Berikut diantara bentuk kekufuran dan kesyirikan yang hendaknya kita ketahui, jauhi serta waspadai……
1. Menyandarkan atribut ketuhanan terhadap segala sesuatu selain Allah
Yaitu meyakini bahwa ada segala sesuatu selain Allah, adalah
pencipta, pengatur, serta pemelihata alam semesta, dalam bentuk
menyendiri atau banyak. Maka ini kufur akbar!
Sebagaimana sebagian kaum nashara yang menganggap bahwa Nabi ‘Isa itu
adalah Allah itu sendiri, yang menitis kedalam tubuh nabi isa. Sungguh
mengherankan, jika “tuhan” yang disembah memiliki KEBUTUHAN untuk
dirinya; seperti tidur, makan, minum, bahkan buang hajat! Sedangkan Rabb
yang sejati, tidaklah butuh tidur, tidaklah butuh makan, tidaklah butuh
minum, tidak membutuhkan segala sesuatu bahkan Dia-lah yang dibutuhkan
makhluqNya.
Termasuk dalam hal ini agama kaum pagan yang meyakini “dewa-dewa”
yang mana masing-masing “dewa” tersebut memiliki sifat-sifat ketuhanan.
Termasuk pula dalam hal ini meyakini bahwa Allah-lah yang
menciptakan, mengatur serta memelihara alam semesta; AKAN TETAPI
meyakini bahwa Allah memiliki anak-anakNya; sehingga anak-anakNya
tersebut memiliki sifat seperti diriNya; yang juga memiliki hak untuk
diibadahi sebagaimana diriNya. Sebagaimana dipahami kaum musyrikin
mekkah (yang mengatakan bahwa malaikat itu anak-anak perempuan Allah),
atau kaum nashara (yang mengatakan ‘Isa itu anak Allah), atau kaum
yahudi (yang mengatakan ‘Uzayr itu anak Allah)! Sungguh ini KESYIRIKAN
AKBAR, sebesar-besar kesyirikan, dan sedusta-dustanya ucapan!
Allah berfirman:
مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِن وَلَدٍ
وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَٰهٍ إِذًا لَّذَهَبَ كُلُّ إِلَٰهٍ بِمَا
خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا
يَصِفُونَ
Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada
sesembahan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya,
masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan
sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha
Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu,
(Al-Mukminun: 91)
Dijelaskan maknanya oleh Imam al Qurthubiy:
“Dan barang siapa membolehkan untuk menjadikan malaikat sebagai
anak-anak perempuan Allah berarti ia menjadikan para malaikta itu
sebagai yang serupa dengan Allah. Sebab anak itu sejenis dan serupa
dengan bapaknya.”
Berkata al Alusiy:
Keterangan para ulama dan mufassir itu menjelaskan kepada kita sebuah
kesimpulan bahwa tidak ada makna bagi keyakinan adanya anak bagi Allah
kecuali juga dengan disertai keyakinan bahwa ‘Anak’ itu sejenis dengan
‘Bapak’. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifati.
Dan tidaklah ada arti bagi keykinan bahwa ‘Anak’ itu sejenis dengan
‘Bapak’ melainkan adanya keserupaan/mitsliyah. Dan tidak ada makna bagi
keyakinan adanya mitsliyah melainkan jika diyakini bahwa ‘Anak’ itu
memiliki pengaruh dalam penciptaan dan pengaturan. Sebab tidak mungkin
mereka diyakini sebagai anak-anak perempuan Allah lalu mereka tidak
memiliki kekuasaan dan kekuatan selain hanya memintakan syafa’at kepada
“Tuhan Bapak”.
Mereka adalah tuhan-tuhan yang disembah dan dimintai bantuan karena
mereka adalah tuhan-tuhan yang memiliki kekuasaan luar biasa/khâriqah
dan secara independen dari “Tuhan bapak”
(tafsir Rûh al Ma’âni, jilid X juz, 18/90; dari artikel ustadz firanda)
2. Meyakini segala sesuatu/seseorang selain Allah, memiliki kekuatan untuk dapat mendatangkan manfa’at atau menolak mudharat
Inilah dasar dari kesyirikan serta kekufuran… Tidaklah seseorang
menyembah sesuatu, melainkan ia memiliki atribut ini dalam hatinya…
Setiap penyembah itu meyakini apa yang disembahnya itu kekuatan untuk
mendatangkan manfa’at atau menolak mudharat; sehingga mereka
menyembahnya.
3. Beribadah kepada sesembahan selainNya
Yang mana ini merupakan konsekuensi dari point no. 2 diatas; karena
mereka menganggap sesuatu tersebut memiliki kekuatan untuk memberi
manfa’at serta menolak mudharat, sehingga mereka BERDOA
(meminta/menyeru) kepada sesemabahannya tersebut agar dapat memberikan
kepada mereka manfa’at, atau menghilangkan mudharat dari mereka.
Maka kita lihat mereka sangat CINTA kepada sesembahannya tersebut,
dengan RAJIN berdoa kepada sesembahannya tersebut! Kemudian mereka
SANGAT MENGHARAPKAN (dengan penuh ketundukan) agar doanya tersebut
dikabulkan sesembahannya tersebut; serta SANGAT KHAWATIR (dengan penuh
ketundukan) jika doa mereka tidak dikabulkan!
Doa merupakan INTI dari ibadah, dan dapat kita lihat dari mereka;
bahwa aktifitas utama mereka terhadap sesembahan mereka adalah BERDOA
(meminta) dengan segala permohonan kepada yang mereka sembah!
Dan untuk sesembahan mereka tersebut, maka mereka akan melakukan
ritual-ritual penyembahan. Seperti menyembelih, sujud, ruku’ dan lain
sebagainya; sebagai wujud KECINTAAN (yang disertai dengan ketundukan
serta kepasrahan) mereka terhadap yang sesembahan yang mereka sembah.
Dikarenakan mereka SANGAT TAKUT terhadap sesembahan mereka, jangan
sampai sesembahan mereka tersebut itu murka kepada mereka (sehingga
musibah melanda mereka); dan mereka SANGAT BERHARAP kasih-sayang
sesembahannya agar tidak mendatangkan musibah, melainkan agar memelihara
mereka dalam kedamaian.
Sebaliknya, termasuk pula dalam hal ini adalah kaum ATHEIS, yang mana
mereka mengingkari point no. 1 dan point no. 2! Sehingga mereka hidup
berdasarkan hawa nafsu (akal dan perasaan) mereka! Apa-apa yang baik
atau apa-apa yang buruk; dihukumi berdasarkan akal/perasaan mereka;
itulah hukum mereka. Sehingga mereka berkeliaran dimuka bumi bagaikan
binatang, bahkan lebih buruk dari binatang!
