"Al Islam adalah agama Allah yang diperintahkan mempelajari aqidah dan syariatnya kepada Nabi Muhammad dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada manusia, serta mengajak mereka untuk menganutnya. "Aqidah artinya sesuatu yang menjadi pengikat hati dan batin manusia. "Syari'at adalah undang-undang yang diturunkan Allah yang mengatur hubungan Allah dengan manusia, mengatur hubungan sesama muslim,dgn manusia lainnya, dgn kehidupan dan alam semesta.
Senin, 12 September 2011
“ KEUTAMAAN SHALAT TAHAJUD ”
“ KEUTAMAAN SHALAT TAHAJUD ”
Oleh : Kastari Aburidza
Shalat malam, bila shalat tersebut dikerjakan sesudah tidur, dinamakan
shalat Tahajud,
artinya terbangun malam. Jadi, kalau mau mengerjakansholat Tahajud, harus tidur dulu.
Shalat malam ( Tahajud
) adalah kebiasaan orang-orang shaleh yang hatinya selalu berdampingan
denganAllah SWT. Berfirman Allah SWT di dalam Al-Qur’an :
“ Pada malam hari, hendaklah engkau shalat Tahajud sebagai tambahan bagi engkau. Mudah-mudahan Tuhan mengangkat engkau ketempat yang terpuji.”
(QS : Al-Isro’ : 79)
Shalat Tahajud adalah shalat yang diwajibkan kepada Nabi SAW sebelum turun perintah shalat wajib lima waktu. Sekarang shalat Tahajud merupakan shalat yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan .
Sahabat Abdullah bin
Salam mengatakan, bahwa Nabi SAW telah bersabda :
“ Hai sekalian manusia, sebarluaskanlah salam dan berikanlah makanan serta sholat malamlah diwaktu manusia sedang tidur, supaya kamu masuk Sorga dengan selamat.”(HR Tirmidzi)
Bersabda Nabi Muhammad SAW :
“Seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu ialah shalat sunnat di waktu malam” ( HR. Muslim )
Waktu Untuk Melaksanakan Sholat Tahajud :
Kapan afdhalnya shalat Tahajud dilaksanakan ? Sebetulnya waktu untuk melaksanakan shalat Tahajud ( Shalatul Lail ) ditetapkan sejak waktu Isya’ hingga waktu subuh ( sepanjang malam ). Meskipun demikian, ada waktu-waktu yang utama, yaitu :
1. Sangat utama : 1/3 malam pertama ( Ba’da Isya – 22.00 )
2. Lebih utama : 1/3 malam kedua ( pukul 22.00 – 01.00 )
3. Paling utama : 1/3 malam terakhir ( pukul 01.00 – Subuh )
Menurut keterangan yang sahih, saat ijabah (dikabulkannya do’a) itu adalah 1/3 malam yang terakhir. Abu Muslim bertanya kepada sahabat Abu Dzar : “ Diwaktu manakah yang lebih utama kita mengerjakan sholat malam?”
Sahabat Abu Dzar menjawab : “Aku telah bertanya kepada Rosulullah SAW sebagaimana engkau tanyakan kepadaku ini.” Rosulullah SAW bersabda :
“Perut malam yang masih tinggal adalah 1/3 yang akhir. Sayangnya sedikit sekali orang yang melaksanakannya.” (HR Ahmad)
Bersabda Rosulullah SAW :
“ Sesungguhnya pada waktu malam ada satu saat ( waktu. ). Seandainya seorang Muslim meminta suatu kebaikan didunia maupun diakhirat kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan memberinya. Dan itu berlaku setiap malam.” ( HR Muslim )
Nabi SAW bersabda lagi :
“Pada tiap malam Tuhan kami Tabaraka wa Ta’ala turun ( ke langit dunia ) ketika tinggal sepertiga malam yang akhir. Ia berfirman : “ Barang siapa yang menyeru-Ku, akan Aku perkenankan seruannya. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, Aku perkenankan permintaanya. Dan barang siapa meminta ampunan kepada-Ku, Aku ampuni dia.” ( HR Bukhari dan Muslim )
Jumlah Raka’at Shalat Tahajud :
Shalat malam (Tahajud) tidak dibatasi jumlahnya, tetapi paling sedikit 2 ( dua ) raka’at. Yang paling utama kita kekalkan adalah 11 ( sebelas ) raka’at atau 13 ( tiga belas ) raka’at, dengan 2 ( dua ) raka’at shalat Iftitah. Cara (Kaifiat) mengerjakannya yang baik adalah setiap 2 ( dua ) rakaat diakhiri satu salam. Sebagaimana diterangkan oleh Rosulullah SAW :“ Shalat malam itu, dua-dua.” ( HR Ahmad, Bukhari dan Muslim )
Adapun Kaifiat yang diterangkan oleh Sahabat Said Ibnu Yazid, bahwasannya Nabi Muhammad SAW shalat malam 13 raka’at, sebagai berikut :
1) 2 raka’at shalat Iftitah.
