Doa adalah jalan keselamatan, tangga pengantar, sesuatu yang dituntut
oleh orang-orang yang berpengetahuan, kendaraan orang-orang shalih,
tempat berlindung bagi kaum yang terzalimi dan tertindas. Melalui doa,
nikmat diturunkan dan melaluinya pula murka Allah dihindarkan. Alangkah
besar kebutuhan para hamba Allah akan doa. Seorang muslim tidak akan
pernah bisa lepas dari kebutuhannya terhadap doa dalam setiap situasi
dan kondisinya.
Doa adalah obat yang paling mujarab, ia ibarat musuh bagi penyakit,
ia senantiasa melawan, menghilangkan atau meringankannya. Begitulah
kedudukan doa, seyogyanya bagi seorang muslim untuk mengetahui
keutamaan-keutamaan dan adab-adab doa, kita memohon kepada Allah agar
menerima doa dan amal sholeh kita.
A. MAKNA DOA
Secara bahasa, berarti meminta atau memohon dengan sepenuh hati.
Sedangkan menurut istilah syar’i, berarti permohonan seorang hamba
kepada Allah ta’ala dengan sepenuh hati. Dan diartikan pula dengan
pensucian, pemujaan dan semisalnya. (lihat syuruthu ad-du’a wa mawani’u
al-ijabah, karya Syaikh Sa’id bin Ali Al-Qohthoni, hlm. 5).
B. MACAM-MACAM DOA
Doa ada dua macam:
- Doa Ibadah,
Yaitu memohon pahala dengan melaksanakan amal-amal kebaikan seperti
mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengamalkan konsekuensi keduanya,
shalat, zakat, puasa, haji, menyembelih dan bernadzar karena Allah. Maka
barangsiapa melaksanakan ibadah-ibadah tersebut dan selainnya berarti
ia telah berdoa dan memohon ampunan kepada Allah, mengharap pahala
dari-Nya dan merasa takut terhadap azab-Nya.
Doa semacam ini tidak boleh diarahkan kepada selain Allah ta’ala.
Barangsiapa mengarahkannya kepada selain Allah, maka ia telah jatuh pada
kekafiran akbar yang menyebabkannya keluar dari agama Islam dan masuk
ke dalam neraka. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ
الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ
دَاخِرِينَ (60)
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri
dari menyembah-Ku [berdoa kepada-Ku] akan masuk neraka Jahannam dalam
Keadaan hina dina”. (QS. Al-Mu’min / Ghafir: 60)
Dan juga firman-Nya:
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ
وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163)
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya;
dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS. Al-An’aam: 162-163)
- Doa mas-alah (permohonan),
Yaitu seorang hamba memohon apa saja yang bermanfaat seperti
datangnya kebaikan dan kemaslahatan atau tercegahnya keburukan dan
kemudharatan, dan memohon segala kebutuhan.
Hukum doa semacam ini ada dua:
Pertama:
Boleh,
apabila seorang hamba memohon kepada orang lain yang masih hidup dan
ada di hadapannya dalam hal-hal yang mampu dilakukan oleh orang
tersebut, seperti mengatakan kepadanya, ‘Tolong ambilkan air minum
untukku, atau berilah aku makanan’ atau perkataan yang semisalnya. Hal
ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
مَنِ اسْتَعَاذَ بِاللَّهِ فَأَعِيذُوهُ وَمَنْ سَأَلَ بِاللَّهِ فَأَعْطُوهُ وَمَنْ دَعَاكُمْ فَأَجِيبُوهُ
“Barangsiapa memohon perlindungan (kepadamu) dengan menyebut nama
Allah maka lindungilah ia. Barangsiapa meminta (kepada kalian) dengan
menyebut nama Allah maka berilah ia. Barangsiapa mengundang kamu maka
penuhilah undangannya,…dst.”
(HR. Abu Daud I/524 no.1672, an-Nasa-i V/82 no.2567, dan Ahmad II/68 no.5365, dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma)
Kedua:
Haram,
yaitu apabila seorang hamba memohon kepada makhluk dalam hal-hal yang
tidak mampu dilaksanakan kecuali oleh Allah semata, seperti mengatakan,
‘Wahai tuanku, atau wahai syaikh/kiyai, atau wahai pembesar jin,
sembuhkanlah penyakitku, lapangkanlah rezkiku, kembalikan barang yang
telah hilang dariku, berilah aku jodoh dan anak, selamatkan aku dari
bencana’, maka ini adalah kekufuran dan kesyirikan yang mengeluarkan
pelakunya dari agama Islam, walaupun makhluk yang diminta doa tersebut
masih hidup dan ada dihadapan kita. Allah ta’ala berfirman:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلا هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (17)
“Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka
tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. dan jika Dia
mendatangkan kebaikan kepadamu, Maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap
sesuatu.”