4. Tidak dibenarkan pula beribadah kepada selainNya; meskipun niatnya untuk mencari kedekatan denganNya
Yaitu MENYEMBAH
1
malaikat/nabi/orang shalih, kemudian BERTAWASSUL dengan penyembahan
tersebut, agar malaikat/nabi/orang shalih tersebut mendekatkan diri
mereka kepada Allah, atau agar orang-orang yang mereka sembah tersebut
dapat memberikan syafa’at disisi Allah.
Dan inilah yang dilakukan kaum yahudi, (sebagian) kaum nashara,
maupun kaum musyrikin mekkah dizaman Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam…
Khususnya lagi kaum musyrikin mekkah; dimana Allah menyebutkan tentang
mereka:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ
أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى،
إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ،
إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah
2
mereka (sembahan-sembahan kami), melainkan supaya mereka mendekatkan
kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan
memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan.
Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang
pendusta dan SANGAT BESAR KEKAFIRANNYA”
(QS az-Zumar:3)
Berkata Imam ath Thabariy tentang Tafsir az Zumar diatas:
“Allah ta’aala berkata : Dan orang-orang yang mengambil wali-wali
selain Allah yang mereka berwalaa kepada para wali tersebut dan
menyembah mereka selain Allah, mereka berkata kepada para wali tersebut :
Kami tidaklah menyembah kalian wahai para sesembahan-semsembahan
(selain Allah-pen) kecuali agar kalian mendekatkan kami kepada Allah
sedekat-dekatnya, mendekatkan kedudukan kami kepada Allah dan kalian
memberi syafaat bagi kami di sisi Allah dalam (memenuhi-pen) hajat
(kebutuhan) kami”
(Tafsiir At-Thobari 20 :156; dari artikel ustadz firanda)
Berkata Imam al Qurthubiy tentang ayat az Zumar diatas:
“Firman Allah ((Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain
Allah)) yaitu berhala-berhala… mereka berkata : ((Kami tidak menyembah
mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan
sedekat- dekatnya)). Qotadah berkata : Jika dikatakan kepada mereka :
“Siapakah Rob kalian dan pencipta kalian?, siapakah yang menciptakan
langit dan bumi dan menurunkan hujan dari langit?, mereka menjawab :
Allah. Maka dikatakan kepada mereka : (Jika demikian-pen) maka apa makna
(hakikat) ibadah kalian kepada berhala?. Mereka berkata : Agar
berhala-berhala tersebut mendekatkan kami kepada Allah dan memberi
syafaat bagi kami di sisi Allah”
(Tafsiir Al-Qurthubi 18/247; dari artikel ustadz firanda)
Berkata Imam Ibnu Katsiir dalam tafsirnya:
“Kemudian Allah Ta’aalaa mengabarkan tentang para penyembah berhala
dari kaum musyrikin, bahwasanya mereka berkata “Kami tidak menyembah
mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan
sedekat- dekatnya”, yaitu hanyalah yang mendorong mereka untuk menyembah
berhala-berhala tersebut adalah mereka membuat patung-patung di atas
bentuk para malaikat yang mendekatkan (kepada Allah-pen) menurut
persangkaan mereka.
Maka merekapun menyembah patung-patung berbentuk tersebut dengan
menempatkannya sebagai peribadatan mereka kepada para malaikat, agar
para malaikat memberi syafaat bagi mereka di sisi Allah dalam menolong
mereka dan memberi rizki kepada mereka dan perkara-perkara dunia yang
menimpa mereka…
Oleh karenanya mereka berkata dalam talbiyah mereka tatkala mereka berhaji di zaman jahiliyyah :
لبيك لا شريك لك ، إلا شريكا هو لك ، تملكه وما ملك
“Kami Memenuhi panggilanmu Ya Allah, tidak ada syarikat bagiMu
kecuali syarikat milikMu yang Engkau memilikinya dan ia tidak memiliki”
Syubhat inilah yang dijadikan sandaran oleh kaum musyrikin zaman
dahulu dan zaman sekarang. Dan datanglah para Rasul –’alaihimus salaam-
membantah syubhat ini dan menafikannya dan mereka menyeru kepada
mengesakan beribadah hanya untuk Allah tidak ada syarikat bagiNya dan
(menjelaskan) bawahasanya perkara ini (syubhat ini-pen) hanyalah
rekayasa kaum musyrikin yang mereka buat-buat dari mereka sendiri, Allah
tidak mengizinkannya dan tidak meridhoinya, bahkan Allah membencinya
dan melarangnya…”
(Tafsiir Al-Qur’aan Al-’Adziim 12/111-112)
[dari artikel ustadz firanda]
5. Menampakkan sebagai muslim, tapi hatinya mengingkari (kufur)
Maka ini adalah KEMUNAFIKAN (nifaq i’tiqadiy). Sebagaimana dilakukan
kaum munaafiq dahulu sampai sekarang. Mereka ini KAAFIR, bukan MUSLIM.
Tidaklah mereka bersyahadat, kecuali karena takut dibunuh. Tidaklah
mereka shalat, kecuali karena ingin dibilang muslim, dan takut dibunuh.
Tidaklah mereka zakat, kecuali karena takut dibunuh, dan ingin dipuji.
Tidaklah mereka melakukan seluruh amalan shaalih; kecuali untuk riyaa’
atau sum’ah saja, tanpa sama sekali memiliki niat untuk beribadah kepada
Allaah.
Allah berfirman tentang pengakuan iman mereka:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ
آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ .
يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا
أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ . فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ
اللَّهُ مَرَضًا ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan
Hari kemudian,” pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman,
padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan
bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
(al Baqarah: 8-10)
Allah berfirman tentang shalat mereka:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ
اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا
كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan
membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka
berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan
manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.
(An-Nisaa: 142)
Allah berfirman tentang zakat/sedekah mereka:
وَالَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ
orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian
(Al baqarah: 264)
Allah berfirman tentang akhlaq mereka:
الَّذِينَ خَرَجُوا مِن دِيَارِهِم بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ
orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan
maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah.
(Al-Anfaal: 47)
Sebagaimana juga firmanNya:
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ
بَعْضُهُم مِّن بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian
yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang
berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah
lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang
munafik itu adalah orang-orang yang fasik.
(At-Tawba: 67)
Allah mengancam mereka dihari kiamat:
يَوْمَ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ
وَالْمُنَافِقَاتُ لِلَّذِينَ آمَنُوا انظُرُونَا نَقْتَبِسْ مِن
نُّورِكُمْ قِيلَ ارْجِعُوا وَرَاءَكُمْ فَالْتَمِسُوا نُورًا
Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata
kepada orang-orang yang beriman: “Tunggulah kami supaya kami dapat
mengambil sebahagian dari cahayamu”. Dikatakan (kepada mereka):
“Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu)”
(al Hadid: 16)
Juga firmanNya:
يَوْمَ يُكْشَفُ عَن سَاقٍ
وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ . خَاشِعَةً
أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ۖ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى
السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ
Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud;
maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke
bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di
dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera.
(al Qalam: 42-43)
Juga firmanNya:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan
yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat
seorang penolongpun bagi mereka.
