Rabu, 07 Agustus 2013

Makna Idul Fitri

 Makna Idul Fitri

Bagi muslim yang diterima puasanya karena mampu menundukan hawa nafsu duniawi selama bulan Ramadhan dan mengoptimalkan ibadah dengan penuh keikhlasan, maka Idul Fitri adalah hari kemenangan sejati, dimana hari ini Allah Swt akan memberikan penghargaan teramat istimewa yang selalu dinanti-nanti oleh siapapun, termasuk para nabi dan orang-orang shaleh, yaitu ridha dan magfirahNya, sebagai ganjaran atas amal baik yang telah dilakukannya. Allah Swt juga pernah berjanji, tak satupun kaum muslimin yang berdoa pada hari raya Idul Fitri, kecuali akan dikabulkan.
Pertanyaannya, kira-kira puasa kita diterima apa tidak? Atau yang kita lakukan ini hanya ritual-simbolik, sebatas menahan lapar dan haus, seperti yang pernah disinyalir Nabi Muhamad Saw? Jawabnya, Allahu ‘alam, kita tak tahu sejatinya. Tapi menurut para ulama, ada beberapa indikasi, seseorang dianggap berhasil dalam menjalankan ibadah puasa: ketika kualitas kesalehan individu dan sosialnya meningkat. Ketika jiwanya makin dipenuhi hawa keimanan. Ketika hatinya sanggup berempati dan peka atas penderitaan dan musibah saudaranya di ujung sana. Artinya penghayatan mendalam atas Ramadhan akan membawa efek fantastik, individu, maupun sosial.
Penghayatan dan pengamalan yang baik terhadap bulan ini akan mendorong kita untuk kembali kepada fitrah sejati sebagai makhluk sosial, yang selain punya hak, juga punya kewajiban, individu dan sosial. Sudahkan kita merasakannya? Itulah rahasia kenapa selamat hari raya Idul Fitri seringkali diakhiri dengan ucapan Minal ‘Âidîn wal Faizîn (Semoga kita termasuk orang-orang yang kembali pada fitrah sejati manusia dan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat). Selain sebagai doa dan harapan, ucapan ini juga bak pengingat, bahwa puncak prestasi tertinggi bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa paripurna, lahir dan bathin, adalah kembali kepada fitrahnya (suci tanpa dosa).
Makna Idul Fitri
Sejak Idul Fitri resmi jadi hari raya nasional umat Islam, tepatnya pada tahun II H. kita disunahkan untuk merayakannya sebagai ungkapan syukur atas kemenangan jihad akbar melawan nafsu duniawi selama Ramadhan. Tapi Islam tak menghendaki perayaan simbolik, bermewah-mewah. Apalagi sambil memaksakan diri. Islam menganjurkan perayaan ini dengan kontemplasi dan tafakur tentang perbuatan kita selama ini.
Syeikh Abdul Qadir al-Jailany dalam al-Gunyah-nya berpendapat, merayakan Idul Fitri tidak harus dengan baju baru, tapi jadikanlah Idul fitri ajang tasyakur, refleksi diri untuk kembali mendekatkan diri pada Alah Swt. Momen mengasah kepekaan sosial kita. Ada pemandangan paradoks, betapa disaat kita berbahagia ini, saudara-saudara kita di tempat-tempat lain masih banyak menangis menahan lapar. Bersyukurlah kita! Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1428 H. Mohon maaf lahir dan bathin.

Muhammadiyah Tidak Hadir dalam Sidang Isbat

Muhammadiyah Tidak Hadir dalam Sidang Isbat

islampos_din_syamsuddin
KETUA Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin memastikan bahwa Muhammadiyah tidak akan mengirim utusan untuk menghadiri siding Itsbat yang direncanakan akan dilaksanakan sore ini, Rabu (7/8/2013). Hal tersebut menurutnya dikarenakan Sidang Isbat  lebih syarat politis dibanding bermusyawarah mencari titik temu.
Hal tersebut disampaikan Din Syamsuddin seusai menerima rombongan dari Dewan Pengurus Pusat Partai Golkar yang dipimpin Oleh Abu Rizal Bakrie di Gedung Dakwah Muhammadiyah Jl. Menteng Raya No.62, Jakarta Pusat, Selasa (06/08/2013).
Din menilai, sejak Kementerian Agama dipimpin oleh Suryadharma Ali, sidang isbat menjadi sangat politis karena Menteri Agama RI saat ini memang dijabat dari kalangan Partai Politik.
Alasan lain menurut Din Syamsuddin, adalah perbedaan metode yang dipakai pemerintah yang tidak mungkin mengakomodasi metode lain yang berbeda dengan pemerintah.
“Kami berpendapat karena pendekatannya (Pemerintah) harus melihat posisi Hilal atau bulan. Artinya, yang kami sampaikan (etode Muhammadiyah) pasti tidak dilihat pendapatnya. Kami datang jadi hanya sebagai pemanis saja,” tegasnya.
Sebelumnya ketua PP Muhammdiyah Haedar Nashir Menanggapi undangan Kementerian Agama RI untuk diskusi dan sarasehan mengenai penetapan Ramadhan dan Syawal mengatakan, perlunya waktu yang lebih baik agar lebih leluasa dan bukan malah seperti mengejar setoran.
“Jika mau membahas dan mencari titik temu atas perbedaan penetapan Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, lebih baik lakukan di waktu dan forum lain yang lebih leluasa, jangan seperti ingin ngejar setoran,” tegasnya.

MARI BERUPAYA MENTADABURI AL-QURAN

Mentadaburi Al-Quran


Allah menurunkan Al-Quran sebagai petunjuk kepada jalan kebenaran, cahaya yang menerangi kegelapan, pelita yang membimbing di tengah perjalanan menuju akherat, kurikulum kehidupan, nasehat yang penuh manfaat, semakin dikaji semakin bertambah keimanan, semakin mendalam keilmuan, maka semakin memperkuat motivasi untuk beramal. Di dalamnya terdapat makna-makna yang lebih segar dan lebih nikmat dari air dingin bagi orang yang kehausan, lebih lembut dari hembusan angin di taman bunga, lebih terang dari sinar mentari yang menyinari alam.


Begitulah diantara ungkapan para ulama tafsir yang mengkaji ayat-ayat Al-Quran, mereka semua ketemu kepada satu kesimpulan bahwa Al-Quran adalah kitab yang selalu baru ayat-ayatnya walau dibaca berulang-ulang, tidak akan pernah bosan mengkajinya, ia akan selalu menghadirkan suatu yang baru berupa iman, ilmu dan kefahaman, karena ia adalah mu’jizat dari sisi Alllah, kitab yang mengandung keberkahan, kemudian kita diperintahkan untuk mentadaburinya. Allah berfirman:

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ ص : 29
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shaad: 29)

Imam As-Sa’di dalam tafsirnya Taisir Karimir Rohman beliau menjelaskan, “bahwa makna ‘Mubarokun’ ialah di dalam Al-Quran terdapat keberkahan yang banyak, ilmu yang melimpah, hikmah diturunkan Al-Quran ini adalah untuk mentadaburinya, karena dengan mentadaburi dan mentafakurinya secara berulang-ulang akan mendapatkan keberkahan dan kebaikan yang banyak.” 

Imam Qusyairi dalam tafsirnya mengatakan: "Mubarokun adalah Al-Quran, yang berarti besar manfaatnya, selalu kekal dan tidak tergantikan dengan kitab yang lain, kemudian dijelaskan bahwa keberkahan itu ada dalam mentadaburi dan mentafakuri makna-maknanya.”

Lalu yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah: mengapa keberkahan, ketenangan, kebahagiaan, keindahan akhlak, kemuliaan, kemenangan, itu belum dapat dirasakan oleh sebagian besar umat islam, padahal Al-Quran ada di tengah-tengah mereka, sedangkan Al-Quran yang ada saat ini seperti halnya juga Al-Quran yang diturunkan kepada Rosulullah ketika itu dan dipelajari oleh para sahabat. Kemudian mereka menjadi teladan dalam keimanan mereka, dalam ibadah mereka, dalam akhlak mereka, dalam kehidupan mereka secara nyata, walaupun saat itu dengan keterbatasan yang ada, zaman yang tidak memiliki kecanggihan seperti  saat ini?.

Bukan Al-Qurannya yang salah, namun pengambilan Al-Quran itu yang berbeda, rasa kebutuhan yang kurang terhadap Al-Quran, keingianan untuk menjadikan Al-Quran sebagai satu-satunya pedoman yang membimbing kepada kehidupan yang benar itu masih belum banyak disadari, bahkan sebagian orang menganggap Al-Quran tidak penting dan tidak relevan dengan zaman sekarang bahkan berpaling darinya, lebih suka produk-produk pemikiran yang sangat tidak sejalan dengan Al-Quran.

Ketika Allah mengatakan pada ayat:
 لَقَدْ أَنزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ  الأنبياء: 10 
 Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?” (QS. Al-Anbiya: 10)

Imam Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya Al-Jami’ li ahkamil Quran, “pendapat yang paling kuat dari ayat ini adalah seperti ayat:  وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ

Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu.”. (Az-Zukhruf: 44)
 “yaitu ia merupakan kemuliaan bagi siapa yang mengamalkannya baik dari orang quraisy ataupun buhkan orang quraisy. “
Tenyata di sinilah kuncinya, kemuliaan itu ada pada pengamalan isi Al-Quran.
Al-Quranul karim mempunyai pengaruh yang agung dalam proses perbaikan diri dan mensucikannya. Rosulullah memiliki perhatian yang besar dalam membina sahabat-sahabatnya. Sahabat Rosulullah, Jundub bin Abdullah ra mengatakan:
 قاله جندب بن عبدالله -رضي الله عنه- قال: كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم ونحن فتيان حزاورة فتعلمنا الإيمان قبل أن نتعلم القرآن، ثم تعلمنا القرآن فازددنا به إيماناً
“Kami bersama Rosulullah saat kami masih belia, kami mempelajari keimanan sebelum mempelajari Al-Quran, kemudian kami mepelajari Al-Quran maka bertambahlah keimanan kami.
Begitulah Al-Quran, bahwa ia memang bersumber dari yang Maha Kuasa, berapa banyak kisah-kisah, novel-novel, yang mungkin membuat kita terpesona dengan kisah-kisahnya, bahkan berderai air mata, haru, tersenyum, puas, namun banyak yang tak berminat lagi untuk membacanya ulang  dua sampai tiga kali bahkan sampai 10 kali. Adapun Al-Quran, semakin dibaca semakin nikmat, semakin diulangi semakin bertambah kelezatannya, bahkan tak pernah bosan walau dibaca lebih dari 17 kali sehari. 

Imam Ibnul Qayyim mengatakan: “Kalau sekiranya orang-orang mengetahui apa-apa yang di dalam Al-Quran mereka akan sibuk dengannya dari pada urusan lainnya.  Apabila engkau baca dengan tafakur, kemudian engkau temui ayat yang mengobati hatimu engkau akan ulang-ulangi ayat itu walaupun sampai seratus kali, walaupun sepanjang malam. Membaca ayat dengan tafakur lebih baik dari menghatamkannya tanpa tadabur dan pemahaman, dan lebih memberi manfaat bagi hati, menghantarkan kepada keimanan dan merasakan manisnya Al-Quran.” (Kitab Miftah Darus Sa’dah 1/553-554) 

Begitulah para salafusholih dalam mentadaburi Al-Quran. Suatu malam Rosulullah saw sholat dan mengulangi-ulangi ayat yang sama إن تعذبهم فإنهم عبادك و إن تغفرلهم فإنك أنت العزيز الحكيم sampai shubuh menjelang.” 