(QS. Al-An’aam: 17)
Dan firman-Nya pula (yang artinya):
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat
dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu
berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu
Termasuk orang-orang yang zalim”. Jika Allah menimpakan sesuatu
kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang dapat menghilangkannya
kecuali Dia. dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, Maka tak ada
yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa
yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 106-107)
(Lihat pula: QS. Al-A’raaf: 194, 197; Al-Hajj: 11-13; Fathir:
13-14; Al-Ahqaaf: 5-6; Al-Maidah:72; A-Nisa’: 48, 116; Al-An’aam: 88;
Asy-Syu’ara: 213; Az-Zumar: 65-66).
C. KEUTAMAAN DOA:
Doa memiliki keutamaan dan faedah yang tak terhitung, kedudukannya
sebagai satu bentuk ibadah cukup menjadi bukti keutamaanya. Diantara
keutamaannya:
- Doa adalah ibadah itu sendiri.
Sebagaimana yang sabdakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
اَلدُّعَاءُ هُوَ اْلعِبَادَةُ
”
Doa adalah ibadah.” (
HR. Abu Daud I/466 no.1479, Tirmizi V/374 no.3247, Ibnu Majah II/1258 no.3828, dan Ahmad IV/267 no.18378, dan An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu anhu. Dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani).
Meninggalkan doa adalah bentuk menyombongkan diri dari menyembah Allah, sebagaimana Allah ta’ala berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ
الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ
دَاخِرِينَ (60)
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya
akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan
hina dina”. (QS. Al-Mu’min/Ghafir: 60)
- Doa itu menunjukan tawakal kepada Allah ta’ala.
Hal itu dikarenakan orang yang berdo’a dalam kondisi memohon
pertolongan kepada-Nya, menyerahkan urusan hanya kepada-Nya bukan
kepada yang lain-Nya. Sebagaimana doa juga merupakan bentuk ketaatan
kepada Allah dan bentuk pemenuhan akan perintah-Nya. Allah ta’ala
berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”. (QS. Al-Mu’min/Ghafir: 60)
- Doa juga merupakan senjata yang kuat yang digunakan seorang muslim dalam mencari kebaikan dan menolak kemadharatan.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ فُتِحَ لَهُ مِنْكُمْ بَابُ الدُّعَاءِ فُتِحَتْ
لَهُ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَمَا سُئِلَ اللَّهُ شَيْئًا يَعْنِى أَحَبَّ
إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يُسْأَلَ الْعَافِيَةَ ».
وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
إِنَّ الدُّعَاءَ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ
فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللَّهِ بِالدُّعَاءِ »
“Barang siapa diantara kalian telah dibukakan baginya pintu doa,
pasti dibukakan pula baginya pintu rahmat, dan tidaklah Allah diminta
sesuatu yang Dia berikan lebih Dia senangi dari pada diminta kekuatan.”
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“sesungguhnya doa itu bermanfaat baik terhadap apa yang terjadi maupun belum terjadi, maka hendaklah kalian berdoa.” (HR. At-Tirmidzi V/552 no.3548, dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma. dihasankan oleh syaikh Al-Albani).
- Doa adalah senjata yang digunakan para nabi dalam menghadapi situasi-situasi sulit.
Begitu pun nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam perang
badar, ketika ia melihat jumlah kaum musyrikin sebanyak seribu sedang
pasukan islam tiga ratus Sembilan belas, ia segera menghadap kiblat
seraya mengangkat kedua tanganya berdoa:
اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِى مَا وَعَدْتَنِى
اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِى اللَّهُمَّ إِنْ تَهْلِكْ هَذِهِ
الْعِصَابَةُ مِنْ أَهْلِ الإِسْلاَمِ لاَ تُعْبَدْ فِى الأَرْضِ ».
فَمَازَالَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ مَادًّا يَدَيْهِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ
حَتَّى سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ مَنْكِبَيْهِ فَأَتَاهُ أَبُو بَكْرٍ
فَأَخَذَ رِدَاءَهُ فَأَلْقَاهُ عَلَى مَنْكِبَيْهِ ثُمَّ الْتَزَمَهُ مِنْ
وَرَائِهِ. وَقَالَ يَا نَبِىَّ اللَّهِ كَذَاكَ مُنَاشَدَتُكَ رَبَّكَ
فَإِنَّهُ سَيُنْجِزُ لَكَ مَا وَعَدَكَ
“
Ya Allah wujudkanlah untuk kami apa yang engkau janjikan, ya
Allah berikanlah kepada kami apa yang engkau janjikan, ya Allah jika
sekumpulan kaum muslimin ini binasa, maka tidak ada yang akan menyembah
engkau di muka bumi ini.” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
terus melantunkan doa seraya membentangkan kedua tanganya menghadap
kiblat hingga selempangnya jatuh, maka datanglah Abu Bakar mengambil
selempang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
dan
meletakanya di atas pundaknya dan menjaganya dari belakang dan berkata:
wahai nabi Allah, doa engkau kepada Tuhanmu sudah cukup, karena Dia
pasti akan mewujudkan apa yang Dia janjikan untukmu.” (HR. Muslim III/1383 no.1763, dari Umar bin Khoththob radhiyallahu anhu)
Demikian pula nabi Ayub alaihissalam, ia menggunakan senjata doa
ketika mengalami berbagai macam cobaan, terisolir dari manusia, tidak
ada lagi y`ng menyayanginya selain istrinya sendiri, dalam kondisi
seperti itu ia tetap bersabar dan mengharap ridho Allah, dan ketika
cobaan itu telah berlarut lama, ia berdoa:
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ
الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (83) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ
فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ
مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ (84)
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya
Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah
Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang”. Maka Kamipun
memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada
padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat
gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk
menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah”. (QS: Al-Anbiya’: 83-84)
- Doa dapat menghilangkan kegelisahan dan kesedihan, menjadikan hati lapang, dan mempermudah urusan.
Dalam berdoa, seorang hamba bermunajat kepada Tuhannya, mengakui
kelemahan dan ketidak berdayaannya, mengungkapkan rasa butuhnya kepada
Pencipta dan Pemiliknya, doa juga sarana untuk menghindari murka Allah
ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللهَ ي؎غْضَبْ عَلَیْهِ
“Barang siapa tidak mau meminta kepada Allah, niscaya Dia akan marah kepadanya” (HR. Ahmad II/442 no.9699, dan At-Tirmidzi V/456 no.3373, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Dan dihasankan syaikh Al-Albani).
Alangkah indahnya ungkapan seorang penyair:
Janganlah engkau meminta manusia satu kebutuhan,
Mintalah kepada yang pintu-Nya tak pernah tertutup.
Allah marah jika engkau tidak meminta-Nya,
Sedang manusia justru marah ketika diminta.
- Doa juga menjadi senjata bagi orang-orang yang terzalimi, ia
adalah tempat berlindung bagi orang-orang lemah yang putus harapan,
tertutup segala pintu di hadapanya.
Imam Syafi’i mengatakan:
“Apakah engkau meremehkan doa dan memandangnya sepele,
Padahal engkau tidak tahu apa yang diperbuat doa.
Ia adalah anak panah-anak panah malam yang tak kan meleset,
Akan tetapi ia memiliki masa dan masa itu ada penghujungnya”.
D. SYARAT-SYARAT TERKABULNYA DOA
Banyak orang yang berdoa kepada Allah tetapi mereka melakukan
perbuatan yang menyebabkan doa mereka ditolak dan tidak dikabulkan. Hal
ini dikarenakan kebodohan mereka tentang syarat-syarat terkabulnya doa,
padahal apabila salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, maka doa doa
apapun tidak akan dikabulkan oleh Allah.
Berikut ini kami akan sebutkan syarat-syarat terkabulnya doa. Dan yang terpenting di antaranya ialah:
1. Ikhlas karena Allah semata
Sebagaimana firman Allah ta’ala:
فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (14)
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya“.
(QS. Al-Mu’min/Ghafir: 14)
Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan bahwa setiap orang yang beribadah
dan berdoa hendaknya dengan niat ikhlas (karena Allah) serta menyelisihi
orang-orang musyrik dalam cara dan madzhab mereka. (Tafsir Ibnu Katsir
IV/73).