(An-Nisaa: 145)
6. Seorang muslim, yang dalam amalannya tercampuri oleh kufur akbar maupun syirik akbar
Kita sebagai MUSLIM -yang beriman kepada Allah, satu-satunya Rabb,
satu-satunya sesembahan yang berhak disembah yang memiliki nama-nama dan
shifat-shifat yang sempurna yang tiada sekutu, lagi tiada yang serupa
denganNya- TIDAK BOLEH SAMA SEKALI juga mengadakan sesembahan selainNya,
dengan menyembah selainNya (lihat empat perkara diatas)!
Maka cukuplah Allah bagi kita, cukuplah dia satu-satunya sesembahan
bagi kita; tidak boleh kita menyembah selainNya disamping kita
menyembahNya! Inilah hakekat syirik! Yaitu menyembah satu sesembahan,
tapi disisi lain juga menyembah sesembahan yang lain!
Maka seluruh amalan ibadah kita HANYA KITA TUJUKAN KEPADA ALLAH SAJA,
(Laa ilaaha illallaah) Tiada sesembahan yang berhak disembah selain
Allah! Maka tidak boleh ada satupun amalan hati maupun anggota badan
yang kita tujukan kepada selainNya.
Tidak boleh pula kita menyerupai kaum atheis, yang hidup dengan
aturan hawa nafsunya, ia jujur mengatakan bahwa “tidak percaya adanya
Tuhan” sehingga ia tidak beribadah kepada siapapun. Ia menyembah hawa
nafsunya. Maka tidak selayaknya kaum muslimin yang mengaku “penyembah
Allah” tapi dalam realita, tidak pernah sedikitpun menyembah Allah!
Akan tetapi kaum muslimin:
1. Mereka BERIBADAH KEPADA ALLAH
2. Dan mereka tidak menyekutukanNya sedikitpun dalam segala peribadatan.
Contoh:
- Seorang yang mengaku muslim, tapi
mengikuti cara hidup seorang atheis, yang TIDAK PERNAH BERIBADAH SAMA
SEKALI (dari semenjak baligh atau semenjak mu’allaf) KEPADA ALLAH
Perkataan seorang yang dia mempersaksikan keesaan Allah, sehingga
mempersaksikan bahwa dia PENYEMBAH ALLAH haruslah persaksian yang JUJUR
datang dari hatinya; bukan persaksian yang dusta, sebagaimana dilakukan
orang-orang munaafiqin.
Allah berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ
Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan
Hari kemudian,” pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman.
(al Baqarah: 8)
Allah berfirman:
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ
قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ
لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami
mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta.
(Al-Munaafiqun: 1)
Jujur atau dustanya persaksian seseorang sebagai muwahhid (yang
mempersaksikan keesaan Allah), maka akan TERLIHAT pada AMALANNYA. Adapun
persaksian yang dusta, yaitu ketika amalan anggota badannya BERTOLAK
BELAKANG dengan apa yang ia ucapkan dengan lisannya.
(berikut nukilan dari salah satu artikel ustadz aris)
Orang yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat
haruslah beramal
karena dalil-dalil yang memerintahkan untuk mengucapkan dua kalimat
syahadat dan barang siapa mengucapkannya maka dia adalah mukmin dengan
memuat persyaratan. Jika persyaratan ini dipenuhi maka tidak mungkin
tidak memiliki amal badan sama sekali.
Semisal sabda Nabi,
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
“Orang yang berbahagia karena mendapatkan syafaatku pada hari Kiamat
nanti adalah orang yang mengucapkan laa ilaha illalloh dengan ikhlas
dari lubuk hatinya atau dari jiwanya”
(HR Bukhari no 99 dari Abu Hurairah).
Kata-kata ‘dengan ikhlas’ dalam hadits di atas menuntut untuk
meninggalkan kesyirikan karena ikhlas dan syirik adalah dua hal yang
bertolak belakang. Barang siapa tidak memiliki amal badan maka dia
adalah musyrik disebabkan dia menyembah setan dan berpaling dari agama
Allah. Siapa saja yang berpaling dari agama Allah maka dia adalah orang
yang kafir.
Dalam redaksi-redaksi hadits yang lain disebutkan persyaratan ‘tulus
dari dalam hati’, ‘hatinya merasa yakin’ dan ‘kafir dengan segala
sesembahan selain Allah’.
Dalam hadits-hadits ini disebutkan persyaratan iman bagi orang yang
mengucapkan dua kalimat syahadat. Jika persyaratan ini dipenuhi maka
orangnya tidak mungkin meninggalkan amal badan secara total.
Maka barang siapa yang tidak memiliki amal badan sama sekali, berarti
dia berpaling dari agama Allah; dan ini adalah salah satu bentuk
kemurtadan. Jadi orang yang tidak memiliki amal badan sama sekali dan
berpaling dari agama dengan tidak mau mempelajarinya serta enggan untuk
menyembah Allah maka ini adalah salah satu pembatal Islam.
Jika seorang itu mengucapkan syahadat dalam keadaan hatinya yakin,
dengan penuh keikhlasan dan tanpa keraguan maka pasti ada amal badan.
Tidak mungkin ada orang yang mengucapkan kalimat tauhid dengan penuh
ketulusan dan keikhlasan lantas tidak pernah shalat sama sekali padahal
dia mampu melakukannya. Tidak pernah shalat sama sekali menunjukkan
bahwa orang tersebut tidaklah mengucapkan syahadat dengan ikhlas, dengan
tulus dan tidak ada keyakinan dalam hatinya. Andai ada yakin, ikhlas
dan ketulusan tentu ada amal. Jika tidak punya amal badan sama sekali
maka ini menunjukkan bahwa orang tersebut tidaklah memiliki iman, yakin,
ikhlad dan ketulusan bahkan menunjukkan ada keraguan di dalam hatinya.
Kesimpulan ini tertera dengan jelas dalam berbagai dalil.
(Sumber
artikel ustadz aris)
- Seseorang yang meninggalkan shalat!
Ketahuilah (menurut pendapat yang raajih), bahwa meninggalkan shalat
adalah KUFUR AKBAR. Yang mana barangsiapa yang meninggalkannya, maka ia
TELAH KAAFIR
3 (na’uudzubillah)!!
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
العَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
”Perbedaan antara kami dengan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat, barangsiapa yang meninggalkannya maka ia telah kafir.”
(HR. At Tirmidzi, lihat Shahih At Targhib no. 564)
Dalam riwayat lain:
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ وَالشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Sesungguhnya (pembeda) antara seseorang dengan kekufuran dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat.”