Begitulah juga kisah Imam Abu Hanifah yang diceritakan oleh Yazid bin Al-Kimyat, ia berkata: “Abu Hanifah adalah seorang yang sangat  takut kepada Allah SWT, suatu  malam  Ali bin  Al-Husain membaca Surat Al-Zilzalah (Idza Dzul zilatil ardhu zil zalaha)  ketika sholat isya, dan Abu Hanifah berada di belakangnya. Ketika selesai sholat, orang-orang keluar dari masjid dan aku melihat kepada Abu Hanifah sedang duduk, berdzikir kemudian ia sholat dan  mengulangi  membaca surat Al-Zilzalah. Aku  memutuskan  untuk pergi  meninggalkannya  sehingga beliau tidak terganggu  dengan keberadaanku. Lalu aku keluar dari masjid. Ketika aku keluar, aku tinggalkan sebuah lampu yang minyaknya  tinggal sedikit. Ketika  aku tiba kembali saat fajar,  lalu aku mengumandangkan azan dan menyalakan lampu. Ketika itu aku melihat  Abu Hanifah masih berdiri  sambil membaca surat  Al-Zilzalah berulang-ulang. Ketika melihatku ia bertanya, “Apakah engkau akan mengambil lampu?” lalu ku jawab: “Aku telah mengumandangkan azan shubuh.” Kemudian ia berkata: “Sembunyikan apa yang engkau lihat dariku”.  Lalu ia sholat dua rakaat, kemudian duduk menunggu iqomat, dan sholat shubuh bersama  kami masih dengan wudhu tatkala  ia sholat isya malam  sebelumnya. 

Maka ‘tidak mengkaji dan mentadaburi Al-Quran’ merupakan salah satu tanda bahwa ada pintu yang terkunci rapat sehingga menutupi hati ini. Tutup itu harus dibuka, dan kuncinya adalah mentadaburi Al-Quran, agar cahaya iman masuk ke dalamnya. Allah berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا 24
 “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24) 

Syeikh Muhammad Sayyid Thotowi dalam tafsir Al-Wasith mengomentari ayat ini dengan mengatakan: “ayat ini adalah pengingkaran kepada orang-orang munafik yang mereka berpaling dari Al-Quran, bahkah mereka tidak mau mentadaburinya, walaupun di dalamnya penuh dengan pelajaran, perintah dan larangan, karena di hati mereka ada tutup yang menghalangi antara mereka dan tadabur. ‘Al-Aqfalun’ bentuk jama’ dari Quflun, yaitu berupa alat untuk mengunci pintu atau sejenisnya, maksud ayat ini adalah penjelasan bahwa hati mereka tertutup dan terkunci rapat, tidak masuk keimanan ke dalamnya dan tidak keluar darinya kemunafikan dan kekufuran.” 

Begitu juga penjelasan ayat diatas dalam tafsir Al-Kasyaf,bahwa maksud hati di sini ada dua, pertama hati yang keras, dan kedua hati sebagian orang munafik, adapun kunci di sini  adalah kekufuran yang mengunci rapat hati mereka.”

Imam Sayyid Thontowi melanjutkan, “bahwa para ulama mengatakan ayat di atas menunjukkan wajib hukumnya mentadaburi dan mentafakuri ayat-ayat Al-Quran, kemudian mengamalkan apa yang di dalamnya, dari petunjuk, perintah dan larangan, adab dan hukum-hukumnya, karena tidak mentadaburinya akan menyebabkan kepada kekerasan hati serta kesesatan jiwa, sebagimana keadaan orang-orang munafik.” 

Hal senada diungkapkan oleh Ustadz Sayyid Qutb dalam tafsirnya, ketika mengomentari ayat ini beliau mengatakan:  “Tadabur Al-Quran menghilangkan penutup hati, membuka jendelanya, memperoleh cahaya, menggerakan perasaan (indera), menguatkan hati, mengikhlaskan nurani (batin), menumbuhkan kehidupan di dalam jiwa, berkilau dengannya, kemudian terbit dan menyinari.” 

Bahkan Syeikh Syinqithi dalam tafsir beliau Adhwa’ul Bayan, ketika menjelas ayat di atas beliau dengan agak keras mengatakan bahwa, “Allah mencela orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Allah sebagaimana dijelaskan dalam firmannya:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَى فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا  الكهف : 57

“Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (Al-Kahfi: 57) 

Maka kata beliau melanjutkan, “ayat di atas menunjukkan bahwa mentadaburi Al-Quran, memahaminya dan mempelajarinya adalah suatu keharusan bagi kaum muslimin. Siapa saja yang tidak disibukkan dengan mentadaburi ayat-ayat Allah, atau memahaminya, mempelajari makna-maknanya kemudian mengamalkannya, maka ia termasuk ‘mu’ridh’ atau orang yang berpaling, dan termasuk orang yang dicela dalam ayat di atas jika Allah telah memberinya kefahaman untuk dapat mentadaburinya.” 

Rosulullah pernah mengadu kepada Allah bahwa kaumnya telah meninggalkan Al-Quran, sebagaimana firman-Nya:
وَقَالَ الرسول يارب إِنَّ قَوْمِي اتخذوا هذا القرآن مَهْجُوراً

Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan." (QS.  Al-Furqan : 30)

Imam Ibnul Qayyim menjelaskan ayat ini dalam kitab Al-Fawaid: “Tidak mengacuhkan Al-Quran memiliki beberapa macam pengertian: Pertama, tidak mendengarkan dan mengimaninya. Kedua, tidak mengamalkannya, tidak peduli dengan halal dan haramnya, walaupun ia membaca dan mengimaninya. Ketiga, meninggalkannya ialah tidak menjalankan hukum-hukumnya. Keempat, meninggalkannya dengan tidak mentadaburi, memahaminya dan mengetahui maksud dari apa yang disampaikan Allah dalam ayat-ayat-Nya. Kelima, meninggalkan al-Quran dalam arti tidak menjadikan Al-Quran sebagai obat dari penyakit-penyakit hati.”

Apa buah dari mentadaburi Al-Quran? Diantara hasil yang didapat dari mentadaburi Al-Quran antara lain:


Pertama, menghasilkan keyakinan yang semakin mantap di dalam hati, rasa takut dan harap serta merasakan keagungan Allah.

Al-Quran adalah laksana air yang hati sebagai mana air hujan menyirami tumbuhan. Pohon tidak dapat hidup, bahkan ia akan kering dan mati jika tidak disirami oleh air. Begitu juga hati akan mati dan dan keras jika  jika tidak pernah disirami Al-Quran, hilang rasa sensitifnya, halal dan haram sama saja, bahkan menjadi remang, dosa atau tidak dosa sudah tidak dapat lagi dibedakan, bahkan memandang kemaksiatan adalah satu hal yang biasa. Hati yang selalu disirami Al-Quran akan selalu hidup, mempunyai pengaruh, sehingga bergetarlah jiwanya ketika mendengar ayat-ayat Allah. Begitulah ungkapan tadabur yang indah di dalam ayat 21-23 surat Az-Zumar, sebagaimana artinya:

Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.


Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.


Allah telah
menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang yang dapat memberi petunjuk.” (QS. Az-Zumar 21-23).

Kedua, b
ertambahnya keimanan dan merasakan kelapangan hati. 


وإِذَا مَا أُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَاناً فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُواْ فَزَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ  سورة التوبة 9/124

“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.” (QS. At-Taubah: 124)
Orang-orang yang beriman selalu merasa gembira dan lapang hatinya ketika ayat-ayat Allah disampaikan.

Ketiga, kemenangan umat muslimin dengan Al-Quran.


Sebagaimana telah dibuktikan oleh kemenangan umat islam pada masa-masa keemasannya, yang menjadikan Al-Quran sebagai satu-satunya sumber inspirasi yang mereka mempelajarinya tidak lebih dari 10 ayat dan tidak pindah kepada ayat selanjutnya sebelum mereka mengamalkannya.


Seorang pemimpin Prancis mengatakan dalam peringatan 100 tahun penjajahan Al-Jazair: “Sesungguhnya kita tidak akan menang terhadap orang-orang Al-Jazair, selagi mereka membaca Al-Quran dan berbahasa arab, maka wajib bagi kita untuk menghilangkan Al-Quran yang berbahasa arab dari keberadaannya dan mencabut ucapan bahasa arab dari lisan mereka.”


Hal itupun telah mereka perbuat terhadap Turki dan Negara islam lainnya.

Bagaimana mentadaburi Al-Quran? Diantara cara mentadaburi Al-Quran sebagai berikut:

Pertama,
menghadirkan hati dan fikiran. Kemudian bacalah Al-Quran dengan tartil, dengan bacaan terbaik yang kita mampu, karena kekhusyu’an dalam membaca Al-Quran sangat membantu dalam mentadaburi dan memahaminya.
 


Kedua, merasakan keagungan Allah seakan-akan Allah sedang berbicara dengan kita melalui Al-Quran. Imam Ali berkata; “Jika aku ingin Allah berkata-kata denganku maka aku membaca Al-Quran, jika aku ingin berbicara dengan Allah maka aku lakukan sholat.”

Ketiga,
berusaha memahami arti dan maksudnya, sambil menggunakan kitab tafsir dan Al-Quran terjemah, kitab tafsir yang dapat membantu seperti Tafsir Ibnu Katsir, tafsir Fi Zhilalil Quran, dan tafsir Syeikh Sa’di.
 


Keempat, menghubungkan Al-Quran dengan realitas kehidupan yang sedang kita rasakan, kemudian berusaha untuk mengamalkan apa yang dapat difahami dari ayat-ayat tersebut. Sebagaimana para sahabat yang mempelajari Al-Quran dengan satu tujuan, yaitu untuk mengamalkan isinya, bukan untuk menambah wawasan ataupun sekedar menikmati cerita, kisah dan bacaannya. Mereka mempelajari sepuluh ayat, setelah mereka mengamalkannya mereka melanjutkanya pada ayat-ayat selanjutnya.
Wallahu a’lam bishowab.

Wejangan Spiritual Maulana Syaikh Ghauts Hasan

Wejangan Spiritual Maulana Syaikh Ghauts Hasan

(Dikutip dari kitab"Irsyad 'ala Salikin - Bimbingan Bagi Para Penempuh Jalan Ruhani)



A’udzubillahi minasysyaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala Alihi Muhammad wa Ashabihil Akhyaar.

Allah Ta’ala Berfirman :

“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”
(Qur’an surah an Nisaa ayat 69)

Secara garis besar, Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa seluruh maqam spiritual yang ada dikelompokkan menjadi empat golongan ; Yang pertama adalah maqam Nubuwwah (Kenabian), mereka adalah para Rasul dan Anbiya Alahimu Shalatu wa Salam yang diutus Allah kepada umat manusia untuk menyampaikan risalah-Nya, tidak ada seorangpun yang dapat mencapai maqam ini setelah Rasulullah Saww, karena beliau adalah Khatamul Anbiya’u wal Mursalin, beliau adalah penutup bagi maqam nubuwwah ; Yang kedua adalah maqam Shiddiqin, mereka adalah orang-orang yang selalu bersama kebenaran, mereka adalah pengikut setia daripada maqam Nubuwwah, merekalah orang-orang yang senantiasa ada pertama kali dalam mengikuti kebenaran, dan melalui merekalah kebenaran akan dikenali ; Yang ketiga adalah maqam Syuhada, mereka adalah orang-orang yang bersaksi akan kebenaran Allah Ta’ala, mereka mengarahkan pandangannya hanya kepada Nya. Tidak ada sesuatu yang mereka harapkan melebihi harapan mereka akan ridha Allah Ta’ala ; Yang keempat adalah maqam Shalihin, mereka adalah orang-orang terbaik dari umat manusia didalam ketaatan kepada Allah. Mereka senantiasa mengikuti petunjuk dan tuntunan dari orang-orang yang terdahulu didalam ketakwaan, mereka inilah yang menjadi permata dari hamba-hamba Allah.