Termasuk syarat terkabulnya doa adalah tidak beribadah dan tidak
berdoa kecuali kepada Allah. Jika seseorang memalingkan sebagian ibadah
kepada selain Allah, baik kepada para Nabi atau para wali, seperti
mengajukan permohonan dan perlindungan kepada mereka, maka doanya tidak
akan dikabulkan oleh Allah, dan nanti di akhirat kelak ia termasuk
orang-orang yang merugi serta kekal di dalam api Neraka Jahannam bila
dia meninggal dunia sebelum bertaubat dari perbuatan syiriknya itu.
2. Al-Ittiba’
Yaitu Mengikuti Tuntunan Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wasallam dalam segala bentuk ibadah. Dan ini merupakan salah satu dari makna syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah
(أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ), yaitu
agar di dalam beribadah kepada Allah harus sesuai dengan ajaran yang
dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Setiap ibadah
yang diada-adakan atau dibuat-buat secara baru yang tidak pernah
diajarkan atau dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam,
maka ibadah itu tertolak, walaupun pelakunya adalah seorang muslim yang
beribadah kepada Allah dengan niat yang ikhlas. Karena sesungguhnya
Allah telah memerintahkan kepada kita semua untuk senantiasa mengikuti
tuntunan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam segala urusan
agama, sebagaimana firman-Nya:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“
Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”.(
QS. Al Hasyr : 7)
Dan firman-Nya pula:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”.
(QS. Al-Ahzaab: 21)
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga telah memperingatkan
umatnya agar meninggalkan segala perkara ibadah yang tidak ada contoh
atau tuntunannya dari beliau, sebagaimana sabda beliau shallallahu
alaihi wasallam:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang bukan termasuk dalam urusan (agama) kami, maka amalan itu tertolak”.
(HR. Muslim III/1343 no.1718, dari Aisyah radhiyallahu anha)
3. Tidak Berdoa Untuk Sesuatu Dosa atau Memutuskan Silaturahmi
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam di dalam hadits berikut ini.
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه
وسلم- قَالَ « ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ
وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ
إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ
فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا
“Dari Abu Said bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda: “Apabila seorang muslim berdoa dengan suatu doa yang tidak
mengandung unsur dosa atau pemutusan silaturahmi melainkan Allah akan
memberikan kepadanya salah satu dari tiga hal, yaitu; (1) Allah akan
menyegerakan pengabulan doanya, atau (2) Allah menjadikannya sebagai
simpanan baginya di akhirat, atau (3) Allah menghilangkan daripadanya
keburukan yang semisalnya”.
(HR. Ahmad III/18 no.11149. dan
hadits ini derajatnya Hasan Shohih sebagaimana dinyatakan oleh syaikh
Al-Albani di dalam Shohih At-Targhib wa At-Tarhib II/128 no.1633).
Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa yang dimaksud
(suatu
doa yang tidak mengandung unsur dosa) artinya berdoa untuk kemaksiatan,
sebagai contoh seseorang berdoa dengan mengucapkan: “Ya Allah takdirkan
aku untuk bisa membunuh si fulan”, sementara si fulan itu tidak berhak
dibunuh, atau berdoa: “Ya Allah berilah aku rezki untuk bisa minum
khamer”, atau “Ya Allah pertemukanlah aku dengan seorang wanita cantik
untuk berzina”. Atau berdoa untuk memutuskan silaturrahmi suatu contoh :
“Ya Allah jauhkanlah aku dari bapak dan ibuku serta saudaraku”, atau
doa semisalnya. Doa tersebut pengkhususan terhadap makna yang umum. Imam
Al-Jazari mengatakan, bahwa memutuskan silaturahmi bisa berupa tidak
saling menyapa, saling menghalangi dan tidak berbuat baik dengan semua
kerabat dan keluarga.”
4. Hendaknya Makanan, minuman dan Pakaiannya dari yang Halal dan Baik
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebutkan dalam sebuah hadits:
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ
أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ
وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ
بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Kemudian Nabi menyebutkan seorang laki-laki yang lusuh lagi kumal
karena lama bepergian mengangkat kedua tanganya ke langit tinggi-tinggi
seraya berdoa: Ya Rabbi, ya Rabbi (Wahai Tuhanku), sementara makanannya
haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dagingnya tumbuh dari yang
haram, maka bagaimana mungkin doanya bisa terkabulkan?.”