(HR. Muslim no. 82)
Beliau juga bersabda:
لاَ تُشْرِكُ بَاللهِ شَيْئًا وَإِنْ قُطِعْتَ وَإِنْ حُرِقْتَ
“Janganlah kamu berbuat kesyirikan sedikit pun walaupun kamu dipenggal ataupun dibakar
وَلاَ تَتْرُكْ صَلاَةً مَكْتُوْبَةً مُتَعَمِّدًا فَمَنْ تَرَكَهَا مُتَعَمَّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ الذِّمَّةُ
dan jangan pula meninggalkan shalat dengan sengaja, maka barangsiapa
yang meninggalkan shalat dengan sengaja sungguh lepas jaminan baginya…”
Dalam riwayat Mu’adz bin Jabal radhiallahu anhu:
فقد برئت منه ذمة الله
“Sungguh telah lepas jaminan dari Allah”,
sedangkan dalam riwayat Ummu Aiman dan Umayyah:
فقد برئت منه ذمة الله و رسوله
“Sungguh telah lepas jaminan dari Allah dan Rasul-Nya”.
(lihat Shahih At Targhib no. 567. 569)
Dan inilah apa yang dipahami oleh para shahabat!
‘Umar ibn al Khaththab:
لاَ حَظَّ فِي الإِسْلامِ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
“Tidak ada bagian (sedikit pun) dalam Islam bagi seseorang yang meninggalkan shalat.” (Al Mughni 3/355)
- Shåhabat Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata:
مَنْ لَمْ يُصَلِّ فَهُوَ كَافِرٌ
“Barangsiapa yang tidak shalat maka dia kafir.” (Al Mughni 3/355)
- Shåhabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhumaa berkata:
مَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ فَلاَ دِيْنَ لَهُ
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat, maka tidak ada agama baginya.” (Shahih At Targhib no. 574)
- Berkata Jarir ibn ‘abdillaah radhiyallaahu ‘anhumaa:
من لم يصل فهو كافر
Barangsiapa yang tidak shalat, maka dia kaafir.
(diriwayatkan imam ibnu abdil barr juga imam al mundziriy)
- Abu Darda’ radhialallahu anhu berkata:
لاَ إِيْمَانَ لِمَنْ لاَ صَلاَةَ لَهُ وَلاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوْءَ لَهُ
“Tidak ada keimanan bagi yang tidak shalat, dan tidak ada (sah) shalat bagi yang tidak berwudhu’.”
(Shahih At Targhib no. 575)
- Ibnu Abbaas radhiyallaahu ‘anhumaa bahwa dia berkata:
من ترك الصلاة فقد كفر
Barangsiapa yang meninggalkan shalat, maka ia telah kaafir.
(diriwayatkan imam al Mawarziy)
Disimpulkan oleh Ibnu Syaqiq Råhimahullåh yang menyebutkan bahwa para
sahabat sepakat ‘orang yang meninggalkan shalat itu kafir’ dan mereka
tidak mensyaratkan ‘harus disertai dengan pengingkaran akan
kewajibannya’ atau ‘menentang kewajiban shalat’. Karena yang mengatakan
shalat itu tidak wajib, jelas sekali kekafirannya bagi semua orang.
(Al-Majmu’ 3/19, Al-Minhaj 2/257, Tharhut Tatsrib 1/323, Nailul Authar 2/403)
Asy Syaukani rahimahullah (w: 1250H) berkata, ketika mengomentari atsar di atas:
“Yang terlihat jelas dari redaksi bahwa perkataan ini adalah
kesepakatan para shahabat, karena perkataanya: “”Para shahabat Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam” adalah sebuah bentuk jama’ yang
diidhafakan, dan hal ini mengisyaratkan akan hal itu”.
[Lihat Nail Al Awthar]
Berkata Imam al Mawarziy:
“Kita telah menyebutkan riwayat-riwayat berasal dari Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam tentang kufurnya orang yang meninggalkan
shalat, dan keluar dari agama Islam dan dihalalkan berperang melawan
orang yang melarang untuk mendirikannya, kemudian telah datang kepada
kita juga riwayat-riwayat seperti itu dan tidak ada satu riwayatpun dari
mereka yang sampai kepada kita yang menyelisihi hal itu”.
[Lihat Ta'zhim Qadr Ash Shalat]
Kapankah seseorang dikatakan kafir?
Para ulamaa’ berbeda pendapat akan hal ini; sebagian berpendapat
bahwa dikatakan “kaafir” kalau meninggalkan “seluruh shalat”, sebagian
yang lain berpendapat bahwa dikatakan “kafir” meskipun meninggalkan satu
shalat! Dan yang kedua inilah yang benar.
Apa dalilnya?
من ترك صلاة العصر فقد حبط عمله
Barangsiapa yang meninggalkan shalat ashr, hapuslah seluruh amalnya.
(HR Bukhariy)
Lihatlah dalam hadits diatas disebutkan “meninggalkan shalat ashr”
maka maknanya yaitu meninggalkan SATU SHALAT. Dan ini dipahami UMUM
(tidka hanya shalat ashar saja).
Dan kemudian lihatlah pula dalam hadits diatas disebutkan “hapus
semua amalnya” menandakan perbuatan ini adalah KUFUR AKBAR! Karena Allah
berfirman:
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
Apabila engkau berbuat kesyirikan, maka hapuslah seluruh amalmu
(az Zumar: 65)
Maka sebagaimana dalam ayat diatas bermakna SYIRIK AKBAR, maka
demikian pula dalam hadits diatas, maka maknanya adalah KUFUR AKBAR, dan
itulah yang dipahami sebagian besar para shahabat dan tabi’in!
Sebagaimana perkataan ‘Abdullah bin ‘Amru ketika mencela buruknya khamr :
إِنِّي إِذَا شَرِبْتُ الْخَمْرَ تَرَكْتُ الصَّلاةَ، وَمَنْ تَرَكَ الصَّلاةَ فَلا دِينَ لَهُ
“Sesungguhnya jika aku minum khamr, maka aku akan meninggalkan
shalat. Dan barangsiapa yang meninggalkan shalat, tidak ada agama
baginya”
(diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah)
Maka madzhab kebanyakan para shahabat, dan tabi’in adalah KAFIR-nya
orang-orang yang meninggalkan SATU SHALAT, hingga habis waktunya,
kemudian mereka menyengajakan untuk tetap tidak melaksanakannya ketika
ingat (meskipun sudah diluar waktunya); Keliru jika menisbatkan
perkataan mereka, kepada pemahaman “meninggalkan SELURUH SHALAT” karena
TIDAK DEMIKIAN PEMAHAMAN MEREKA dalam masalah ini. Dan inilah yang
dimana ulamaa’ mutaqaddimiin berpegang padanya, seperti: Ibraahiim
An-Nakha’iy, Al-Hakam bin ‘Utbah, Ayyuub, Ibnul-Mubaarak, Ahmad, dan
Ishaaq rahimahumullaah. Dan pendapat inilah yang dirajihkan Syaikh ibn
Baz rahimahullaah.
- Seseorang yang shalat lima waktu,
zakat, haji… Tapi ia ragu, “benar nggak yah, kalau pencipta, pengatur,
pemelihara alam semesta itu hanya Allah semata?”