Golongan umat Islam telah keliru menilai bahwa Sayyidina Abu Bakar adalah pemimpin shiddiqin, padahal sayyidina Abu Bakar sendiri berkata,“Aku bukanlah yang terbaik diantara kalian selama ada Ali bin Abi Thalib ditengah-tengah kalian.” Sesungguhnya Imam Ali kw adalah satu-satunya yang menyandang gelar pemimpin shiddiqin, tidak ada seorangpun yang melebihi Imam Ali diantara seluruh umat Rasulullah Muhammad Saww. Tidak ada seorangpun diantara umat Islam ini dapat menyamai atau melebihi derajat Ahlulbait Rasulullah Saww dalam kedudukan disisi-Nya, apalagi melebihi Imam Ali kw sebagai penghulu dari Ahlulbait. Hal ini adalah kebenaran yang tidak dapat dibantah, semua sahabat memiliki keutamaan masing-masing termasuk Sayyidina Abu Bakar, namun tidak ada seorangpunpun yang pantas untuk dibandingkan dengan Ahlulbait, karena Ahlulbait adalah sumber keutamaan. Mengenai hal ini Rasulullah Saww bersabda :

“Orang yang termasuk penghulu shiddiqin ada tiga. Pertama adalah Habib an Najjar, salah seorang keluarga Yasin yang beriman, yang mengatakan,”Wahai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu.” Yang kedua adalah Hizqil, salah seorang budak Fir’aun yang beriman yang mengatakan (Kepada Fir’aun), “Apakah engkau akan membunuh seseorang karena dia menyatakan Tuhanku adalah Allah?” Shiddiqin yang ketiga adalah Ali bin Abi Thalib, dia adalah yang terunggul diantara mereka semua.”
(HR. Ibnu Asakir ; Diriwayatkan juga oleh Abu Nu’aim dalam kitab “Al Marifah” dari Abu Laila, dengan tingkatan hadits hasan menurut persyaratan Bukhari dan Muslim ; Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibn an Najjar dari Abdullah bin Abbas)

Rasulullah Saww bersabda :

“Ada tiga orang dari tiga umat yang tidak pernah menyekutukan Allah sekejap matapun. Yaitu Ali bin Abi Thalib, Shahib Yasin, dan orang yang beriman dari kalangan keluarga Fir’aun. Mereka semua adalah para Shiddiqun ; Habib an Najjar “Mu’min” atau Shahib Yasin ; Hizqil yang beriman dari keluarga Fir’aun ; dan Ali bin Abi Thalib. Ali adalah yang paling utama diantara mereka.”
(Muhammad bin Yusuf al Kanji al Qurasyi dalam kitab “Kifayat al Thalib” bab. 24)

Dan karena hadits diataslah Imam Ali bin Abi Thalib kw pernah berkata, “Aku adalah Shiddiq al Akbar, siapapun selain aku tidak berhak mengatakan menyandang maqam ini.”
(HR. Ibnu Najjar dari Abdullah bin Abbas ; Abu Nu’aim dalam kitab “Al Marifah” dari Abu Laila ; Sayyid Ismail bin Mahdi al ghurbani al Hasani dalam kitab “Nafas ar Rahman fi ma li Ahbab Allah min ‘Uluww asy Syan”, Terbitan Mu’assasah Dar al Fikr, Abu Dhabi – Uni Emirat Arab, cetakan ke 4, Ramadhan 1410H / 1990 M)

Maqam shiddiqin adalah maqam yang sangat tinggi, inilah maqam tertinggi dibawah kenabian, sehingga diantara para waliyullah pun hanya sedikit orang yang berhak menyandang derajat ini. Shiddiq artinya benar, maka mereka yang termasuk dalam kelompok shiddiqin adalah orang-orang yang senantiasa benar setiap ucapan, bersitan hati, dan perbuatannya. Mereka tidak pernah berpaling dari kebenaran, dan selalu ada untuk menegakkan kebenaran. Dalam setiap jaman mereka dipimpin oleh “Shiddiq al Akbar”, dan shiddiq al Akbar untuk umat Rasulullah Muhammad Saww adalah Imam Ali kw. Tidak ada seorang waliyullah pun yang mendapatkan maqam kewalian, melainkan mereka memperolehnya karena berkah Imam Ali kw, karena beliaulah pemimpin para waliyullah, dan melalui beliaulah ilmu-ilmu Ilahiyyah mengalir kedalam hati para waliyullah, karena Imam Ali kw adalah “Babul ilmi,” gerbang dari samudera ilmu Rasulullah Saww.

Tidak diragukan lagi bahwa manusia paling agung diantara seluruh sahabat Rasulullah Saww adalah Imam Ali bin Abi Thalib kw. Beliau adalah orang yang tidak pernah menyembah berhala, beliau laki-laki yang paling pertama beriman kepada Allah dan Rasulullah Saww, beliau yang pertama kali melaksanakan shalat bersama Rasulullah Saww, beliau orang yang tidak pernah merasakan khamr, beliaulah satu-satunya orang yang lahir didalam Ka’bah, darah adalah hal yang najis, namun darah Imam Ali kw adalah darah yang suci, sehingga Allah mengijinkan beliau lahir didalam Baitullah. Imam Ali kw adalah orang yang rela mengorbankan nyawanya menggantikan Rasulullah Saww ketika hijrah. Beliau adalah lulusan terbaik dari madrasah Nubuwwah, yang dididik semenjak kecil oleh Rasulullah Saww. Sehingga beliau Saww bersabda tentang Imam Ali kw :

“Kalau keimanan Ali dan keimanan umatku ditimbang, tentu keimanan Ali lebih berat dari keimanan (seluruh) umatku hingga hari kiamat.”
(HR. Ahmad didalam Al Musnad ; Ibnu Maghazali didalam Al Manaqib ; al Khatib al Khawarizmi didalam kitab Al Manaqib ; al Hafidz Sulaiman al Qunduzi al Hanafi didalam kitab Yanabi al Mawaddah)

Diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, bahwa Rasulullah Saww bersabda :

“Kalau tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi diletakkan pada satu piringan timbangan, dan keimanan Ali diletakkan pada piringan timbangan yang lain, tentu keimanan Ali lebih berat.”
(Imam at Tsa’labi didalam kitab tafsirnya ; al Khawarizmi didalam kitab Al Manaqib ; Mir Sayyid Ali al Hamdani didalam Mawaddah al Qurba pada mawaddah ketujuh)

Rasulullah Saww bersabda kepada Imam Ali kw :
“Engkaulah saudaraku, penerima wasiatku, pembantuku, ahli warisku, hakim bagi agamaku, dan penerus kepemimpinan sepeninggalku.”
(HR. Ahmad didalam kitab “Al Musnad” ; Ibnu al Maghazali asy Syafi’i didalam kitab “Al Manaqib” ; at Tsa’labi didalam kitab tafsirnya)

Jabir bin Abdullah al Anshari meriwayatkan bahwa ketika kaum muhajirin dan anshar berkumpul, Rasulullah Saww bersabda kepada Imam Ali ditengah-tengah hadirin :
“Wahai Ali, kalau ada seseorang yang menyembah Allah dengan sungguh-sungguh beribadah, namun kemudian dia ragu-ragu kepadamu dan kepada Ahlulbaitmu karena kalian adalah manusia yang paling utama, maka orang itu berada didalam neraka.” Kemudian sebagian besar orang-orang yang ada di majelis itu mengucapkan istighfar kepada Allah Ta’ala, karena mereka mengira ada orang lain yang lebih utama dari Imam Ali kw.
(Allamah Mir Sayyid Ali al Hamdani didalam Mawaddah al Qurba pada mawaddah ketujuh ; Sayyid Ismail bin Mahdi al ghurbani al Hasani dalam kitab “Nafas ar Rahman fi ma li Ahbab Allah min ‘Uluww asy Syan”, Terbitan Mu’assasah Das al Fikr, Abu Dhabi – Uni Emirat Arab, cetakan ke 4, Ramadhan 1410H / 1990 M)

Rasulullah Saww bersabda :
“Ali adalah manusia yang terbaik, barangsiapa yang menolaknya (Dalam riwayat lain siapa yang meragukannya) maka dia benar-benar kafir.”
(al Muttaqi dalam kitab Kanzul Ummal juz.6, hal.159 dari Imam Ali, Abdullah bin Abbas, Ibnu Mas’ud, dan Jabir bin Abdullah ; Jalaluddin al Suyuthi dalam kitab al Jami ash Shagir juz.2, hal. 20-21 ; Allamah al Kanzi al Syafi’i dalam kitab Kifayat al Thalib bab.62, hal.119 cetakan al Ghur, th.1356H dari Imam Ali, Aisyah, Hudzaifah, Jabir bin Abdullah, dan Atha ; Al Hafizh Ibnu Asakir dalam kitab tarikh juz.50 ; Abu Khatib didalam Tarikh Baghdad)

Para waliyullah memperoleh derajat kewalian karena berkah Imam Ali kw, begitupun para sahabat memperoleh kemuliaan karena mengikuti Imam Ali. Sayyidina Umar bin Khattab mengatakan,“Kalau tidak ada Ali niscaya Umar celaka, kalau tidak ada Ali niscaya Umar binasa.” Sayyidina Umar disebut al Faruq oleh para sahabat lain karena dia mengikuti Imam Ali kw yang merupakan “Al Faruq al Azham” (Pembeda yang agung) mengenai hal ini Rasulullah Saww bersabda :

“Sepeninggalku akan terjadi fitnah. Jika itu terjadi, maka berpeganglah kepada Ali bin Abi Thalib. Dialah orang yang pertama melihatku, dialah yang pertama menyalamiku pada hari kiamat, dia bersamaku dilangit yang tinggi, dialah al Faruq al Azham yang menjadi pembeda antara kebenaran dengan kebatilan.”
(Al Hafidz Sulaiman al Qunduzi al Hanafi dalam kitab Yanabi al Mawaddah bab.56 yang meriwayatkan dari kitab al Sa’bin fi Fadhail Amir al Mukminin hadits no.12 dari Abu Dzar al Ghiffari ; Allamah al Kanzi al Syafi’i dalam kitab Kifayat al Thalib bab.44 dari Abu Laila al Ghifari dan Abdullah bin Abbas, menurutnya hadits ini hasan ali ; Allamah Mir Sayyid Ali al Hamdani didalam Mawaddah al Qurba pasal 6 dari Abu Laila al Ghifari)

Imam Ali kw adalah salah seorang manusia suci yang dijaga dan dipelihara oleh Allah Ta’ala dengan Firman Nya :

“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
(Qur’an surah al Ahzab ayat 33)

“Alhamdulillahiladzii ja’alana minal mutamasikiina bi wilayati Ali”

Segala puji dan syukur kepada Allah yang telah mengelompokkan kita sebagai pengikut Imam Ali bin Abi Thalib kw, beliaulah Syaikh kedua didalam silsilah thariqah Hasan wa Husein yang diberkahi ini. Karena itu sudah sepatutnya kita merasa bangga akan hal ini, kemudian kita semua harus bersungguh-sungguh didalam mengikuti dan meneladani setiap jejak langkah beliau. Karena setiap murid thariqah ini yang bersungguh-sungguh didalam ketaatan dan kecintaan kepada Allah, Rasulullah dan Ahlulbaitnya – Alaihimu Shalatu wa Salam – kelak di yaumil akhir akan berada pada mimbar-mimbar cahaya bersama dengan mereka semua.

Wa minAllahu at taufik, wa salallahu ala Sayyidina Muhammad wa alihi wasallam
Alhamdulillahirabbil alamin.

WEJANGAN DAN KEUTAMAAN IMAM ALI AS

WEJANGAN DAN KEUTAMAAN IMAM ALI AS

Makalah-makalah ini dikutip dari situs Thariqah Hasan wa Husein

Wejangan Tentang Akal

Wejangan Spiritual Imam Ali bin Abi Thalib as.


