
Di
antara dalil-dalil yang menunjukkan keyakinan Ahlus Sunnah ini adalah sebagai
berikut :
1)
Secara Umum Tidak Ada
Satu Makhluk Pun Yang Mengetahui Hal Ghaib
Dalil-dalil
yang menunjukkan secara umum tidak adanya satu makhluk pun yang mengetahui
hal-hal ghaib. Seperti ucapan Allah dalam surat
Hud : “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan
kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya. Maka sembahlah Dia dan
bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang
kamu kerjakan.” (QS. Hud : 123)
Dan
firman Allah dalam surat
Al Jin : “(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib. Maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu.” (QS. Al Jin : 26)
2)
Malaikat Tidak Mengetahui Hal Yang Ghaib
Para malaikat walaupun mereka adalah makhluk Allah yang
paling dekat dengan-Nya juga tidak mengetahui hal yang ghaib kecuali terhadap
masalah-masalah yang Allah beritahukan kepada mereka. Di antara dalilnya adalah
ucapan Allah dalam surat
Al Baqarah 32 : Mereka menjawab : “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami
ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah : 32)
Dan
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat As Saba’ 23 : Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah
melainkan bagi orang yang telah diijinkan-Nya memperoleh syafaat itu. Sehingga
apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata : “Apakah
yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab : “(Perkataan) yang
benar.” Dan Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. As Saba’ : 23)
Dalam
ayat ini dioceritakan bahwa malaikat bertanya-tanya tentang apa yang baru
dikatakan oleh Rabbnya. Ini menunjukkan kalau malaikat pun tidak mengetahui
yang ghaib.
3)
Rasulullah Serta Para Nabi Tidak Mengetahui Tentang Hal Ghaib
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam serta para Nabi dan Rasul tidak ada satu pun dari
mereka yang mengetahui hal ghaib kecuali perkara-perkara ghaib yang telah Allah
beritakan kepadanya.
Adapun
apa yang dikecualikan oleh Allah setelah ayat 26 dalam surat Al Jin di atas adalah tidak mutlak.
Ketika Allah mengatakan kecuali Rasul yang diridlai artinya kecuali Rasul yang
diberitahu sebagian tentang hal-hal ghaib. Adapun yang tidak diberitahukan oleh
Allah kepadanya, Rasul pun tidak mengetahuinya. Dengan demikian Rasulullah
tidak mengetahui hal yang ghaib secara mutlak. Yang mengetahui hal-hal ghaib
secara keseluruhan dan mutlak hanyalah Allah. Tidak ada satupun makhluk yang
mengetahuinya. Allah berfirman memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk menyatakan
bahwa dirinya tidak mengetahui hal yang ghaib : Katakanlah : “Aku tidak
berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan
kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib
tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa
kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita
gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al A’raf : 188)
Beliau
hanya mengetahui apa-apa yang diberitakan oleh Allah dalam wahyu-Nya
sebagaimana apa yang Allah katakan dalam firman-Nya : Katakanlah : “Aku tidak
mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku dan tidak (pula) aku
mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku
seorang malaikat. Aku tidak mengetahui kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.”
Katakanlah : “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. Maka
apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (QS. Al An’am : 50)
Demikian
pula ketika Allah Ta’ala berfirman menceritakan tentang ucapan Nabi Nuh
‘Alaihis Salam kepada kaumnya, juga meniadakan dari dirinya ilmu ghaib :
“Dan
aku tidak mengatakan kepada kamu bahwa aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan
kekayaan dari Allah dan tidak mengatakan bahwa aku mengetahui yang ghaib dan
tidak (pula) aku mengatakan bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat dan tidak
juga aku mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu
(( : sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka)). Allah
lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka, sesungguhnya aku kalau begitu
benar-benar termasuk orang-orang yang dhalim.” (QS. Hud: 31)
4)
Jenis Jin Pun Tidak Mengetahui Hal Ghaib
Bahkan
makhluk dari jenis jin pun tidak mengetahui hal yang ghaib. Ini sebagai
bantahan langsung dari Allah kepada para dukun-dukun yang mengaku mengetahui
hal ghaib :
“Maka
tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan
kepada mereka kematiannya kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala
ia telah tersungur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui
yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.” (QS. Saba’ : 14)
5)
Kahin (Dukun), Ahli Nujum, Dan Musya’widzin (Tukang Sihir) Tidak Mengetahui Hal
Ghaib
Kalau
kita sudah mengetahui bahwa malaikat-malaikat dan Nabi-Nabi kemudian jin-jin
tidak ada yang mengetahui perkara ghaib apalagi para kahin[3], dukun-dukun,
ahli nujum[4], tukang ramal, musya’widzin (tukang sihir), dan lain-lain.
Berikut
ini firman Allah Ta’ala yang menerangkan bahwa mereka tidak mengetahui hal
ghaib.