Maka ini adalah keraguan yang kufur! Telah banyak bukti baik dari
sisi nash (al qur’an maupun as sunnah yang shahiih) maupun dari sisi
akal yang membuktikan bahwa Allah-lah pencipta, pengatur serta
pemelihara alam semesata! Inilah kebenaran! Maka imanilah (dengan penuh
keyakinan)!
Ibnu Mas’ud dalam penuturan beliau,
“Yakin adalah iman seluruhnya, agama kita seluruhnya adalah yakin
kepada Allah, yakin kepada janji-janji Allah, yakin dengan semua yang
disiapkan Allah untuk orang-orang yang bertakwa didalam syurga dan yang
disiapan untuk orang-orang kafir di Neraka”.
(dari Ustadz Kholid)
- Seseorang yang shalat lima waktu,
zakat, haji… Tapi masih menggunakan jasa-jasa ramalan bintang, pawang
hujan, dukun-dukun; dan selainnya!
Bukankah engkau tahu bahwa Allah TELAH MENETAPKAN TAQDIR 50 RIBU
TAHUN sebelum menciptakan langit dan bumi?! Kalau belum tahu, maka
kuberitahu; bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
Sesungguhnya Allah telah menulis taqdir semua makhluk 50 ribu tahun sebelum langit dan bumi diciptakan
(HR. Muslim)
Berwasiat ‘Ubadah bin Shamit terhadap anaknya:
“Wahai anakku, sesungguhnya engkau tidak akan dapat merasakan
lezatnya iman hingga engkau bisa memahami bahwa APA YANG TELAH
DITAQDIKAN MENJADI BAGIANMU TIDAK AKAN MELESET DARIMU, DAN APA YANG
TIDAK DITAQDIRKAN UNTUK MENJADI BAGIANMU TIDAK AKAN ENGKAU DAPATKAN.”
Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ
“Pertama kali yang Allah ciptakan adalah pena, lalu Allah berfirman kepadanya:
اكْتُبْ
“Tulislah!”
pena itu menjawab,
رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ
“Wahai Rabb, apa yang harus aku tulis?”
Allah menjawab:
اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
“Tulislah semua takdir yang akan terjadi hingga datangnya hari kiamat.”
Wahai anakku, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ مَاتَ عَلَى غَيْرِ هَذَا فَلَيْسَ مِنِّي
“Barangsiapa meninggal tidak di atas keyakinan seperti ini maka ia bukan dari golonganku.”
(Shahiih; HR. Abu Dawud, at Tirmidiziy, Ahmad, dll.)
Lihatlah nasehat emas seorang ayah terhadap anaknya ini! Apakah
orang-orang yang engkau sewa itu dapat mengubah taqdir yang sudah
dituliskan Allah! Bahkan mereka pendusta! Sekafir-kafirnya makhluq!
Kalaulah dukun itu dapat melancarkan rezeki, niscaya ia akan menjadi
orang terkaya di dunia! Kalaulah peramal itu dapat meramal nasibnya,
niscaya ia tidak akan tertimpa musibah! Kalaulah pawang hujan itu dapat
menurunkan hujan, maka suruhlah ia untuk menurunkan hujan ketika
matahari terik menyinari tanpa ada awan atau embun saat itu juga!
Kalaulah pawang hujan itu dapat menahan hujan, maka suruhlah dia menahan
hujan, ketika langit telah gelap (yang pertanda akan turunnya hujan)!
Dapatkah mereka melakukannya!? Sungguh mereka tidak akan mampu! Karena
Allah-lah Rabb semesta alam, Rabb yang telah menetapkan taqdir dengan
ilmu serta kebijaksanaanNya yang sempurna!
- Orang yang shalat lima waktu,
zakat, haji… Tapi dalam hatinya menyimpan rasa harap, takut serta
tawakkal terhadap selain Allah!
Sebagaimana kita dapati dari sebagian kaum muslimin, yang
menggantungkan rasa harap, takut serta tawakkal-nya kepada jin-jin,
jimat-jimat, batu-batu, keris, dan selainnya! Ketahuilah ini SYIRIK
AKBAR!
Engkau TAHU bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu!? Tahukah
engkau bahwa Allah al Qahhaar (Maha Mengalahkan), bahwa Allah al ‘Aziiz
(Maha Perkasa), bahwa Allah al Qawiy (Maha Kuat). Masih ragukah engkau
dengan kekuasaanNya, kekuataanNya, keperkasaanNya!? Apakah barang
tersebut berkehendak? apakah barang tersebut dapat menolong dirinya
ketika dilindas truk? Jika terhadap dirinya saja ia lemah bahkan ia
benda mati, maka bagaimana ia memiliki kekuasaan terhadap yang hidup!
Allah berfirman:
وَمَا هُم بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah
(QS. al Baqarah: 102)
Jika AHLI-SIHIRnya (maupun jin yang menyertainya) TIDAK DAPAT memberi
mudharat, kecuali dengan izin Allah, maka apalagi BARANG-BARANG
tersebut!
- Orang yang shalat lima waktu, zakat, haji… Tapi menyeru kepada malaikat/nabi/wali!
Diantara kesalahan TERBESAR kaum muslimin saat ini, ketika mereka mengucapkan perkataa seperti:
“wahai malaikat/nabi/wali SELAMATKANLAH KAMI dari kemarau yang
panjang dan BERIKANLAH kepada kami KEMAKMURAN dan lain sebagainya”
Maka ketahuilah yaa
akhii ini adalah SYIRIK AKBAR!
Yang dapat mengeluarkan seseorang dari keislaman, yang barangsiapa yang
mati diatasnya maka HAPUSLAH SELURUH AMALnya!
Allah berfirman:
وَجَاءَهُمُ الْمَوْجُ مِن كُلِّ مَكَانٍ
وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ
الدِّينَ لَئِنْ أَنجَيْتَنَا مِنْ هَٰذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ
الشَّاكِرِينَ . فَلَمَّا أَنجَاهُمْ إِذَا هُمْ يَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ
بِغَيْرِ الْحَقِّ
dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka
yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada
Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka
berkata): “Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini,
pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur”. Maka tatkala
Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman (yaitu:
KESYIRIKAN) di muka bumi tanpa (alasan) yang benar
(Yunus: 22-23)
Allah berfirman:
قُلْ مَن يُنَجِّيكُم مِّن ظُلُمَاتِ
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ تَدْعُونَهُ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً لَّئِنْ أَنجَانَا
مِنْ هَٰذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ . قُلِ اللَّهُ يُنَجِّيكُم
مِّنْهَا وَمِن كُلِّ كَرْبٍ ثُمَّ أَنتُمْ تُشْرِكُونَ
Katakanlah: “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di
darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah diri dengan
suara yang lembut (dengan mengatakan: “Sesungguhnya jika Dia
menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang
yang bersyukur””. Katakanlah: “Allah menyelamatkan kamu dari bencana
itu dan dari segala macam kesusahan, kemudian kamu kembali
mempersekutukan-Nya”.