Kekayaan yang paling besar adalah akal.
Akal (kecerdasan) tampak melalui pergaulan, sedangkan kejahatan seseorang diketahui ketika dia berkuasa.
Akal adalah raja, sedangkan tabiat adalah rakyatnya. Jika akal lemah untuk mengatur tabiat itu, maka akan timbul kecacatan padanya.
Akal lebih diutamakan daripada hawa nafsu karena akal menjadi­kanmu sebagai pemilik zaman, sedangkan hawa nafsu memperbu­dakmu untuk zaman.
Makanan pokok tubuh adalah makanan, sedangkan makanan pokok akal adalah hikmah. Maka, kapan saja hilang salah satu dari kedua­nya makanan pokoknya, binasalah ia dan lenyap.
Duduklah bersama orang-orang bijak, baik mereka itu musuh atau akal bertemu dengan akal.
Tidak ada harta yang lebih berharga daripada akal.
Pertalian yang paling berharga adalah akal yang berpasangan de­ngan kemujuran.
Adab adalah gambaran dari akal.
Jika akal dibiarkan menjadi kendali, tidak tertawan oleh hawa nafsu, atau melampaui batas agama, atau fanatik terhadap nenek moyang, niscaya hal itu akan mengantarkan pelakunya pada keselamatan.
Jika engkau hendak menutup sebuah kitab, maka hendaklah eng­kau teliti kembali kitab itu. Karena sesungguhnya yang kau tutup adalah akalmu.
Jika Allah hendak menghilangkan nikmat dari seorang hamba-Nya, maka yang pertama kali diubah dari hamba-Nya itu adalah akal­nya.
Akal adalah naluri, sedangkan yang mengasuhnya adalah berbagai pengalaman.
Akal adalah buah pikiran clan pengetahuan yang sebelumnya ti­dak diketahui.
Ruh adalah kehidupan badan, sedangkan akal adalah kehidupan ruh.
Akal adalah rekaman terhadap berbagai pengalaman.
Rasulmu adalah juru terjemah akalmu.
Pahamilah kabar jika kalian mendengarnya dengan akal yang pe­nuh dengan pemahaman, bukan akal yang sekadar meriwayatkan. Sesungguhnya periwayat ilmu banyak jumlahnya, sedangkan yang memahaminya sedikit.
Orang yang berakal bersaing dengan orang-orang saleh agar dapat menyusul mereka, clan dia ingin sekali dapat berserikat dengan memka karena kecintaannya terhadap mereka-meskipun amalnya tidak mampu menyamai mereka.
Orang berakal, jika berbicara dengan suatu kalimat, maka ikut ber­samanya hikmah dan nasihat.
Orang yang paling bijak akalnya dan yang paling sempurna keuta­maannya adalah yang mengisi hari-harinya dengan perdamaian, bergaul dengan saudara-saudaranya dengan rekonsiliasi, dan mene­rima kekurangan zaman.
Tidaklah patut bagi orang yang berakal kecuali berada dalam salah satu dari dua kondisi ini, yaitu berada dalam cita-cita yang paling (hubungan individu dengan masyarakat) tinggi untuk mencari dunia, atau berada dalam cita-cita yang pa­ling tinggi untuk meninggalkannya.
Tidaklah layak bagi seorang yang berakal untuk menuntut ketaatan orang lain (terhadapnya), sedangkan ketaatannya terhadap dirinya sendiri ditolak.
Orang yang berakal adalah orang yang mencurigai pendapatnya sendiri dan tidak mempercayai apa yang dipandang baik oleh diri­nya.
Orang yang berakal adalah yang menjadikan pengalaman-peng­alaman (hidup) sebagai nasihat baginya.
Sesungguhnya perkataan orang-orang berakal, jika benar, maka ia adalah obat namun jika salah, maka ia adalah penyakit.
Permusuhan orang-orang pintar adalah permusuhan yang paling berat dan paling berbahaya karena ia hanya terjadi setelah didahului dengan hujah dan peringatan, clan setelah tidak mungkin lagi ada perdamaian di antara keduanya.
Sesungguhnya sesuatu yang tidak disukai (kesialan) memiliki ba­tas yang pasti akan berakhir. Oleh karena itu, seorang yang berakal hendaknya bersikap tenang sampai kesialan itu hilang (berlalu dengan sendirinya). Sebab, menghindar darinya sebelum habis waktu­nya hanya akan menambah kesialannya.
Orang yang paling disukai oleh orang berakal adalah musuhnya juga berakal. Sebab, jika musuhnya itu berakal, maka dia akan me­rasa aman dari kejahatannya.
Celaan orang-orang yang berakal lebih berat daripada hukuman seorang penguasa.
Permulaan pendapat orang berakal adalah akhir pendapat orang bodoh.
Bagi orang yang berakal, hidup dalam kesusahan bersama orang­orang berakal lebih disenangi daripada hidup dalam kelapangan bersama orang-orang bodoh.

Rukun-rukun Islam

Wejangan Spiritual Imam Ali bin Abi Thalib as.

Allah mewajibkan iman untuk menyucikan diri dari kemusyrikan. (Mewajibkan) shalat untuk membersihkan diri dari kesombongan. Zakat sebagai sebab mendatangkan rezeki. Puasa sebagai ujian untuk keikhlasan seorang hamba Allah. Haji sebagai sar-ana pendekatan diri kepada agama. Jihad untuk kemuliaan Islam. Mengajak kepada kebaikan sebagai kemaslahatan untuk orang banyak (masyarakat). Melarang perbuatan mungkar untuk mencegah kejahatan orangorang bodoh. Menyambung silaturahim untuk menambah bilangan penduduk. Qishash untuk mencegah pembunuhan. Pelaksanaan hudud (hukuman) untuk memuliakan hal-hal yang dilarang. Meninggalkan minuman khamar untuk menjaga akal. Menjauhkan diri dari pencurian untuk menjaga kehormatan diri. Meninggalkan zina untuk membentengi nasab. Kesaksian untuk mengalahkan bantahan. Meninggalkan dusta untuk mensyariatkan kebenaran. Perdamaian sebagai keamanan dari ancaman. Menyampaikan amanat sebagai peraturan bagi umat. Ketaatan sebagai pengagungan atas kepemimpinan.
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian beberapa kewajiban (keagamaan), maka janganlah kalian menyia-nyiakannya. Dia telah menentukan kepada kalian hukum, maka janganlah kalian melanggarnya. Melarang atas kalian beberapa perkara, maka janganlah kalian memberanikan diri menceburkan diri ke dalamnya. Dan Dia telah mendiamkan bagi kalian banyak hal, bukan karena lupa, maka janganlah kalian menyusahkan diri kalian dengan membahasnya.
Shalat adalah sarana pedekatan (kepada Allah) bagi setiap orang yang bertakwa, sedangkan haji adalah jihad setiap orang yang lemah. Bagi segala sesuatu ada zakatnya, sedangkan zakat badan adalah puasa. Dan jihad kaum wanita adalah setia kepada suaminya.
Tidak ada pendekatan diri (kepada Allah) dengan melaksanakan ibadah yang sunnah jika hal itu memudaratkan ibadah yang wajib.
Sesungguhnya bagi hati ada saat-saat menerima (giat) dan ada pula saat-saat malas. Maka, ketika ia sedang menerima, bebankanlah padanya ibadah-ibadah yang sunnah. Akan tetapi, ketika ia malas, cukupkanlah padanya ibadah-ibadah yang wajib.

Wejangan Tentang Introspeksi

Wejangan Spiritual Imam Ali bin Abi Thalib as.


Barangsiapa yang mengintrospeksi dirinya, maka dia telah beruntung dan barangsiapa yang lalai akan dirinya, maka dia telah merugi. Barangsiapa yang takut (akan siksa Allah), maka. dia akan aman (dari siksa-Nya). Barangsiapa yang mau mengambil pelajaran, maka dia akan terbuka pandangannya. Barangsiapa yang telah terbuka pandangannya, maka dia akan memahami. Dan barangsiapa yang telah memahami, maka dia akan mengetahui.
Semoga Allah merahmati seorang hamba yang takut kepada Tuhannya, menasihati dirinya, menyegerakan tobatnya, dan mengalahkan hawa nafsunya. Sebab, sesungguhnya ajalnya tersembunyi darinya, angan-angannya menipunya, sedangkan syetan menyertainya (berupaya menyesatkannya).
Sebaik-baik kehidupan adalah yang tidak menguasaimu dan tidak pula mengalihkan perhatianmu (dari mengingat Allah Ta’ala).
Ingatlah kalian akan berakhirnya segala kesenangan dan yang tersisa adalah pertanggungjawaban.
Amal-amal hamba terjadi dalam dunia ini, seimbang dengan perhitungannya kelak di akhirat.
Lihatlah wajahmu setiap waktu di cermin. jika wajahmu itu bagus, anggaplah ia buruk karena engkau menambahkannya dengan perbuatan. yang buruk, yang dengannya engkau telah memberi noda padanya. Dan jika (engkau dapati bahwa) wajahmu itu buruk, anggaplah. ia memang buruk karena engkau telah menggabungkan dua keburukan (buruk rupa dan amal).
Didiklah dirimu dengan apa yang engkau tidak suka pada orang lain.
Ketika seseorang mencela terhadap dirinya sendiri secara terang-terangan adalah diam-diam ia memuji dirinya.
Tidaklah kemaluanmu akan berzina jika engkau memejamkan pandanganmu.
Syetan setiap orang adalah (sepadan dengan keadaan) dirinya sendiri.

Wejangan Tentang Hati

Wejangan Spiritual Imam Ali bin Abi Thalib as.


Yang paling menakjubkan pada diri manusia adalah hatinya, padahal ia merupakan sumber hikmah sekaligus lawan kontranya :
Jika timbul harapan, maka ia ditundukkan ketamakan, ia akan dibinasakan oleh kekikiran.
Jika ia telah dikuasai keputus-asaan, penyesalan akan membunuhnya.
Jika ditimpa kemarahan, menjadi keras kepalalah ia.
Jika sedang puas, ia alpa menjaganya.
Jika dilanda ketakutan, dia disibukkan oleh kehati-hatian.
Jika sedang dalam kelapangan (kaya), bangkitlah kesombonganya.
Jika mendapatkan harta, kekayaan menjadikannya berbuat sewenang-wenang.
Jika kefakiran menimpa, ia tenggelam dalam kesusahan.
Jika laparnya menguat, kelemahan menjadikannya tidak mampu berdiri tegak.
Dan jika terlampau kenyang, perutnya akan mengganggu kenyamanannya. Sesungguhnya setiap kekurangan akan membahayakan dan setiap hal yang melampaui batas akan merusak dan membinasakan.
Ada empat hal yang mematikan hati, yaitu: dosa yang bertumpuk-tumpuk, (mendengarkan) guyunon orang tolol, banyak bersikap kasar dengan kaum perempuan dan duduk bersama orang-orang mati.Mereka bertanya , “Siapakah orang-orang mati itu, wahai Amirul Mu’minin?”Imam ‘Ali, kw, menjawab, “Yaitu setiap hamba yang hidup bergelimang dalam kemewahan.”
Ketahuilah! Sesungguhnya diantara bencana ada kefakiran, yang lebih berat daripada kefakiran adalah penyakit badan dan yang lebih berat daripada penyakit badan adalah penyakit hati. Ketahuilah! Sesungguhnya di antara kenikmatan adalah banyak harta, yang lebih utama daripada banyak harta adalah kesehatan badan dan yang yang lebih utama daripada kesehatan badan adalah ketaqwaan hati.
Tanyalah hati tentang segala perkara karena sesungguhnya ia adalah saksi yang tidak akan menerima suap.
Sebaik-baik hati adalah yang paling waspada menjaganya.
Nyalakan hatimu dengan adab, sebagaimana nyalanya api dengan kayu bakar.
Harta simpanan yang paling bemanfaat adalah cinta hati.
Sesungguhnya hati memiliki keinginan, kepedulian, dan keengganan. Maka, datangilah ia dari arah kesenangan dan kepeduliannya. Sebab jika hati itu dipaksakan, ia akan buta.
Sesungguhnya hati mengalami kejemuan, sebagaimana jemunya badan. Maka, berikanlah padanya anekdot-anekdot hikmah.
Jika engkau ragu dalam hal kecintaan seseorang, maka tanyakanlah hatimu.

Wejangan Tentang Hati

Wejangan Spiritual Imam Ali bin Abi Thalib as.