(HR. Muslim II/703 no.1015).
Imam An-Nawawi berkata: “Bahwa yang dimaksud lama bepergian dalam
rangka beribadah kepada Allah seperti haji, ziarah, bersilaturahmi dan
yang lainnya”. (Syarah Shohih Muslim III/457).
Pada zaman sekarang ini berapa banyak orang yang mengkonsumsi
makanan, dan minuman serta memakai pakaian yang haram baik dari harta
hasil riba, perjudian atau harta suap atau yang lainnya. Na’udzu billahi
min dzalik.
5. Tidak Tergesa-gesa Dalam Menunggu Terkabulnya Doa
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
يُسْتَجَابُ لأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ فَيَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ رَبِّى فَلَمْ يَسْتَجِبْ لِى
“Artinya : Akan dikabulkan permintaan seseorang di antara kamu,
selagi tidak tergesa-gesa, yaitu mengatakan: Saya telah berdoa kepada
Tuhanku tetapi tidak dikabulkan”.
(Shahih Al-Bukhari, kitab Da’awaat V/2335 no.5981, dan Muslim IV/2095 no.2735).
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani berkata: Yang dimaksud dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
(Saya telah berdoa kepada Tuhanku tetapi tidak dikabulkan
),
Ibnu Baththaal mengatakan, bahwa seseorang bosan berdoa lalu
meninggalkannya, seakan-akan mengungkit-ungkit dalam doanya atau mungkin
dia berdoa dengan baik sesuai dengan syaratnya, tetapi bersikap bakhil
dalam doanya dan menyangka bahwa Allah tidak mampu mengabulkan doanya,
padahal Dia adalah dzat Yang Maha Mengabulkan doa dan tidak pernah habis
pemberian-Nya.”
(Fathul Bari XI/145, dan Syarah Shohih Al-Bukhori oleh Ibnu Baththol XIX/137).
Syaikh Al-Mubarak Furi menjelaskan bahwa Imam Al-Madzhari berkata:
Barangsiapa yang bosan dalam berdoa, maka doanya tidak terkabulkan sebab
doa adalah ibadah, baik dikabulkan atau tidak, seharusnya seseorang
tidak boleh bosan beribadah. Tertundanya permohonan boleh jadi belum
waktunya doa tersebut dikabulkan karena segala sesuatu telah ditetapkan
waktu terjadinya, sehingga segala sesuatu yang belum waktunya terjadi
tidak akan mungkin terjadi, atau boleh jadi permohonan tersebut tidak
terkabulkan dengan tujuan Allah mengganti doa tersebut dengan pahala,
atau boleh jadi doa tersebut tertunda pengabulannya agar orang tersebut
rajin berdoa, sebab Allah sangat senang terhadap orang yang rajin berdoa
karena doa memperlihatkan sikap rendah diri, menyerah dan merasa
membutuhkan Allah. Orang sering mengetuk pintu akan segera dibukakan
pintu dan begitu pula orang yang sering berdoa akan segera dikabulkan
doanya. Maka seharusnya setiap kaum Muslimin tidak boleh meninggalkan
berdoa.
[Mir-atul Mafatih VII/349].
6 & 7. Hendaknya Berdoa dengan Hati yang Khusyu’ dan Yakin bahwa Doanya Pasti akan Dikabulkan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَه
“Mohonlah kepada Allah sedangkan kamu merasa yakin akan dikabulkan
karena sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang
lalai”.
(HR. Tirmidzi V/517 no.3479)
Syaikh Al-Mubarak Furi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sabda Nabi: (
dari hati yang lalai) adalah hati yang berpaling dari Allah atau berpaling dari yang dimintanya. (Mir’atul Mafatih VII/360-361).
E. ADAB-ADAB BERDO’A
Adab-adab berdoa banyak sekali, semuanya dianjurkan untuk
dilaksanakan saat berdoa, agar ia menjadi penguat untuk dikabulkannya
doa. Di antara adab-adab berdoa adalah:
1- Memulai doa dengan bacaan hamdalah (puja-puji syukur kepada Allah ta’ala) dan shalawat atas Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam di dalam hadits berikut ini.