2) 8 raka’at shalat Tahajud.
3) 3 raka’at shalat witir.
Adapun surat yang dibaca dalam shalat Tahajud pada raka’at pertama setelah surat Al-Fatihah ialah Surat Al-Baqarah ayat 284-286. Sedangkan pada raka’at kedua setelah membaca surat Al-Fatihah ialah surat Ali Imron 18-19 dan 26-27. Kalau surat-surat tersebut belum hafal, maka boleh membaca surat yang lain yang sudah dihafal.Rasulullah SAW bersabda :
“Allah menyayangi seorang laki-laki yang bangun untuk shalat malam, lalu membangunkan istrinya. Jika tidak mau bangun, maka percikkan kepada wajahnya dengan air. Demikian pula Allah menyayangi perempuan yang bangun untuk shalat malam, juga membangunkan suaminya. Jika menolak, mukanya
disiram air.” (HR Abu Daud)
Bersabda Nabi SAW :
“Jika suami membangunkan istrinya untuk shalat malam hingga
keduanya shalat dua raka’at, maka tercatat keduanya dalam golongan (perempuan/laki-laki) yang selalu berdzikir.”(HR Abu Daud)
Keutamaan Shalat Tahajud :
Tentang keutamaan shalat Tahajud tersebut, Rasulullah SAW suatu hari bersabda : “Barang siapa mengerjakan shalat Tahajud dengan
sebaik-baiknya, dan dengan tata tertib yang rapi, maka Allah SWT akan memberikan 9 macam kemuliaan : 5 macam di dunia dan 4 macam di akhirat.”
Adapun lima keutamaan didunia itu, ialah :
1. Akan dipelihara oleh Allah SWT dari segala macam bencana.
2. Tanda ketaatannya akan tampak kelihatan dimukanya.
3. Akan dicintai para hamba Allah yang shaleh dan dicintai oleh
semua manusia.
4. Lidahnya akan mampu mengucapkan kata-kata yang mengandung hikmah.
5. Akan dijadikan orang bijaksana, yakni diberi pemahaman dalam agama.
Sedangkan yang empat keutamaan diakhirat, yaitu :
1. Wajahnya berseri ketika bangkit dari kubur di Hari Pembalasan nanti.
2. Akan mendapat keringanan ketika di hisab.
3. Ketika menyebrangi jembatan Shirotol Mustaqim, bisa melakukannya dengan sangat cepat, seperti halilintar yang menyambar.
4. Catatan amalnya diberikan ditangan kanan.
(Bahan (materi) di ambil dari buku “RAHASIA SHALAT SUNNAT” (Bimbingan
Lengkap dan Praktis) Oleh: Abdul Manan bin H. Muhammad S
“ KEUTAMAAN SHALAT SUNNAT DHUHA “
Oleh : Kastari Aburidza.