(Al-An’aam: 63-64)
Lihatlah! Dahulu kaum musyrikin mekkah, apabila tertimpa kesusahan,
maka mereka MENGIKHLASHKAN (memurnikan) doa mereka hanya semata-mata
karena Allah. Akan tetapi ketika mereka diselamatkan Allah, maka mereka
KEMBALI MENYEKUTUKAN ALLAH (dengan berdoa kepada patung-patung mereka!)…
Tapi apa yang kita dapatkan dari KAUM MUSLIMIIN sekarang ini?! Bahkan
mereka MENYERU KEPADA SESEMBAHAN SELAIN ALLAH dikala SENANG DAN SUSAH!!!
Bukankah kesyirikann yang mereka lakukan LEBIH PARAH dari kaum
musyrikin terdahulu?!!
Allah berfirman:
إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا
دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ
الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ
Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan
kalaupun mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan
permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari KEMUSYRIKANMU
dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang
diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.
(Faathir: 14)
Allah berfirman tentang orang yang mati diatas amalan seperti ini:
مِّن وَرَائِهِمْ جَهَنَّمُ وَلَا
يُغْنِي عَنْهُم مَّا كَسَبُوا شَيْئًا وَلَا مَا اتَّخَذُوا مِن دُونِ
اللَّهِ أَوْلِيَاءَ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Di hadapan mereka neraka Jahannam dan tidak akan berguna bagi mereka
sedikitpun apa yang telah mereka kerjakan, dan tidak pula berguna apa
yang mereka jadikan sebagai sembahan-sembahan (mereka) selain Allah. Dan
bagi mereka azab yang besar.
(QS Jaatsiyah: 10)
Lihatlah jika mereka mati dalam keadaan demikian, maka TIDAK BERGUNA
shalat 5 waktu yang dahulu ia kerjakan, zakat/sedekah yang ia infakkan,
haji yang ia laksanakan; seluruh amalan shaalih yang ia kerjakan… semua
sia-sia… dikarenakan ia telah mengadakan sesembahan selain Allah
sehingga dengan sebab tersebut Allah menghapuskan seluruh amalan
kebaikannya, sehingga jadilah ia penghuni neraka jahannam, ia kekal
didalamnya! Na’uudzubillaah!
7. Seorang muslim yang amalannya TERKOTORI DENGAN SYIRIK ASHGHAR
Berbeda pada enam point sebelumnya, maka yang ini adalah SYIRIK
ASHGHAR, yang tidak mengeluarkan seseorang dari agama.. Akan tetapi
menghapuskan amalan yang ia campuri/kotori niatnya tersebut.. Dan ia pun
BERDOSA BESAR karena mengamalkan ini, yang dosanya LEBIH BESAR daripada
dosa-dosa besar yang sudah kita ketahui..
- Beribadah kepada Allah, tapi hanya mengharapkan pahala dunia.
Diantara contoh: shalat, shaum hanya untuk sehat saja; atau niatnya
terdorong karena untuk sehat.. Atau zakat/sedekah hanya untuk kaya
(balasan duniawi).. sama sekali tidak terdapat keinginan dalam hatinya
untuk mengharapkan balasan akhirat.. jadi ia beribadah kepada Allah
dengan ibadah tertentu, tapi yang ia inginkan balasan dari Allah adalah
balasan dunia semata.
Lihatlah bagaimana Allah memfirmankan doa-nya para pendamba dunia tersebut:
فَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah
kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang
menyenangkan) di akhirat.
(al Baqarah: 200)
Allah juga berfirman tentangnya:
مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ
فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ . أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي
الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا
كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya,
niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia
dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah
orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan
lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan
sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.
(Hud: 15-16)
Rasulullah shalllallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
فَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ عَمَلَ الأَخِرَةِ لِلدُّنْيَا ، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الأَخِرَةِ نَصِيْبٌ
Barangsiapa di antara mereka melakukan amal akhirat untuk dunia, maka dia tidak akan mendapatkan bagian di akhirat”.
[HR Ahmad, V/134; dan Hakim, IV/318. Shahih, lihat Shahih Jami’ush Shaghiir, no. 2825]
Lantas bagaimana apabila seseorang menginginkan dua pahala (dunia dan akhirat) sekaligus dalam niatnya?
“…Jika niat seseorang adalah untuk mengharap wajah Allah dan untuk
mendapatkan dunia sekaligus, entah niatnya untuk kedua-duanya sama atau
mendekati, maka semacam ini akan
mengurangi tauhid dan keikhlasannya. Amalannya dinilai memiliki kekurangan karena keikhlasannya tidak sempurna.
Adapun jika seseorang telah beramal dengan ikhlash, hanya ingin
mengharap wajah Allah semata, akan tetapi di balik itu dia mendapatkan
upah atau hasil yang dia ambil untuk membantunya dalam beramal (semacam
mujahid yang berjihad lalu mendapatkan harta rampasan perang, para
pengajar dan pekerja yang menyokong agama yang mendapatkan upah dari
negara setiap bulannya),
maka tidak mengapa mengambil upah tersebut.
Hal ini juga tidak mengurangi keimanan dan ketauhidannya,
karena semula dia tidak beramal untuk mendapatkan dunia. Sejak awal dia
sudah berniat untuk beramal sholeh dan menyokong agama ini, sedangkan
upah yang dia dapatkan adalah di balik itu semua yang nantinya akan
menolong dia dalam beramal dan beragama.”
(Lihat Al Qoulus Sadiid, 132-133; dicopas dari
rumaysho.com]
Atau ia beramal shalih, untuk mendapatkan pahala Allah tapi juga
disisi lain, ia mengharapkan ketenaran, pujian manusia, kekuasaan,
wanita dan selainnya.. maka ini pun niatnya rusak, amalannya yang ini
tidak diterima Allah.. Dalam hal ini, terdapat beberapa amalan hati yang
rusak: yaitu riyaa’, sum’ah, maupun ujub.
- RIYAA’
Yaitu orang yang bercabang niatnya, disatu sisi ia ingin meraih
pahala dari Allah, tapi disisi lain ia ingin dilihat amalannya untuk
mencari pahala (balasan) dari sisi manusia baik sebelum/sedang/setelah
beramal..
Saat sebelum beramal contohnya;(ia mengharapkan wajahNya, tapi juga mencari muka manusia);
Ketika sedang beramal contohnya; (niat awalnya ia hanya kepada Allah
saja, tapi dipertengahan tercampur riyaa’, tapi ia tidak
menghilangkannya malah menikmatinya)
Ketika setelah beramal contohnya (ia berfoto-foto atau merekam ketika
ia beramal (ketika itu ia tidak berniat untuk riyaa’); tapi dihari
kemudian ia memperlihatkan fotonya atau videonya ketika beramal;
bermasukd untuk riyaa’)
- SUM’AH
Hampir sama dengan riyaa’; jika riyaa’ ingin dilhat, tapi sum’ah ingin didengar.