عَنْ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ قَالَ بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَاعِدًا إِذْ دَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى فَقَالَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى وَارْحَمْنِى.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهَ -صلى الله عليه وسلم- « عَجِلْتَ أَيُّهَا
الْمُصَلِّى إِذَا صَلَّيْتَ فَقَعَدْتَ فَاحْمَدِ اللَّهَ بِمَا هُوَ
أَهْلُهُ وَصَلِّ عَلَىَّ ثُمَّ ادْعُهُ ». قَالَ ثُمَّ صَلَّى رَجُلٌ
آخَرُ بَعْدَ ذَلِكَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَصَلَّى عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله
عليه وسلم- فَقَالَ لَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَيُّهَا
الْمُصَلِّى ادْعُ تُجَبْ »
Dari Fadhalah bin Ubaid radhiyallahu anhu, ia berkata: Tatkalah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam duduk, tiba-tiba ada seorang
laki-laki masuk (masjid, pent) lalu berdoa: “
Allahumaghfirli Warhamni (Ya Allah, ampunilah dosaku dan rahmatilah diriku).”
Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Kamu telah tergesa-gesa wahai orang yang berdoa. Jika kamu berdoa,
maka duduklah, lalu ucapkan pujian kepada Allah dengan sesuatu yang
layak bagi-Nya, dan bershalawatlah kepadaku, lalu berdoalah.” Kemudian
ada laki-laki lain berdoa setelah itu, ia mengucapkan pujian kepada
Allah dan bershalawat kepada nabi, maka nabi shallallahu alaihi wasallam
bersabda kepadanya
: “Wahai orang yang berdoa, berdoalah (kepada Allah, pent), niscaya engkau akan dikabulkan.” (HR. At-Tirmizi V/516 no.3476. Dan dishahihkan syaikh Al-Albani di dalam Shohih At-Targhib wa At-Tarhib II/130 no.1643).
2- Mengakui dosa dan kesalahan di hadapan Allah.
Mengakui dosa dan kesalahan menunjukan kesempurnaan ubudiyah
(penghambaan) kepada Allah ta’ala, sebagaimana doa nabi Yunus
‘alaihissalam berikut ini:
وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ
لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لا إِلَهَ إِلا
أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (87)
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi
dalam Keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan
mempersempitnya (menyulitkannya), Maka ia menyeru dalam Keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau, Sesungguhnya aku adalah Termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya: 87)
Yang dimaksud dengan Keadaan yang sangat gelap ialah di dalam perut ikan, di dalam laut dan di malam hari.
3- Bersungguh-sungguh dalam berdoa dan memantapkan hati dalam Meminta kepada Allah ta’ala.
Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam di dalam hadits berikut ini.
عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلْيِعْزِمِ اْلمَسْأَلَةَ، وَلاَ يَقُوْلَنَّ : اَللَّهُمَّ إِنْ شِئْتَ فَأَعْطِنِيْ، فَإِنَّهُ لاَ مُسْتَكْرِهَ لَهُ »
Dari Anas (bin Malik) radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari kalian berdoa, maka hendaknya ia memantapkan hatinya dalam meminta, dan janganlah mengucapkan: “Ya Allah, jika Engkau mau, berilah aku,karena sesungguhnya tidak ada yang bisa memaksa Allah.” (HR. Bukhari V/2334 no.5979, dan Muslim IV/2063 no.2678).
4- Berwudhu, menghadap kiblat dan mengangkat tangan ketika berdoa.
Amalan-amalan tersebut akan lebih mendatangkan kekhusyu’an dan
kejujuran dalam menghadap kepada Allah. Hal ini sebagaimana diterangkan
oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam di dalam hadits berikut.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنَ زَيْدٍ الأَنْصَارِىَّ
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – خَرَجَ إِلَى الْمُصَلَّى
يُصَلِّى ، وَأَنَّهُ لَمَّا دَعَا – أَوْ أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ –
اسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ .
Dari Abdullah bin Zaid Al-Anshori radhiyallahu anhu, ia mengatakan, “Bahwa
Nabi shallallau alaihi wasallam keluar ke tanah lapang untuk sholat istisqo’ (minta hujan). Lalu ketika beliau hendak berdoa, beliau menghadap kiblat dan membalik selempangnya.” (HR.Bukhari I/348 no.982, dan Muslim II/611 no.894).