Yang paling menakjubkan pada diri manusia adalah hatinya, padahal ia merupakan sumber hikmah sekaligus lawan kontranya :
Jika timbul harapan, maka ia ditundukkan ketamakan, ia akan dibinasakan oleh kekikiran.
Jika ia telah dikuasai keputus-asaan, penyesalan akan membunuhnya.
Jika ditimpa kemarahan, menjadi keras kepalalah ia.
Jika sedang puas, ia alpa menjaganya.
Jika dilanda ketakutan, dia disibukkan oleh kehati-hatian.
Jika sedang dalam kelapangan (kaya), bangkitlah kesombonganya.
Jika mendapatkan harta, kekayaan menjadikannya berbuat sewenang-wenang.
Jika kefakiran menimpa, ia tenggelam dalam kesusahan.
Jika laparnya menguat, kelemahan menjadikannya tidak mampu berdiri tegak.
Dan jika terlampau kenyang, perutnya akan mengganggu kenyamanannya. Sesungguhnya setiap kekurangan akan membahayakan dan setiap hal yang melampaui batas akan merusak dan membinasakan.
Ada empat hal yang mematikan hati, yaitu: dosa yang bertumpuk-tumpuk, (mendengarkan) guyunon orang tolol, banyak bersikap kasar dengan kaum perempuan dan duduk bersama orang-orang mati.Mereka bertanya , “Siapakah orang-orang mati itu, wahai Amirul Mu’minin?”Imam ‘Ali, kw, menjawab, “Yaitu setiap hamba yang hidup bergelimang dalam kemewahan.”
Ketahuilah! Sesungguhnya diantara bencana ada kefakiran, yang lebih berat daripada kefakiran adalah penyakit badan dan yang lebih berat daripada penyakit badan adalah penyakit hati. Ketahuilah! Sesungguhnya di antara kenikmatan adalah banyak harta, yang lebih utama daripada banyak harta adalah kesehatan badan dan yang yang lebih utama daripada kesehatan badan adalah ketaqwaan hati.
Tanyalah hati tentang segala perkara karena sesungguhnya ia adalah saksi yang tidak akan menerima suap.
Sebaik-baik hati adalah yang paling waspada menjaganya.
Nyalakan hatimu dengan adab, sebagaimana nyalanya api dengan kayu bakar.
Harta simpanan yang paling bemanfaat adalah cinta hati.
Sesungguhnya hati memiliki keinginan, kepedulian, dan keengganan. Maka, datangilah ia dari arah kesenangan dan kepeduliannya. Sebab jika hati itu dipaksakan, ia akan buta.
Sesungguhnya hati mengalami kejemuan, sebagaimana jemunya badan. Maka, berikanlah padanya anekdot-anekdot hikmah.
Jika engkau ragu dalam hal kecintaan seseorang, maka tanyakanlah hatimu.

Wejangan tentang Shalat

Wejangan Spiritual Imam Ali bin Abi Thalib as.

Perbedaan antara seorang Mukmin dan kafir adalah shalat. Barang- siapa yang meninggalkannya, lalu dia mengaku sebagai Mukmin, maka perbuatannya itu telah mendustakannya, dan dirinya pun menjadi saksi akan hal itu.
Lakukanlah shalat subuh ketika hari masih gelap, niscaya (kelak) engkau akan bertemu dengan Allah Ta’ala dengan wajah yang putih.
Jagalah urusan shalat, peliharah ia, perbanyaklah mengerjakannya, dan dekatkanlah dirimu (kepada Allah) dengan shalat itu. Sebab, sesungguhnya shalat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang yang beriman (QS 4:103). Apakah kalian tidak mendengarkan jawaban para penghuni neraka ketika mereka ditanya, 'Apakah yang memasukkan kamu kedalam Saqar(neraka)?" Merekan menjawab, "Kami dahulu tidak termasuk orang~orang yang mengerjakan shalat " (QS 74:42-43).
Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw. ketika beliau mengutusku ke Yaman, "Bagaimana aku harus mengimani mereka shalat (berjamaah)?" Maka, beliau menjawab, "Imamilah mereka shalat (berjamaah) seperti shalatnya orang yang paling lemah di antara mereka, dan jadilah orang yang amat penyayang terhadap orang-orang yang beriman."
Barangsiapa yang tidak mengambil persiapan shalat sebelum tiba waktunya, maka dia tidak menghormati shalat.

Bapak Para Sufi - Imam Ali bin Abi Thalib kw

Di antara sekian banyak sahabat Nabi, hanya Ali bin Abi Thalib-lah yang diberikan sebutan karamallahu wajhah; sebuah sebutan yang juga berarti doa "Semoga Allah memuliakan wajahnya" atau "Allah telah memuliakan wajahnya." Semua ulama sepakat bahwa doa itu hanya dikhususkan untuk Imam Ali saja seperti halnya sebutan shalallahu 'alaihi wa alihi wassalam untuk Nabi Muhammad. Ada beberapa riwayat yang menjelaskan hal ini. Salah satu riwayat diantaranya menjelaskan alasan tentang doa itu. Pertama, di antara semua sahabat Nabi saw, hanya Ali bin Abi Thalib yang tidak pernah menyembah berhala. Dia masuk Islam dalam usia yang masih kecil sehingga tak sempat beribadah kepada berhala. Artinya, wajahnya tak pernah disujudkan kepada berhala. Ali kecil langsung sujud kepada Allah swt.

Alasan kedua, Imam Ali adalah orang yang dikenal tak pernah melihat aurat, baik aurat dirinya sendiri maupun aurat orang lain. Konon, dalam sebuah pertemuan di Shiffin, pasukan Imam Ali bertemu dengan pasukan Muawiyah. Sebelum perang berkecamuk, biasanya diadakan mubarazah atau duel antara dua orang yang mewakili pasukan yang akan bertempur. Imam Ali menantang Muawiyah ber-mubarazah namun Muawiyah tak berani dan Amr bin Ash menggantikannya. Dalam duel itu, Amr terdesak dan mengalami kekalahan. Ketika Imam Ali hendak memukulkan pedangnya ke kepala Amr, Amr lalu membuka auratnya sehingga Imam Ali segera berbalik memalingkan wajahnya dan meninggalkan Amr. Karena Imam Ali tak mau melihat aurat, selamatlah Amr.

Semasa hidupnya, Imam Ali dikenal sebagai seorang pria yang gagah dan tampan. Banyak hadis yang meriwayatkan Imam Ali memiliki kepala yang agak botak sehingga orang yang tak senang pada Imam Ali memberikan julukan ashla yang berarti "Si Botak". Umar bin Khattab pernah berkata, "Sekiranya tak ada si ashla, celakalah Umar!"

Ketika banyak sahabat lain mengecam Imam Ali dengan memberikan julukan ashla, Rasulullah saw berkata, "Janganlah kalian mengecam Ali karena ia sudah tenggelam dalam kecintaan kepada Allah."Imam Ali sering menjadi fana atau larut dalam kecintaannya kepada Allah. Pernah suatu hari, Abu Darda menemukan Ali terbujur kaku di atas tanah seperti sebongkah kayu di sebuah kebun kurma milik seorang penduduk Mekkah. Dengan tergopoh-gopoh, Abu Darda mendatangi Fathimah untuk berbelasungkawa, karena ia mengira Ali telah meninggal dunia. Fathimah hanya berkata, "Sepupuku, Ali, tidak mati melainkan ia pingsan karena fana dalam ketakutannya kepada Allah. Ketahuilah, kejadian itu sering menimpanya."

Bagi Imam Ali, salat juga tidak merupakan peristiwa biasa. Baginya, salat adalah pertemuan agung dengan Allah swt. Imam Al-Ghazali mengisahkan hal ini dalam kitab Ihya Ulumuddin: Suatu hari, menjelang waktu salat, seorang sahabat menemukan Imam Ali dalam keadaan tubuh yang berguncang dan wajah yang pucat pasi. Ia bertanya, "Apa yang telah terjadi, wahai Amirul Mukminin?" Imam Ali menjawab, "Telah datang waktu salat. Inilah amanat yang pernah diberikan Allah kepada langit, bumi, dan gunung tetapi mereka menolak untuk memikulnya dan berguncang dahsyat karenanya. Sekarang, aku harus memikulnya." Dengan sikapnya itu, Imam Ali ingin mengajarkan sahabatnya bahwa salat bukanlah kejadian biasa. Salat adalah amanat yang di dalamnya mengandung perjanjian mulia antara seorang hamba dengan Tuhannya. Alangkah anehnya bila kita masih belum merasakan kekhusukan itu di dalam salat kita. Tuhan berfirman, "Sungguh beruntung orang-orang mukmin itu; yaitu mereka yang khusyuk di dalam salatnya. (QS. Al-Mukminun; 1)

Imam Ali juga dikenal karena salatnya yang khusyuk. Banyak sahabat yang memuji salat Ali sebagai salat yang mirip dengan salat Rasulullah saw. Puluhan tahun sejak kematian Rasulullah, seorang sahabat bernama 'Umran bin Husain, salat di belakang Imam Ali di Basrah. 'Umran berkata, "Lelaki itu mengingatkan aku pada salat yang dilakukan Rasulullah saw." 'Umran terkesan akan salat Ali bukan karena gerakan-gerakan lahiriahnya melainkan karena kekhusyukannya.

Ibn Abi Al-Hadid, bercerita tentang ibadah Imam Ali. Ia menyebutkan Ali sebagai orang yang paling taat beribadah dan yang paling banyak salat dan puasanya sehingga dari Ali-lah orang banyak belajar tentang salat malam. Selain itu, Ali senantiasa melazimkan wirid dan menunaikan ibadah-ibadah nafilah. Dalam Perang Shiffin, Al-Hadid bercerita, "Di tengah-tengah perang yang berkecamuk, Ali masih mendirikan salat. Sesudah salat, ia membaca wirid. Dalam kesibukan perangnya, ia tak meninggalkan wiridnya padahal anak panah melintas di antara kedua belah tangan dan di antara kedua daun telinganya."

Banyak hadis meriwayatkan kehidupan Imam Ali yang teramat sederhana. Ali bekerja keras membanting tulang untuk nafkah keluarganya. Istrinya, Fathimah, setiap hari menggiling gandum sampai melepuh tangannya. Suatu saat, setelah memenangkan sebuah peperangan, kaum muslimin memiliki banyak tawanan perang. Fathimah berkata pada Ali,"Bagaimana jika kita meminta salah seorang tawanan kepada Rasulullah untuk menjadi pembantu kita?" Imam Ali enggan menyampaikan permohonan ini pada Rasulullah karena merasa sangat malu. Ia meminta Fathimahlah yang memintakan hal itu.

Pergilah Fathimah menemui Rasulullah saw. Begitu ia berada di hadapan Nabi yang mulia, Fathimah tak kuasa menyampaikan maksudnya. Ia pulang lagi ke rumahnya. Imam Ali lalu pergi untuk menyampaikan hal itu dan ia pun tak kuasa mengutarakan keinginan itu dan kembali lagi. Akhirnya keduanya memutuskan untuk pergi bersama-sama ke tempat Rasulullah. Disampaikanlah hajat itu tapi Rasulullah tak menjawab permintaan mereka. Keduanya pulang dengan perasaan malu dan takut akan kemurkaan Rasulullah.

Malam harinya Nabi datang ke rumah Ali. Nabi menyaksikan Ali hanya berselimutkan sarung yang amat pendek padahal malam teramat dingin. Jika selimut itu ditarik ke atas, terbukalah bagian bawah dan jika selimut itu ditarik ke bawah, terbukalah bagian atas. Rasulullah terharu melihat kesederhanaan Ali. Ia berkata kepada keluarga mulia itu, "Maukah kalian aku berikan pembantu yang lebih baik dari seluruh isi langit dan bumi?"

Rasulullah saw kemudian memberikan wirid untuk dibacakan oleh keluarganya itu seusai salat. Wirid itu berisi 33 kali tasbih, tahmid, dan takbir.Begitu setianya Imam Ali dengan wiridnya itu, ia tak pernah meninggalkannya bahkan saat perang sekali pun. Ia melazimkannya dalam setiap keadaan. Di masa kekuasaan Muawiyah, karena kebencian Muawiyah pada Imam Ali, para khatib Jumat diperintahkan untuk mengakhiri setiap khutbahnya dengan kecaman kepada Ali. Cacian dan makian ini berlangsung selama hampir puluhan tahun. Ketika Umar bin Abdul Aziz berkuasa, perintah ini dihapuskan. Namun meskipun Muawiyah begitu membenci Ali, ia harus mengakui keutamaan sifat-sifat Ali.