Sebagaimana riyaa’ hal ini dapat terjadi saat sebelum/sedang/setelah beramal;
Contoh sebelum beramal, ia hendak membaca al qur’an, disamping
mengharapkan pahala, ia juga mengharapkan agar didengar manusia agar ia
dipuji
Contoh sedang beramal; ia sedang shalat; tadinya niatnya ikhlash;
tapi dipertengahan ia tahu ada gurunya disekitarnya; maka ia mengeraskan
bacaan shalatnya memperbagus bacaannya untuk menarik hati gurunya.
Contoh setelah beramal; ia sudah berusaha ikhlash; di kemudian hari,
ia menyebut2 amalannya dengan maksud untuk dipuji atau tenar atau tujuan
duniawi lainnya.
Tentang riyaa’ dan sum’ah Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
وَأَمَّا مَنْ غَزَا فَخْرًا
وَرِيَاءً وَسُمْعَةً وَعَصَى الْإِمَامَ وَأَفْسَدَ فِي الْأَرْضِ
فَإِنَّهُ لَمْ يَرْجِعْ بِالْكَفَافِ
Adapun orang yang berperang karena kebanggaan, riya`, sum’ah,
membangkang/memberontak terhadap imam/penguasa yang sah dan merusak
dimuka bumi maka ia tidak mendapatkan apa pun.”
(HR. Ahmad, an-Nasaa-iy, Abu Dawud, dll. Shahiih; dishahiihkan syaikh
al-albaniy dalam shahiih abi dawud, shahiih an-Nasaa-iy; dll.)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ
“Barangsiapa yang memperdengarkan (sum’ah) maka Allah akan
memperdengarkan tentangnya, dan barangsiapa yang memperlihatkan (riyaa’)
maka Allah akan memperlihatkan tentang dia”
(HR Al-Bukhari no 6499)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
مَنْ سَمَّعَ النَّاسَ بِعَمَلِهِ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ سَامِعَ خَلْقِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَحَقَّرَهُ وَصَغَّرَهُ
“Barangsiapa yang dengan amalannya ia ingin didengar manusia, maka
Allah akan memperdengarkannya kepada para pendengar dari hamba-Nya, dan
Dia akan mengkerdilkan dan meremehkannya.”
(HR. Ahmad; dishahiihkan oleh Syaikh Ahmad Syaakir)
Diantara makna hadits ini sebagaimana yang disampaikan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar adalah :
Barangsiapa yang mengesankan bahwasanya ia telah melakukan suatu amal
sholeh padahal ia tidak melakukannya maka Allah akan membongkar
kebohongannya tersebut
(lihat Fathul Baari 11/337; http://firanda.com/index.php/artikel/aqidah/114-berjihad-melawan-riyaa)
- UJUB
Yaitu takjub dengan kelebihan (nikmat-nikmat) yang ada pada dirinya,
lupa dalam mengingat dan mensyukuri Allah, tapi yang ada malah ia
sandarkan kelebihan tersebut kepada dirinya.
Dapat terjadi ketika sedang/setelah beramal..
contoh sedang beramal, ketika ia shalat; ia merasa bangga bahwa ia
bisa shalat; kemudian ia berkata dalam hatinya.. “Aku bisa shalat
semata-mata karena kekuatanku”
atau setelah beramal; seperti orang yang sedang muraja’ah hafalan
qur’an atau hadits ia berkata “aku dapat menghafal ini semata-mata
karena kuatnya hafalanku dan kerajinanku” ia lupa bahwa ia tidak dapat
melakukan itu semua melainkan karena kemudahan, kekuatan dan pertolongan
dari Allah..
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَولَم تَكُونُو تَذْنِبُونَ خَشِيتُ عَلَيكم اكثَرَ من ذلك : العُجْبُ
kalau kalian tidak berbuat dosa, niscaya aku benar benar merasa takut atas kalian apa yang lebih berat dari itu: (yaitu) UJUB
(Hasan, HR al Bayhaqiy)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
ثَلاَثُ مُهْلِكَاتٍ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
“Tiga perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikui dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri”
(HR at-Thobroni dalam Al-Awshoth no 5452 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam as-shahihah no 1802)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
“Dan sering orang-orang menggandengkan antara riyaa’ dan ujub. Riyaa
termasuk bentuk kesyirikan dengan orang lain (yaitu mempertujukan ibadah
kepada orang lain-pen) adapun ujub termasuk bentuk syirik kepada diri
sendiri (yaitu merasa dirinyalah atau kehebatannyalah yang membuat ia
bisa berkarya-pen). Ini merupkan kondisi orang yang sombong.
Orang yang riyaa’ tidak merealisasikan firman Allah إيَّاكَ نَعْبُدُ
“Hanya kepadaMulah kami beribadah”, dan orang yang ujub tidaklah
merealisasikan firman Allah وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ “Dan hanya
kepadaMulah kami memohon pertolongan”.
Barangsiapa yang merealisasikan firman Allah إيَّاكَ نَعْبُدُ maka ia
akan keluar lepas dari riyaa’, dan barangsiapa yang merealisasikan
firman Allah وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ maka ia akan keluar terlepas dari
ujub”
(Majmuu’ Al-Fataawaa 10/277)
- Takabbur
Hal ini adalah konsekuensi dari UJUB,
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
الْكِبْرَ مَنْ بَطَرَ الْحَقَّ وَغَمَصَ النَّاسَ
“Al-Kibr (sombong) adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.”
(HR. Ahmad, Bukhariy, Muslim, Abu Dawud, at Tirmidziy, Ibnu maajah, dan selainnya)
ia MENOLAK KEBENARAN:
- karena ia lebih mendahulukan keridhaan hawa nafsunya, daripada
keridhaan Allah. dan ini adalah pembangkangan serta kesombongan yang
nyata dihadapan Allah!
dan/atau ia MERENDAHKAN MANUSIA:
- karena ia menganggap dirinya lebih tinggi dari yang lain, baik dari
sisi ilmu, amal, harta, atau selainnya. sehingga dengan anggapannya
tersebut, maka ia menganggap rendah orang yang ia pandang lebih
rendah/kurang dari apa yang ada pada dirinya.
Dan kebanyakan penolak kebenaran, memiliki salah satu dari dua sifat
diatas, atau bahkan MENGGABUNGKAN DUA SIFAT diatas dalam diri mereka.
Ketahuilah orang-orang yang memiliki rasa sombong dalam hatinya, maka ia diancam diadzab Allah! sebagaimana sabda Rasuulullaah:
الْعِزُّ إِزَارُهُ وَالْكِبْرِيَاءُ رِدَاؤُهُ فَمَنْ يُنَازِعُنِي عَذَّبْتُهُ
“Kemuliaan adalah sarung-Nya dan al-kibriyaa’ (kesombongan) adalah
selendang-Nya. (Allah berfirman:) Barangsiapa yang menyaingi-Ku (pada
kedua sifat ini) maka Aku akan mengazabnya.”