Shalat Dhuha ialah
shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu Mataharisedang naik, yaitu kira-kira setinggi lebih kurang 7 (tujuh) hasta atausekitar setinggi satu tombak yaitu antara pukul 07.00 pagi sampai masukwaktu Dzuhur, ( sekitar pukul 11.00 siang ).Adapun dalil Shalat Sunnat Dhuha
adalah sabda Rosulullah SAWdalam beberapa Hadist dari Sahabat Abu Huraira ra antara lain
berikut :
• Bersabda Rosulullah SAW :
“ Siapa saja yang dapat mengerjakan Shalat Dhuha dengan langgeng, akan di
ampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan. “
( HR Tirmidzi )
• Nabi Muhammad SAW bersabda :
“ Sesungguhnya di Surga itu ada pintu yang disebut pintu Dhuha, maka
tatkala di hari Kiamat nanti ada panggilan khatib : “ Siapakah orang yang
suka membiasakan shalat Dhuha ? Inilah pintu kamu sekalian, masuklah kamu
sekalian dengan penuh Rahmat Allah SWT. “ ( HR Thabrani )
• Abu Hurairah ra pernah berkata :
“ Di perintahkan kepadaku oleh kekasihku Nabi SAW untuk berpuasa 3 (tiga
) hari pada tiap-tiap bulan, mengerjakan 2 ( dua ) rakaat Shalat Sunnat
Dhuha, dan supaya saya berwitir sebelum tidur.” ( HR Bukhari dan Muslim
)
• Dari Mu’im bin Hammar, bahwasanya Nabi SAW bersabda :
“ Tuhanmu yang Maha Tinggi telah berseru : “ Hai anak Adam ! Shalatlah
empat rakaat bagi Aku dari awal siang. Maka Aku akan cukupkan engkau di
akhir siang itu”. ( HR Ahmad dan Abu Daud )
• Dari Aisyah ra, ia berkata : “ Adalah Rosulullah SAW biasa Shalat
Dhuha 4 ( empat ) rakaat dan ia menambah ( sebanyak mungkin ) menurut apa
yang dikehendaki Allah SWT.” (HR Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah )
• Dari Ummu Hani diceritakan, sesungguhnya ia pernah datang kepada
Nabi SAW pada tahun di taklukkannya kota Mekkah. Waktu itu, Nabi SAW
berada di bagian atas kota Mekkah. Lalu Rosulullah SAW berdiri menuju ke
tempat mandinya. Fatimah lantas mendinginkannya. Kemudian ia mengambil
pakaiannya dan berselimut dengan pakaian itu. Selanjutnya, ia Shalat 8 (
delapan ) rakaat, yaitu Shalat Dhuha. ( HR Ahmad, Bukhari dan Muslim )
Adapun keutamaan ( fadhilah ) Shalat Sunnat Dhuha perhatikan
Hadist-Hadist Rosulullah SAW seperti berikut :
• Nabi Muhammad SAW bersabda :
“ Pada tiap pagi dianjurkan atas diri seseorang dari kamu untuk
bersedekah. Maka tiap-tiap tasbih itu sedekah dan tiap-tiap tahmid ( puji
) itu sedekah. Pada tiap-tiap tahlil pun sedekah dan tiap-tiap menyuruh
kepada kebaikan itu juga sedekah. Begitu pula mencegah kemungkaran itu
sedekah. Namun diantara semua itu cukuplah sebagai penggantinya ialah
mengerjakan dua rakaat Dhuha. “ ( HR Muslim dan Abu Dzar )
• Dari Abdullah bin Buraidah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa ia
pernah mendengar Rosulullah SAW bersabda :
“ Dalam diri manusia itu ada 360 ( Tiga Ratus Enam Puluh ) ruas yang
setiap darinya diharuskan bersedekah. Para Sahabat bertanya : Kalau
begitu, siapa yang mampu berbuat demikian ya Rosulullah ? Rosulullah SAW
menjawab : “ Mengeluarkan dahak di Masjid lalu ditanamnya atau
menyingkirkan sesuatu gangguan dari jalan, itu juga sedekah. Tetapi kalau
engkau tidak bisa, kerjakanlah dua rakaat Dhuha. Karena itu mencukupi
dari semua itu “ ( HR Ahmad dan Abu Daud )
Saudaraku, sesama Muslim.
Begitu banyak fadhilah, keutamaan Shalat Sunnat Dhuha, seyogyanya sebagai
muslim yang baik tergerak hati kita untuk mengerjakan ( mengamalkan )
Shalat Sunnat Dhuha. Betapa tidak, kapan lagi kita akan mendapatkan
kesempatan untuk meraih, menggapai pahala untuk bekal akhirat kita ?
Hayo, saudaraku, jangan ragu dan bimbang lagi, mari dengan ikhlas kita
mengerjakan Shalat Sunnat Dhuha.
• Cara mengerjakan Shalat Dhuha.
1. Niat Shalat Dhuha :
2. Surat yang dibaca setelah Al-Fatihah :
a. Pada rakaat pertama surat Asy-Syams.
b. Pada rakaat kedua surat Adh-Dhuha.
3. Selesai shalat, membaca do’a sebagai berikut :
“ Ya Allah, ya Tuhanku, bahwa kami waktu Dhuha itu milik Engkau dan
kebajikan ( kemewahan ) itu milik Engkau, dan keindahan itu milik Engkau
dan kekuatan itu milik Engkau dan kekuasaan itu milik Engkau dan
pemeliharaan itu milik Engkau. Ya Allah, Tuhanku, jika keadaan rezekiku
di langit, maka turunkanlah dan jika adanya didalam bumi maka
keluarkanlah dan jika adanya didalam air atau dilaut maka keluarkanlah ia
dan jika ia lambat, percepatlah dan jika ia sulit, gampangkanlah dan jika
ia haram, sucikanlah dan jika jauh, dekatkanlah ia dan jika sedikit,
perbanyaklah ia padaku dan jika banyak, berkahilah ia bagiku dan
sampaikanlah dimana saja aku berada. Janganlah Engkau pindahkan aku ke
tempat itu, dan jadikanlah tanganku diatasnya, untuk menjadi pemberi dan
janganlah tanganku dijadikan dibawah untuk jadi tukang minta.