Dan sebagaimana diterangkan di dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari
radhiyallahu anhu, tatkala Nabi shallallahu alaihi wasallam selesai dari
perang Hunain – Abu Musa menceritakan, bahwa Nabi shallallahu alaihi
wasallam meminta air, lalu beliau berwudhu, kemudian mengangkat kedua
tanganya seraya berdoa:”
Ya Allah ampunilah Ubaid bin Amir.” Dan aku melihat putih ketiaknya.”
(HR. Bukhari IV/1571 no.4068, dan Muslim IV/1943 no.2498)
5- Merendahkan suara dalam berdoa
Hal ini sebagaimana perintah Allah ta’ala di dalam firman-Nya:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (55)
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara
yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas”. (QS. Al-A’raaf: 55)
Dan diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu anhu, ia
berkata: “Kami (para sahabat) pernah melakukan safar bersama Nabi
shallallahu alaihi wasallam. Tiba-tiba ada sebagian sahabat yang membaca
takbir dengan suara keras, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
« أَيُّهَا النَّاسُ، اِرْبِعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، إِنَّكُمْ لاَ تَدْعُوْنَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًاً، إِنَّكُمْ تَدْعُوْنَ سَمِيْعاً قَرِيْباً وَهُوَ مَعَكُمْ »
“Wahai manusia, sayangilah diri kalian (maksudnya, janganlah bertakbir dengan suara keras, pent), karena sesungguhnya kalian tidak berdoa kepada (Tuhan) yang tuli dan tidak pula kepada (Tuhan) yang jauh. sesungguhnya kalian sedang berdoa kepada Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia selalu menyertai kalian.” (HR. Bukhari IV/1541 no.3968, dan Muslim IV/2076 no.2704)
6- Tidak membuat-buat kalimat bersajak
Hal itu karena orang yang berdoa harus dalam kondisi merendahkan diri
di hadapan Allah, sedangkan perbuatan membuat-buat seperti itu tidak
pantas. Ibnu Abas radhiyallahu anhu pernah menyampaikan nasehat kepada
salah seorang muridnya, ia berkata: “Jauhilah sajak dalam berdoa,
sesungguhnya aku mendapatkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan
sahabatnya menjauhi hal itu.”
7- Hendaknya memilih waktu-waktu yang dianjurkan dan saat-saat yang mulia.
Di dalam kehidupan dunia ini, seorang muslim yang bertakwa akan
selalu merasa butuh kepada Allah demi keselamatan dan kebahagiaannya di
dunia dan akhirat. Oleh karenanya, ia diperintahkan agar banyak berdoa
kepada Allah dengan meminta segala hajatnya yang berkaitan dengan urusan
dunia maupun agamanya kapan saja dan dalam kondisi bagaimana pun. Akan
tetapi, di dalam beberapa ayat al-Qur’an dan hadits yang shohih
diterangkan adanya waktu-waktu yang mulia dan sangat dianjurkan berdua
padanya, seperti waktu setelah shalat, ketika dikumandangkan adzan,
antara adzan dan iqamat, sepertiga malam terakhir, hari Jumat, hari
Arafah, saat turun hujan, ketika sujud, ketika berangkat menyerbu musuh
dalam jihad fisabililah, dan selainnya.
8- Tidak mendoakan kejelekan bagi diri sendiri, keluarga dan harta
Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
لاَ تَدْعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى أَمْوَالِكُمْ، لاَ تُوَافِقُوْا مِنَ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيْهَا عَطَاءً فَيَسْتَجِيْبُ لَكُمْ
“Janganlah kalian mendoakan jelek terhadap diri kalian, jangan
pula terhadap anak-anak dan harta kalian, jangan sampai kalian mendapati
satu saat Allah diminta satu permintaan lalu Dia mengabulkan untuk
kalian“ (HR. Muslim IV/2304 no.3009).
Demikian penjelasan singkat tentang Panduan Praktis Berdoa Sesuai
Tuntunan Nabi shallallahu alaihi wasallam yang dapat kami sampaikan.
Mudah-mudahan menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat. Dan saya memohon
kepada Allah agar Dia melimpahkan kepada kita semua taufiq dan
pertolongan-Nya untuk dapat berdoa dan beribadah kepada-Nya dengan niat
ikhlas karena mengharap wajah-Nya dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam, serta istiqomah di atas agama-Nya yang haq
hingga akhir hayat.