(HR. Muslim)
Oleh karenanya, jika sifat ini dimiliki oleh seorang muslim dalam
hatinya (meski hanya sebiji dzarrah) maka DIANCAM HARUS MAMPIR DULU KE
NERAKA untuk diadzab karena sebab tersebut, sebagaimana sabda beliau:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk surga bagi seseorang yang di dalam hatinya terdapat sifat kibr, meskipun hanya sebesar biji atom.”
(HR. Ahmad, Bukhariy, Muslim, Abu Dawud, at Tirmidziy, Ibnu maajah, dan selainnya)
Ibnul Qayyim berkata :
“Sesungguhnya hati manusia dihadapi oleh dua macam penyakit yang amat
besar jika orang itu tidak menyadari adanya kedua penyakit itu akan
melemparkan dirinya kedalam kehancuran dan itu adalah pasti, kedua
penyakit itu adalah riya dan takabur, maka obat dari pada riya adalah :
(Hanya kepada-Mu kami menyembah) dan obat dari penyakit takabur adalah :
(Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)”.
[Madarijus Salikin 1/54; copas dari almanhaj]
Semoga Allah melindungi kita dari segala bentuk kekufuran maupun
kesyirikan, baik yang besar maupun yang kecil, baik yang nampak maupun
tersembunyi.. Dan semoga Allah menetapkan kita diatas islaam dan sunnah;
serta mematikan kita diatasnya.. aamiin..
Catatan Kaki
- Seperti:- Bernadzar yang dipersembahkan untuk mereka
- Menyembelih yang dipersembahkan untuk mereka
- dsb.
- Apakah “menyembah” dalam ayat ini, seperti
perkataan:“wahai Nabi.. atau wahai syaikh fulaan (yang sudah mati)…
doakan KEPADA ALLAH begini dan begitu”
Ketahuilah, dalam hal ini maka ini KHILAF PARA ULAMAA’:
- Sebahagian ulamaa’ hanaabilah, berpendapat hal ini termasuk tawassul yang disyari’atkan (tidak bid’ah dan tidak syirik)
apa dalil mereka? qiyas. Mereka mengqiyaskan orang yang masih hidup
dengan yang sudah mati. Mereka juga mengqiyaskan Nabi dan orang-orang
shalih. Maka dijawab, dua qiyas ini baathil (baca: qiyas ma’al faariq,
yaitu menggunakan dua hal yang tidak dapat diperbandingkan.) Dan bahkan
termasuk MADZHAB SYAFI’IY (sebagaimana dikatakan ibnu katsiir dalam
tafsirnya), adalah TIDAK ADA QIYAS DALAM MASALAH IBADAH.
- Para ulamaa’ yang lain, berpendapat bahwa hal ini BID’AH dan SYIRIK.
Kenapa mereka mengatakan hal ini bid’ah?
karena para shahabat dahulu selepas wafatnya nabi, maka tidak
diriwayatkan dari mereka yang bertawassul kepada nabi dalam doa-doa
mereka. Kalaupun ada riwayatnya, maka ini riwayat-riwayat dengan SANAD
YANG LEMAH, atau bahkan ada yang PALSU, atau bahkan ada yang TIDAK ADA
SANAD-nya. Bahkan yang shahiih, ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu bertawassul
kepada AL-ABBAAS (paman nabi) YANG MASIH HIDUP saat itu. Kalaulah
bertawassul kepada nabi itu BENAR PEMAHAMANNYA, tentulah ‘Umar akan
mendahulukan nabi daripada pamannya! Dan kalaulah para shahabat yang
lain berpemahaman demikian, maka tentu mereka akan
menyelisihi/mengingkari umar, karena kita lebih berhak mendahulukan nabi
daripada selainnya. AKAN TETAPI, tidak ada para shahabat yang
berpemahaman demikian, bahkan mereka menyetujui perbuatan umar tersebut!
Kenapa dikatakan Syirik?
Karena perkataaan “mohonkanlah kepada Allah” adalah SERUAN dan SERUAN
bermakna “DOA”. barangsiapa yang menyeru/berdoa kepada selain Allah,
maka ia telah melakukan kesyirikan.
- Pendapat ketiga, hal ini BID’AH (lihat alasan diatas), TAPI BUKAN SYIRIK. dan inilah yang benar
Alasannya? Tidak ada satupun perkataan diatas yang bermakna
PENYEMBAHAN kepada orang yang sudah wafat tersebut! Adapun perkataan
“menyeru” maka kita jawab: sesungguhnya seruan itu UMUM. Ada yang
bermakna PENYEMBAHAN, adapula yang bermakna BUKAN PENYEMBAHAN.
Adapun tawassul diatas, maka ini tidak ada bentuk penyembahan
didalamnya. Sedangkan yang dimaksudkan oleh ayat diatas adalah seorang
menyembah kepada selain Allah, kemudian agar sesuatu/seseorang yang
mereka sembah tersebut dapat membantu mereka untuk lebih dekat disisi
Allah atau membantu mengangkat derajat mereka disisi Allah. Seakan-akan
orang-orang yang mereka sembah itu (meskipun malaikat atau nabi),
memiliki hak untuk disembah, padahal tidak. Dan juga mereka mengira,
dengan menyembah nabi/malaikat, adalah cara pendekatan diri kepada
Allah; padahal tidak. Dan juga mereka mengira, dengan menyembah
nabi/malaikat, maka kelak nabi/malaikat akan memberikan syafa’at kepada
mereka disisi Allah; padahal tidak demikian.
Tapi perkataan sebagian kaum muslimin yang berkata
kepada penghuni kubur: “doakan aku agar Allah (begini dan begitu)” maka
ini bukanlah bentuk penyembahan mereka kepada orang shalih tersebut,
yaitu dengan maksud beribadah kepada mereka; bukan. Hal ini adalah
KESALAHPAHAMAN mereka, bahwa orang yang mati dari kalangan nabi atau
orang shalih, adalah termasuk tawassul yang disyari’atkan. Oleh
karenanya hal ini dikatakan sebagai bid’ah karena tidak sesuai dengan
pemahaman dan pengamalan Rasuulullaah dan para shahabatnya. Adapun
mengatakan bahwa seruan tersebut adalah seruan penyembahan. Maka ini
kekeliruan.
Terkecuali, jika mereka memiliki salah satu dari tiga keyakinan berikut:
“Jika amalan ini diiringi keyakinan syafaat syirkiyyah barulah amalan ini berstatus syirik besar pembatal Islam:
Pertama, seorang yang menjadikan antara dirinya dengan Allah
perantara dalam doa dan dia berkeyakinan bahwa Allah itu tidak akan
menjawab doa orang yang memanjatkan doa kepada-Nya secara langsung
karena harus ada perantara antara Allah dengan makhluk dalam doa.
Kedua, atau menyakini bahwa Allah itu menjawab doa si perantara karena Allah itu membutuhkan perantara
Ketiga, atau menyakini bahwa si perantara itu memiliki hak yang wajib Allah tunaikan”
(Mudzakkirah al Aqidah al Islamiyyah hal 70-71; kutip dari ustadzaris)
Wallaahu a’lam ↩