Suatu saat, Darar bin Dhamrah Al-Khazani diminta Muawiyah untuk bercerita tentang Imam Ali kw. Ia tak mau memenuhi permintaan itu. Ia takut, bila ia menceritakan keadaan Ali apa adanya, ia akan dianggap sebagai orang yang mengutamakan Ali, dan ia akan dihukum. Oleh sebab itu Darar hanya berkata, "Ampunilah aku, wahai Amirul Mukminin! Jangan perintahkan aku untuk mengungkapkan hal itu. Perintahkan aku untuk melakukan hal lain saja." "Tidak," ujar Muawiyah, "aku takkan mengampunimu." Akhirnya Darar bercerita tentang Ali dalam bahasa Arab yang teramat indah. Terjemahannya sebagai berikut:
"Ali adalah seorang yang cerdik cendekia dan gagah perkasa. Ia berbicara dengan jernih dan menghukum dengan adil. Ilmu memancar dari kedalaman dirinya dan hikmah keluar dari sela-sela ucapannya. Ia mengasingkan diri dari dunia dengan segala keindahannya untuk kemudian bertemankan malam dengan seluruh kegelapannya, di sisi Allah. Air matanya senantiasa mengalir dan hatinya selalu tenggelam dalam pikiran. Ia sering membolak-balikkan tangannya dan berdialog dengan dirinya. Ia senang dengan pakaian yang sederhana dan makanan yang keras." "Demi Allah, ia dekat kepada kami dan kami senang berdekatan dengannya. Ia menjawab bila kami bertanya. Namun betapa pun ia dekat dengan kami, kami tak sanggup menegurnya karena kewibawaannya. Jika tersenyum, giginya tampak bagai untaian mutiara. Ia memuliakan para ahli agama dan mencintai orang miskin. Orang kuat tak berdaya di hadapannya karena keadilannya sementara orang yang lemah tak putus asa di sisinya."

"Aku bersaksi demi Allah, aku sering melihatnya berada di mihrab pada sebagian tempat ibadatnya. Malam telah menurunkan tirainya dan gemintang tak tenggelam, saat itu ia memegang janggutnya dan merintih dengan rintihan orang yang sakit. Ia menangis dengan tangisan orang yang menderita. Seakan-akan kudengar jeritannya Ya Rabbana, ya Rabbana....."

"Ia menggigil di hadapan kekasihnya lalu berkata pada dunia: Kepadaku kau datang mencumbu. Kepadaku kau merayu. Enyahlah dan pergi! Tipulah orang selain aku. Aku telah menjatuhkan talak tiga kepadamu. Usiamu pendek, posisimu rendah. Betapa sedikitnya bekal dan betapa jauhnya perjalanan, dan betapa sepinya perantauan."

Muawiyah mendengar Darar yang bercerita dengan penuh perasaan. Meskipun ia amat membenci Ali, tapi ia tak kuasa menahan tangisan begitu mendengar penuturan Darar. Pada kesempatan lain, Darar pernah ditanya,"Bagaimana kerinduanmu kepada Ali?"Darar menjawab,"Aku rindu kepadanya seperti kerinduan seorang perempuan yang kekasihnya disembelih di pangkuannya. Air matanya takkan pernah kering, dukanya panjang dan takkan pernah usai."

Imam Ali selalu mengisi malamnya dengan tangisan dan orang-orang yang mengenalnya akan mengisi kisah Ali dengan tangisan pula. Dalam tasawuf, menangis termasuk salah satu hal yang harus dilatih. Imam Ali berkata,"Salah satu ciri orang yang celaka adalah ia yang memiliki hati yang keras. Dan ciri hati yang keras adalah hati yang sukar menangis." Nabi saw bersabda,"Jika engkau membaca Al-Quran, menangislah. Jika tidak bisa, berusahalah agar engkau menangis."

Pada salah satu doanya yang teramat indah, Imam Ali memohon :

"Tuhanku, berilah daku kesempurnaan ikatan kepada-Mu. Sinarilah bashirah ; hati kami dengan cahaya karena melihat-Mu sehingga kalbu kami menorehkan tirai cahaya dan sampailah ia pada sumber kebesaran; arwah kami terikat pada keagungan kesucian-Mu. Air mata tidak mengering kecuali karena hati yang keras dan hati takkan keras kecuali karena banyaknya dosa."

Belia Kufah Pembawa Pesan Ukhuwah


Lebih dari seribu tahun yang lalu di perbatasan Basrah berhenti sebuah kafilah pasukan para sahabat Nabi yang mulia, Kuda-kuda ditambatkan. pejalan-pejalan kaki diistirahatkan. tapi, lihat apa yang dilakukan sang Komandan, ia turun dari kudanya berdiri menghadap Ka'bah yang berada di seberang sahara. Ia mengangkat tangannya berkali-kali ..Allahu Akbar Allahu Akbar.. duduk dan berdiri, rukuk dan sujud.

Ia rebahkan pipinya air mata mengalir membasahi pasir yang kering dalam desah nafas dan isakan kepedihan

"Ya Allah Pemelihara langit dan yang dinaunginya pemelihara bumi dan yang ditumbuhkannya Pemilik Arasy yang Agung. Inilah Basrah, kumohon kebaikan kota ini, lindungi aku dari kejelekannya, masukkan aku ke tempat yang baik. Bukankah Engkau sebaik-baiknya yang menempatkan orang. Ya Allah Mereka berontak kepadaku, mereka tentang aku Mereka putuskan bai'at kepadaku. Ya Allah Peliharalah darah kaum Muslimin."

Ali bin Abi Thalib bukan komandan baru pasukan mukminin. Di Badar, Uhud, Khaibar dan lain-lain ia tak pernah ragu dalam menyerbu ia tak pernah mundur, karrar ghair farrar.

Di setiap pertempuran tubuhnya penuh luka sayatan pedang, ia tidak pernah menangis, ia tegar kekar sebagai Haidar Sang Singa.

Tapi kini ia menangis ia pandangi Basrah seakan melihat Kota Musibah, ia gumamkan kata-kata duka "Tuhan, peliharalah darah kaum muslimin."

Pasukan pembangkang datang dengan gemerincing tombak dan pedang. Ali berdiri mematung pedangnya bergantung, ia tidak segera menyambut musuh, Ali yang tegar kini ragu dan lesu "Temui mereka ajak bersatu kembali hindari pertumpahan darah," katanya kepada Abdullah bin Abbas.

Ke tengah-tengah musuh yang meradang Ali meneriakkan pesan perdamaian Ia mengangkat Al-Qur'an memandangi pengikutnya, dan air mata itu masih menggelegak di pelupuk matanya,

"Adakah di antara kalian yang mau membawa mushaf ini ke tengah-tengah mereka Sampaikan pesan perdamaian atas nama Al-Qur'an. Jika pedang memotong tangannya yang satu peganglah Al-Qur'an dengan tangan yang lain, jika tangan itupun terpotong gigit Al-Qur'an dengan gigi-giginya sampai ia terbunuh Sampaikan pesan perdamaian atas nama Al-Qur'an"

Seorang pemuda Kufah bangkit menawarkan dirinya dengan kepolosan remaja belia. Ali yang tegar kini ragu dan lesu, ia mencari yang lebih tua tetapi tidak ada. Ia serahkan Al-Qur'an ke tangan yang lembut dan indah"Bawalah Al-Qur'an ini ke tengah-tengah mereka Sampaikan pesan perdamaian atas nama Al-Qur'an, katakan jangan tumpahkan darah kami dan darah kalian."

Ia melejit ke depan musuh mengangkat Al-Qur'an dengan kedua tangannya "Atas nama Al-Qur'an pelihara darah kami dan darah kalian."Di depan pasukan demi pasukan ia mengangkat Al-Qur'an"Atas nama Al-Qur'an pelihara darah kami dan darah kalian."

Pedang menebas tangan kanannya ia angkat Al-Qur'an dengan tangan kirinya "Atas nama Al-Qur'an pelihara darah kami dan darah kalian." Pedang menebas tangan kirinya ia ambil Al-Qur'an dengan gigi-giginya Matanya yang jernih masih menyorotkan pesan perdamaian atas nama Al-Qur'an Dagunya diangkat ke atas dan darah menyiram seluruh tubuhnya, pedang menebas lehernya, darah membasahi tubuhnya, Al-Qur'an dan tanah di bawahnya. Pejuang perdamaian dan ukhuwah terbujur bersimbah darah Ali menggumamkan doa pilu di sampingnya "Ah, sampai juga saatnya kita harus berperang."

Sejak itu, abad demi abad kaum muslimin dicabik-cabik perpecahan, bahkan tak jarang darah dengan sia-sia ditumpahkan..  

Kisah Imam Ali & Sayyidina Umar

Pada masa pemerintahan Umar bin Khathab,. terjadilah suatu peristiwa yang menyangkut diri seorang wanita. Wanita itu didapati melahirkan anak, padahal, menurut pengakuannya, ia baru hamil 6 bulan.
Mendengar, penutuan itu, Umar tidak percaya begitusaja. Umar berpendapat bahwa wanita tersebut pasti telah berbohong.
“Mana mungkin orang yang baru menikah melahirkan anak dari kandungan yang berumur 6 bulan?” begitu ia berfikir, barangkali Karenanya, Umar berpendapat bahwa wanita tersebut pastilah telah hamil terlebih dahulu sebelum menikah, alias telah berzinah. Atas dasar pertimbangan itu, Khalifah memutuskan untuk menghukum rajam wanita tersebut.
Sebelum hukuman dilaksanakan, Imam Ali yang secara kebetulan sedang lewat, menghentikan langkahnya karena melihat orang-orang sedang berkerumun, termasuk didalamnya adalah Umar. Kepada Imam Ali diceritakanlah kasus yang terjadi.
Mendengar penuturan Umar, Imam Ali kemudian berkata: “Astaga…apakah engkau akan menentang firman Allah yang berkata:”Ibunya mengandung dan menyusui selama tiga puluh bulan.’ Pada ayat lain Allah berfirman: ‘Dan hendaklah para ibu itu menyusui anaknya dua tahun lamanya, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusunan.”
Kalau mengandung dan menyusui adalah tiga puluh bulan, sedang menyusui saja adalah dua tahun, alias dua puluh empat bulan, maka orang yang melahirkan anak dengan usia kandungan enam bulan adalah mungkin terjadi berdasarkan firman Allah tersebut, yakni tiga puluh dikurangi dua puluh empat bulan. Sungguh tepat sekali usia kandungan wanita itu!”
Semua yang hadir tertegun mendengar penuturan Imam Ali tersebut. Mereka merasa lega karena belum sampai menjatuhkan hukuman secara salah. Umar sendiri menjadi orang yang paling lega karena terhindar dari kesalahan yang besar. Dan wanita itu pun dibebaskan.