Firman
Allah Ta’ala : “Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu
hal-hal yang ghaib.” (QS. Ali Imran : 179)
Firman
Allah Ta’ala : “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada
yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang ada di
daratan dan di lautan dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula) dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan
tidak sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfudh).” (QS. Al An’am : 59)
Firman
Allah Ta’ala : “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi
dan kepada-Nya-lah dikembalikan semua urusan. Maka sembahlah Dia dan
bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang
kamu kerjakan.” (QS. Hud : 123)
Ayat-ayat
ini semuanya mengajak bicara orang kedua dengan lafadh kamu tidak mengetahui
atau tidak memperlihatkan kepadamu dan seterusnya. Ini menunjukkan kalau semua
manusia tidak mengetahui hal yang ghaib termasuk dukun, tukang sihir,
paranormal, dan lain-lain.
Bahkan
manusia itu sendiri tidak mengetahui berapa lamanya ia tidur sebagaimana yang
Allah kisahkan tentang ashabul kahfi yang tidur di dalam gua selama 309 tahun
:
Katakanlah
: “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua),
kepunyaan-Nya-lah semua yang ghaib (tersembunyi) di langit dan di bumi.
Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya dan Dia
tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.”
(QS. Al Kahfi : 26)
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda berkaitan dengan masalah di atas : Dari
Abdullah bin Umar radliyallahu ‘anhuma berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam : “Kunci-kunci keghaiban ada lima. Tiada yang mengetahui kelimanya kecuali
Allah. Tiada seorang pun yang mengetahui apa-apa yang dalam rahim kecuali Allah
dan tiada seorang pun yang mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia
akan mati, tiada seorangpun yang mengetahui kapan datangnya hujan kecuali Allah
dan tiada seorang pun yang mengetahui kapan datangnya hari kiamat kecuali
Allah.” (Telah mengeluarkan hadits ini, Al Bukhari dan Imam Ahmad dengan sanad
yang shahih)
Maka
para pembaca sekalian hendaknya mengambil pelajaran dan menyampaikannya kepada
orang yang belum mengetahui bahwa kita tidak perlu datang ke dukun-dukun,
tukang ramal, tukang sihir, ‘orang pintar’ atau ahli nujum, dan lain-lain
dengan tujuan untuk mengetahui perkara-perkara ghaib seperti siapa jodohnya,
darimana rezekinya, kapan ajalnya, dan seterusnya. Karena dua sebab :
Pertama,
perbuatan itu sia-sia karena sesungguhnya kita telah menyakini bahwa tidak ada
yang mengetahui hal-hal ghaib kecuali Allah.
Kedua,
kita telah berbuat suatu kesyirikan karena meyakini adanya ‘alimul ghaibi atau
yang mengetahui keghaiban selain Allah yang berarti menyamakan makhluk dengan
khaliqnya dalam masalah mengetahui ilmu ghaib.
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengancam : “Barangsiapa yang mendatangi
dukun-dukun kemudian mempercayainya maka dia telah kafir dengan apa yang telah
diturunkan pada Muhammad.”
Demikianlah,
semoga Allah memberikan hidayah kepada kita dan seluruh kaum Muslimin kepada
jalan yang lurus dan selamat. Selamat dari kesyirikan dan kesesatan di dunia
dan selamat dari adzab Allah di akhirat.
(Dikutip dari Majalah SALAFY XXXVI/1421/2001, judul asli Membersihkan Diri Dari
Noda Syirik. Ditulis oleh Al Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin Al Atsari dengan
sedikit perubahan)
Catatan
kaki:
[1]
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan secara mutlak (umum).
Artinya, semua jenis syirik yang besar ataupun yang kecil kalau pelakunya mati
dan tidak sempat bertaubat tidak akan diampuni dosanya. Dalam masalah ini ulama
berbeda pendapat. Yang benar adalah pendapatnya jumhur ulama yaitu membedakan
antara syirik besar dan kecil. Sedang yang dimaksudkan oleh Allah dalam ayat
ini adalah syirik akbar (besar). Adapun syirik ashghar (kecil) menurut mereka
di bawah kehendak Allah (kalau Allah menghendaki mengampuni, pelakunya tidak
akan diadzab tetapi kalau Allah menghendaki untuk mengadzab, ia harus
dimasukkan terlebih dahulu ke dalam neraka meskipun setelahnya akan dimasukkan
ke dalam Jannah). Wallahu a’lam. Syaikh Shalih Al Utsaimin berkata : “Meskipun
dalam hal ini terdapat perbedaan tetapi yang wajib bagi setiap individu adalah
berhati-hati terhadap kedua-duanya (syirik besar maupun syirik kecil).”
[2]
Manusia di sini mencakup yang Muslim ataupun yang kafir, pria ataupun wanita,
tua atau pun muda.
[3]
Kahin (dukun) yaitu orang yang selalu mengabarkan kepada manusia tentang
sesuatu yang ghaib yang belum terjadi atau arraf (paranormal) yaitu yang selalu
memberitahukan tentang tempat barang-barang yang hilang, sihir dan kecurian,
atau nama pencurinya, siapa yang menyihir, dan lain-lainnya dari semua kejadian
yang telah lewat dan manusia tidak mengetahuinya.
[4]
Orang yang mengatakan dirinya tahu tentang hal yang ghaib melalui perbintangan
dengan mempelajari gerak-geriknya untuk mengetahui kejadian-kejadian yang ada
di bumi.
Sumber
: http://salafiyunpad.wordpress.com