Kisah Imam Ali - Sang Ahli Matematika

Dua orang sehabat melakukan perjalanan bersama. Disuatu tempat, mereka berhenti untuk makan siang. Sambil duduk, mulailah masing-masing membuka bekalnya. Orang yang pertama membawa tiga potong roti, sedang orang yang kedua membawa lima potong roti.
Ketika keduanya telah siap untuk makan, tiba-tiba datang seorang musafir yang baru datang ini pun duduk bersama mereka.
“Mari, silakan, kita sedang bersiap-siap untuk makan siang,”kita salah seorang dari dua orang tadi.
“Aduh…saya tidak membawa bekal,” jawab musafir itu.
Maka mulailah mereka bertiga menyantap roti bersama-sama. Selesai makan, musafir tadi meletakkan uang delapan dirham di hadapan dua orang tersebut seraya berkata: “Biarkan uang ini sebagai pengganti roti yang aku makan tadi.” Belum lagi mendapat jawaban dari pemilik roti itu, si musafir telah minta diri untuk melanjutkan perjalanannya lebih dahulu.
Sepeninggal si musafir, dua orang sahabat itu pun mulai akan membagi uang yang diberikan.
“Baiklah, uang ini kita bagi saja,” kata si empunya lima roti.
“Aku setuju,”jawab sahabatnya.
“Karena aku membawa lima roti, maka aku mendapat lima dirham, sedang bagianmu adalah tiga dirham.
“Ah, mana bisa begitu. Karena dia tidak meninggalkan pesan apa-apa, maka kita bagi sama, masing-masing empat dirham.”
“Itu tidak adil. Aku membawa roti lebih banyak, maka aku mendapat bagian lebih banyak”
“Jangan begitu dong…”
Alhasil, kedua orang itu saling berbantah. Mereka tidak berhasil mencapai kesepakatan tentang pembagian tersebut. Maka, mereka bermaksud menghadap Imam Ali bin Abi Thalib r.a. untuk meminta pendapat.
Di hadapan Imam Ali, keduanya bercerita tentang masalah yang mereka hadapi. Imam Ali mendengarkannya dengan seksama. Setelah orang itu selesai berbicara, Imam Ali kemudian berkata kepada orang yang mempunyai tiga roti: “Terima sajalah pemberian sahabatmu yang tiga dirham itu!”
“Tidak! Aku tak mau menerimanya. Aku ingin mendapat penyelesaian yang seadil-adilnya, “Jawab orang itu.
“Kalau engkau bermaksud membaginya secara benar, maka bagianmu hanya satu dirham!” kata Imam Ali lagi.
“Hah…? Bagaimana engkau ini, kiranya.
Sahabatku ini akan memberikan tiga dirham dan aku menolaknya. Tetapi kini engkau berkata bahwa hak-ku hanya satu dirham?”
“Bukankah engkau menginginkan penyelesaian yang adil dan benar?”
“Ya”
“Kalau begitu, bagianmu adalah satu dirham!”
“Bagaimana bisa begitu?” Orang itu bertanya.
Imam Ali menggeser duduknya. Sejenak kemudian ia berkata:”Mari kita lihat. Engkau membawa tiga potong roti dan sahabatmu ini membawa lima potong roti.”
“Benar.”jawab keduanya.
“Kalian makan roti bertiga, dengan si musafir.”
‘Benar”
“Adakah kalian tahu, siapa yang makan lebih banyak?”
“Tidak.”
“Kalau begitu, kita anggap bahwa setiap orang makan dalam jumlah yang sama banyak.”
“Setuju, “jawab keduanya serempak.
“Roti kalian yang delapan potong itu, masing-masingnya kita bagi menjadi tiga bagian. Dengan demikian, kita mempunyai dua puluh empat potong roti, bukan?” tanya Imam Ali.
“Benar,”jawab keduanya.
“Masing-masing dari kalian makan sama banyak, sehingga setiap orang berarti telah makan sebanyak delapan potong, karena kalian bertiga.”
“Benar.”
“Nah…orang yang membawa lima roti, telah dipotong menjadi tiga bagian mempunyai lima belas potong roti, sedang yang membawa tiga roti berarti mempunyai sembilan potong setelah dibagi menjadi tiga bagian, bukankah begitu?”
“Benar, jawab keduanya, lagi-lagi dengan serempak.
“si empunya lima belas potong roti makan untuk dirinya delapan roti, sehingga ia mempunyai sisa tujuh potong lagi dan itu dimakan oleh musafir yang belakangan. Sedang si empunya sembilan potong roti, maka delapan potong untuk dirinya, sedang yang satu potong di makan oleh musafir tersebut. Dengan begitu, si musafir pun tepat makan delapan potong roti sebagaimana kalian berdua, bukan?”
Kedua orang yang dari tadi menyimak keterangan Imam Ali, tampak sedang mencerna ucapan Imam Ali tersebut. Sejenak kemudian mereka berkata:”Benar, kami mengerti.”
“Nah, uang yang diberikan oleh di musafir adalah delapan dirham, berarti tujuh dirham untuk si empunya lima roti sebab si musafir makan tujuh potong roti miliknya, dan satu dirham untuk si empunya tiga roti, sebab si musafir hanya makan satu potong roti dari milik orang itu”
“Alhamdulillah…Allahu Akbar,” kedua orang itu berucap hampir bersamaan. Mereka sangat mengagumi cara Imam Ali menyelesaikan masalah tersebut, sekaligus mengagumi dan mengakui keluasan ilmunya.
“Demi Allah, kini aku puas dan rela. Aku tidak akan mengambil lebih dari hak-ku, yakni satu dirham,” kata orang yang mengadukan hal tersebut, yakni si empunya tiga roti.
Kedua orang yang mengadu itu pun sama-sama merasa puas. Mereka berbahagia, karena mereka berhasil mendapatkan pemecahan secara benar, dan mendapat tambahan ilmu yang sangat berharga dari Imam Ali bin Abi Thalib as.

Imam Ali Pemimpin Para Shiddiqin

Mari Kita Raih Amalan Istimewa Di Bulan Ramadhan

Mari Kita Raih Amalan Istimewa Di Bulan Ramadhan
Bismillahirrahmanirrahiim..
Assallamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Sahabat saudaraku fillah..Yang di Rahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bulan ramadhan yang kita rindukan,dan nanti-nantikan,sebentar lagi akan kita tunaikan,untuk menyambut dan memaknainya tentunya, kita memepersiapkan diri untuk memanen pahala.

Bulan ramadhan merupakan bulan ibadah, bahkan ada yang menyebutnya bulan panen raya. Karena pada bulan ini segala amal kebajikan pahalanya akan dilipat gandakan,sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda :

“Semua amalan anak adam akan dilipatgandakan (balasannya)’ satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat” Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :”Kecuali shaum/puasa,sesungguhnya ia untuk-Ku,dan Aku yang langsung membalasanya.Hamba-Ku telah meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku.” (H.R. Muslim)

Ada beberapa Ibadah yang istimewa dan amalan-amalan yang disunatkan pada bulan ramadhan yaitu :

1. I`tikaf di Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan.

I’tikaf adalah suatu ibadah yang sangat tinggi nilainya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam selalu beri’tikaf pada bulan ramadhan di sepuluh hari terakhir.Para sahabat dan isteri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam selalu beri’tikaf di bulan ramadhan, baik di masa Rasulullah masih hidup, maupun sesudah Rasulullah wafat.Karena I’tikaf adalah merupakan penyempurnaan ibadah shaum di bulan ramadhan.

Dengan demikian I’tikaf berarti menyengaja melakukan suatu ibadah,dengan ketaatan ditujukkan untuk ber-taqarrub (mendekatkan diri) menyibukan diri penuh konsentrasi menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hingga kecintaanya semata-mata hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,mengalahkan kecitaannya kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.Inilah tujuan I’tikaf di hari-hari terakhir bulan ramadhan karena merupakan keutamaan yang dipilih Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Diriwayatkan dari `Aisyah Radhiyallahu Anha. Bahwa” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam “Apabila memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, Beliau menghidupkan malam dan membangunkan anggota keluarganya dan beliau kencangkan pakaiannya" (H.R. Bukhari dan Muslim).

Makna Hadits diatas adalah merupakan gambaran, akan kesungguhan dalam beribadah ,dan kesiapan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam menyambut ramadhan.Pada dasarnya I’tikaf hukumnya sunat dilakukan dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

I’tikaf sangat dianjurkan terutama pada sepuluh hari terakhir dari bulan ramadhan. Pada sepuluh malam yang akhir itulah datangnya malam Lailatul Qadar, yang mempunyai nilai amal lebih dari seribu bulan

2.Tadarus Al- Quran

Tadarus Al-Quran sangat dianjurkan dilakukan di bulan ramadhan karena dengan tadarus Al Quran, kita akan memperoleh kebaikan yang berlipat ganda, disamping membacanya juga menelaah, merenungi setiap ayat-ayat yang terkandung dalam wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda :

“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Al Quran),Maka baginya satu kebaikan,dan setiap kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan. Saya tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf,Lam satu huruf, dan Mim satu huruf,” (H.R. At Tirmidzi)

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menganjurkan kita semua umatnya, untuk senantiasa tadarus Al Quran terutama dibulan ramadhan, disamping keistimewaan juga banyak keutamaan dalam tadarus Al Quran.,diantaranya yaitu Memberi Syafaat di hari kiamat bagi yang membacanya.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda

‘Bacalah olehmu Al Quran karena sesungguhnya Al Quran itu akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi Syaat bagi Pembacanya”.(H.R. Muslim).

Dengan memahami maksud yang terkandung dalam hadits diatas, bahwa dengan membaca, tadarus Al Quran merupakan amalan yang mulia, dan penuh keistimewaan di bulan ramadhan, disamping dilipatgandakan pahalanya, bahkan hanya mendengarkannya pun kita akan mendapatkan rahmat dan kasih sayang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

3.Berdoa Ketika Berbuka Shaum/Puasa

Amalan-amalan yang istimewa di bulan ramadhan, yaitu kita disunatkan berdoa ketika berbuka puasa/shaum,Sebagaimana kita maklumi bersama bahwa berdoa boleh dilakukan kapan saja,dimana saja,akan tetapi di saat berbuka puasa/shaum ini adalah saat yang tepat (mustajab), karena Allahu Subhanahu wa Ta’ala menyediakan saat-saat yang tepat dan cepat terkabulnya doa kepada hamba-hamba yang memohon segala harapannya kepada Allah Subhanu wa Ta’ala.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda :

”Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu’Bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda : Ada tiga golongan yang tidak akan ditolak Doanya, 1.Doa orang yang shaum/berpuasa hingga berbuka,2.Doa Pemimpin yang berlaku adil,3.Doa orang-orang teraniayah ‘ALLAH akan mengangkat doa mereka ke atas awan dan Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :“Demi kemuliaan dan keagungang-Ku,niscaya Aku akan menolong engkau waktu dekat”. (H.R. At Tirmidzi).

4.Shalat sunnat Tarawih dan Qiyamullail

Shalat sunat tarawih hanya dilakukan di bulan ramadhan. Hukumnya sunat muakad (sunat yang diutamakan).

Dari Abdul Rahman Ibnu Auf Radhiyallahu Anhu., Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda :

"Bahwasanya Allah telah mewajibkan Shaum/Puasa Ramadhan, dan saya telah mensunnahkan berdiri pada malamnya (Shalat Tarawih), karena mengharapkan Allah. Bila seseorang shaum/berpuasa pada siang hari dan Shalat (shalat tarawih ) pada malamnya, niscaya keluarlah (selamatlah) dia dari dosa seperti dia dilahirkan oleh ibunya. "

Makna yang terkandung dengan melaksanakan shalat sunnat tarawih, secara berjamaah adalah memupuk silaturahmi dengan sesama muslim,dengan terhubungnya silaturahmi adalah kunci terbukanya Rahmat, dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Karena orang yang menyambung silaturahmi, akan mendapat balasan di dunia berupa: kedekatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, rezekinya diluaskan, umurnya dipanjangkan, rumahnya dimakmurkan, tercegah dari meninggal dengan cara tidak baik. Yang lebih penting dari itu semua, di akhirat kelak, ia akan mendapat balasan surga.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda :

"Maukah kalian Aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?" Tanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada para Sahabat. "Tentu saja," Jawab mereka. Beliau kemudian menjelaskan, "Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, dan mengukuhkan tali persaudaraan di antara mereka adalah amal shaleh yang besar pahalanya.Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali silaturahmi" (H.R. Bukhari Muslim).

Shalat sunnat qiyamul lail merupakan amalan yang paling dijaga oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,terutama di bulan ramadhan, beliau tidak pernah meninggalkannya, bahkan di saat sakitpun, beliau melakukannya sambil duduk. Oleh karena itu di bulan ramadhan yang penuh berkah ini, seyogiyanya kita menunaikan shalat qiyamul lail.

Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam Bersabda :

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu meriwayatjkan bahwa ‘Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam . Senang menghidupkan bulan Ramadhan dengan melaksanakan qiyamullail dengan tidak memaksakannya kepada para sahabat untuk melaksanakannya dan Bersabda:" Barangsiapa yang melaksanakan Qiyamullail pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan harapan niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lampau.

Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa shalat tahajjud qiyamul lail adalah. Shalat sunnat yang tidak pernah dilewatkan Para salafus shalih.’karena keutamaan shalat sunnat ini.

Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam Bersabda :

“Seutama-utama shaum/puasa setelah shaum Ramadhan adalah shaum pada bulan Muharram,dan seutama-utama shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam”,(.H.R. Muslim,Abu Dawud,Imam At Tirmidzi,Nasai,dan Ibnu Khuzaimah dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu).

5. Berlomba-lomba dalam Bersedekah

Bersedekah di dalam bulan ramadhan sangat diajurkan karena disamping mendapat ganjaran berlipat ganda, juga memupuk sikap menjadi pemurah,dan berakhlaq mulia.Amalan bersedekah boleh dilakukan dengan menyediakan dan memberikan ifthar (berbuka) shaum /puasa kepada orang yang shaum walaupun hanya seteguk air ataupun sebutir korma.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda :

" Barang siapa yang memberi ifthar (untuk berbuka) orang-orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tanpa dikurangi sedikitpun". (H.R. Bukhari Muslim)

Sahabat saudaraku fillah yang di Rahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, Bismillah mari kita tingkatkan amalan-amalan Istimewa pada bulan ramadhan ini,dengan menggiatkan segala amal Kebaikan kita.

Mudah-mudahan manfaat buat kita semua,Yang benar haq semua datang-Nya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala,yang kurang dan khilaf mohon sangat dimaafkan ’’Akhirul qalam “Wa tawasau bi al-haq Watawa saubil shabr “.Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala . senantiasa menunjukkan kita pada sesuatu yang di Ridhai dan di Cintai-Nya..Aamiin Allahuma AAmiin.

Sahabat saudaraku fillah..Silakan di Tag/Share….Semua untuk Umat dan Syiar Islam, Silakan saling bantu Tag sahabat-sahabat yang lain, Jazzakumullahu khayran wa Barakallahu fiikum.

*SaLam Santun Erat SiLaturrahim dan Ukhuwah Fillah*

Kisah Sahabat Nabi: Mu'adz bin Jabal


Kisah Sahabat Nabi: Mu'adz bin Jabal

Tatkala Rasulullah mengambil baiat dari orang-orang Anshar pada perjanjian Aqabah yang kedua, diantara para utusan yang terdiri atas 70 orang itu terdapat seorang anak muda dengan wajah berseri, pandangan menarik dan gigi putih berkilat serta memikat.  Perhatian dengan sikap dan ketenangannya. Dan jika bicara maka orang yang melihat akan tambah terpesona karenanya. Nah, itulah dia Mu'adz bin Jabal RA.

Dengan demikian, ia adalah seorang tokoh dari kalangan Anshar yang ikut baiat pada Perjanjian Aqabah kedua, hingga termasuk Ash-Shabiqul Awwalun—golongan yang pertama masuk Islam. Dan orang yang lebih dulu masuk Islam dengan keimanan serta keyakinannya seperti demikian, mustahil tidak akan turut bersama Rasulullah dalam setiap perjuangan.

Maka demikianlah halnya Mu'adz. Tetapi kelebihannya yang paling menonjol dan keitstimewaannnya yang utama ialah fiqih atau keahliannya dalam soal hukum. Keahliannya dalam fiqih dan ilmu pengetahuan ini mencapai taraf yang menyebabkannya berhak menerima pujian dari Rasulullah SAW dengan sabdanya: "Umatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah Mu'adz bin Jabal."

Dalam kecerdasan otak dan keberaniannya mengemukakan pendapat, Mu'adz hampir sama dengan Umar bin Khathab. Ketika Rasulullah SAW hendak mengirimnya ke Yaman, lebih dulu ditanyainya, "Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu'adz?"

"Kitabullah," jawab Mu'adz.

"Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?", tanya Rasulullah pula.

"Saya putuskan dengan Sunnah Rasul."

"Jika tidak kamu temui dalam Sunnah Rasulullah?"

"Saya pergunakan pikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia," jawab Muadz.

Maka berseri-serilah wajah Rasulullah. "Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah," sabda beliau.

Dan mungkin kemampuan untuk berijtihad dan keberanian menggunakan otak dan kecerdasan inilah yang menyebabkan Mu'adz berhasil mencapai kekayaan dalam ilmu fiqih, mengatasi teman dan saudara-saudaranya hingga dinyatakan oleh Rasulullah sebagai "orang yang paling tahu tentang yang halal dan yang haram".

Suatu hari, pada masa pemerintahan Khalifah Umar, A'idzullah bin Abdillah masuk masjid bersama beberapa orang sahabat. Maka ia pun duduk pada suatu majelis yang dihadiri oleh tiga puluh orang lebih. Masing-masing menyebutkan sebuah hadits yang mereka terima dari Rasulullah SAW.

Pada halaqah atau lingkaran itu ada seorang anak muda yang amat tampan, hitam manis warna kulitnya, bersih, baik tutur katanya dan termuda usianya di antara mereka. Jika pada mereka terdapat keraguan tentang suatu hadits, mereka tanyakan kepada anak muda itu yang segera memberikan fatwanya.

"Dan ia tak berbicara kecuali bila diminta. Dan tatkala majelis itu berakhir, saya dekati anak muda itu dan saya tanyakan siapa namanya, ia menjawab, saya adalah Mu'adz bin Jabal," tutur A'idzullah.

Shahar bin Hausyab tidak ketinggalan memberikan ulasan, katanya, "Bila para sahabat berbicara, sedang di antara mereka hadir Mu'adz bin Jabal, tentulah mereka akan sama-sama meminta pendapatnya karena kewibawaannya."

Dan Amirul Mukminin Umar bin Khatab RA sendiri sering meminta pendapat dan buah pikirannya. Bahkan dalam salah satu peristiwa di mana ia memanfaatkan pendapat dan keahliannya dalam hukum, Umar pernah berkata, "Kalau tidaklah berkat Mu'adz bin Jabal, akan celakalah Umar!"

Ia seorang pendiam, tak hendak bicara kecuali atas permintaan hadirin. Dan jika mereka berbeda pendapat dalam suatu hal, mereka pulangkan kepada Mu'adz untuk memutuskannya. Maka jika ia telah buka suara, adalah ia sebagaimana dilukiskan oleh salah seorang yang mengenalnya: "Seolah-olah dari mulutnya keluar cahaya dan mutiara."

Dan kedudukan yang tinggi di bidang pengetahuan ini, serta penghormatan kaum Muslimin kepadanya, baik selagi Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat, dicapai Mu'adz sewaktu ia masih muda. Ia meninggal dunia di masa pemerintahan Umar, sedang usianya belum 33 tahun!

Mu'adz adalah seorang yang murah tangan, lapang hati dan tinggi budi. Tidak sesuatu pun yang diminta kepadanya, kecuali akan diberinya secara berlimpah dan dengan hati yang ikhlas. Sungguh kemurahan Mu'adz telah menghabiskan semua hartanya.

Ketika Rasulullah SAW wafat, Mu'adz masih berada di Yaman, yakni semenjak ia dikirim Nabi ke sana untuk membimbing kaum Muslimin dan mengajari mereka tentang seluk-seluk Agama.

Di masa pemerintahan Abu Bakar, Mu'adz kembali ke Yaman. Umar tahu bahwa Mu'adz telah menjadi seorang yang kaya raya, maka ia mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar agar kekayaan Mu'adz itu dibagi dua. Tanpa menunggu jawaban Abu Bakar, Umar segera pergi ke rumah Mu'adz dan mengemukakan masalah tersebut.

Mu'adz adalah seorang yang bersih tangan dan suci hati. Dan seandainya sekarang ia telah menjadi kaya raya, maka kekayaan itu diperolehnya secara halal, tidak pernah diperolehnya dengan berbuat dosa. Bahkan juga tak hendak menerima barang yang syubhat.

Oleh sebab itu, usul Umar ditolaknya dan alasan yang dikemukakannya dipatahkannya dengan alasan pula. Umar berpaling meninggalkannya. Pagi-pagi keesokan harinya Mu'adz pergi ke rumah Umar. Ketika sampai di sana, Mu'adz merangkul dan memeluk Umar, sementara air mata mengalir mendahului kata-katanya. "Malam tadi saya bermimpi masuk kolam yang penuh dengan air, hingga saya cemas akan tenggelam. Untunglah anda datang, hai Umar, dan menyelamatkan saya!"

Kemudian bersama-sama mereka datang kepada Abu Bakar, dan Mu'adz meminta kepada khalifah untuk mengambil seperdua hartanya. "Tidak satu pun yang akan kuambil darimu," ujar Abu Bakar.

"Sekarang harta itu telah halal dan jadi harta yang baik," kata Umar menghadapkan pembicaraannya kepada Mu'adz.

Andai diketahuinya bahwa Mu'adz memperoleh harta itu dari jalan yang tidak sah, maka tidak satu dirham pun Abu Bakar yang saleh itu akan menyisakan baginya. Namun Umar tidak pula berbuat salah dengan melemparkan tuduhan atau menaruh dugaan yang bukan-bukan terhadap Mu'adz.

Hanya saja masa itu adalah masa gemilang, penuh dengan tokoh-tokoh utama yang berpacu mencapai puncak keutamaan. Di antara mereka ada yang berjalan secara santai, tak ubah bagi burung yang terbang berputar-putar, ada yang berlari cepat, dan ada pula yang berlari lambat, namun semua berada dalam kafilah yang sama menuju kepada kebaikan.

Mu'adz pindah ke Syria (Suriah), di mana ia tinggal bersama penduduk dan orang yang berkunjung ke sana sebagi guru dan ahli hukum. Dan tatkala Abu Ubaidah bin Jarrah—amir atau gubernur militer di sana serta shahabat karib Mu'adz—meninggal dunia, ia diangkat oleh Amirul Mukminin Umar sebagai penggantinya di Syria.

Tetapi hanya beberapa bulan saja ia memegang jabatan itu, Mu'adz dipanggil Allah untuk menghadap-Nya dalam keadaan tunduk dan menyerahkan diri.

Pada suatu hari Rasulullah SAW bersabda, "Hai Mu'adz! Demi Allah, aku sungguh sayang kepadamu. Maka jangan lupa setiap habis shalat mengucapkan: 'Ya Allah, bantulah aku untuk selalu ingat dan syukur serta beribadat dengan ikhlas kepada-Mu."

Mu'adz mengerti dan memahami ajaran tersebut dan telah menerapkannya secara tepat.

Pada suatu pagi Rasulullah bertemu dengan Mu'adz, maka beliau bertanya, "Bagaimana keadaanmu di pagi hari ini, hai Mu'adz?"

"Di pagi hari ini aku benar-benar telah beriman, ya Rasulullah," jawabnya.

"Setiap kebenaran ada hakikatnya," kata Nabi pula, "maka apakah hakikat keimananmu?"

"Setiap berada di pagi hari, aku menyangka tidak akan menemui lagi waktu sore. Dan setiap berada di waktu sore, aku menyangka tidak akan mencapai lagi waktu pagi. Dan tiada satu langkah pun yang kulangkahkan, kecuali aku menyangka tiada akan diiringi dengan langkah lainnya. Dan seolah-olah kesaksian setiap umat jatuh berlutut, dipanggil melihat buku catatannya. Dan seolah-olah kusaksikan penduduk surga menikmati kesenangan surga. Sedang penduduk neraka menderita siksa dalam neraka."

Maka sabda Rasulullah SAW, "Memang, kamu mengetahuinya, maka pegang teguhlah jangan dilepaskan!"

Menjelang akhir hayatnya, Mu'adz berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya selama ini aku takut kepada-Mu, tetapi hari ini aku mengharapkan-Mu. Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah mencintai dunia demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam kayu-kayuan, tetapi hanyalah untuk menutup haus di kala panas, dan menghadapi saat-saat yang gawat, serta untuk menambah ilmu pengetahuan, keimanan dan ketaatan."

Lalu diulurkanlah tangannya seolah-olah hendak bersalaman dengan maut, dan dalam keberangkatannya ke alam gaib, ia masih sempat berujar, "Selamat datang wahai maut. Kekasih tiba di saat diperlukan..." Dan nyawa Mu'adz pun melayanglah menghadap Allah.




Sumber : 101 Sahabat Nabi dan sumber lain