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu dengan hak ( bekal )
Dhuha Engkau, kebagusan Engkau, keindahan Engkau, kekuatan Engkau,
kekuasaan Engkau dan pemeliharaan Engkau. Tiada daya dan kekuatan,
kecuali dengan pertolongan Engkau. Berilah aku apa yang Engkau engkau
kepada hamba-hamba Engkau yang soleh. Dan sampaikanlah shalawat kepada
Nabi Muhammad SAW dan keluarganya beserta para Sahabatnya. Semoga mereka
mendapat keselamatan dan segala Puji bagi Allah, Tuhan Seru Sekalian
Alam.”
Saudaraku, kerjakanlah Shalat Sunnat Dhuha setiap pagi, paling
sedikit 2 ( dua ) rakaat atau 4 ( empat ) rakaat atau 6 ( Enam ) rakaat
dan paling banyak 8 ( delapan ) rakaat.
****
( Bahan-bahan (materi) dikutip dari Buku “FIQIH” Oleh : Drs. H. Moh
Rifai, Untuk Madrasah Aliyah. Kurikulum 1984, Edisi 1991. Penerbit
“Wicaksana “ Semarang, buku “RAHASIA SHALAT SUNNAT” Oleh : Abdul Manan
bin H. Muhammad Sobari dan Buku “KUMPULAN SHALAT SUNNAT” Oleh : A.
Aminudin Pandeglang Banten )
Manfaat dan Keutamaan Istighfar (Mohon Ampun Kepada Allah)
Posted on 29 Juni 2011 by Kastariaburidza
Segala puji bagi Allâh, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasul-Nya yang terpercaya, keluarga, para shahabat serta orang yang mengikuti beliau hingga hari Kiamat, wa ba’du:
Berikut ini kami ketengahkan beberapa bahasan secara ringkas mengenai “Istighfar: keutamaan, waktu dan lafazhnya”. Kami memohon kepada Allâh agar menjadikan tulisan ini bermanfa’at.
Diriwayatkan oleh HR. Bukhori, Nabi SAW bersabda “Istighfar paling utama yaitu engkau akan membaca : Allaahumma anta robbi, laa ilaa haillaa anta … (Syaidul Istighfar)”
Istighfar sendiri berarti memohon ampun atas dosa yang kita lakukan, sengaja atau tidak, kita ketahui atau tidak. Allah sendiri memerintahkan kita untuk selalu beristighfar karena kita senantiasa berbuat dosa.
Istighfar cukup dengan lafadz “Astaghfirullahhal ‘adzim” yang berarti Aku memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Agung
Namun sesuai dengan Hadist Nabi SAW, Istighfar paling utama adalah Syaidul Istighfar. Adapun keistimewaan Istighfar tersebut selain sebagai Istighfar / Doa Memohon Ampun adalah (diriwayatkan oleh HR. Bukhori) bahwa “… Apabila Istighfar ini (Syaidul Istighfar) dibacanya di waktu sore lalu ia meninggal dunia, niscaya ia masuk surga atau (perawi ragu – ragu) ia tergolong salah satu penghuni surga. Dan apabila ia baca di waktu pagi hari lalu ia meninggal dunia pada hari itu, begitu pula”
I. Manfaat dan Keutamaan Istighfar
1. Istighfar merupakan bentuk keta’atan kepada Allâh ‘Azza Wa Jalla
Hamba yang taat adalah hamba yang selalu mohon ampun kepada Allah “Azza Wa Jalla. Banyanyak perintah Allah dalam Al Qur’an yang menyuruh hambaNya untuk beristighfar.
2. Istighfar merupakan sebab untuk diampuninya dosa
Istighfar merupakan sebab untuk diampuninya dosa, sebab turunnya hujan, mendapatkan harta dan anak serta masuknya manusia ke dalam surga. Nabi Nuh berkata ketika mendakwahi kaumnya, sebagimana firman Allah (artinya): “Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Q.,s. Nûh:10-12)
3, Kekuatan menjadi bertambah dengan istighfar
Kekuatan menjadi bertambah dengan istighfar, Allah Ta’ala berfirman (artinya), Dan (Hud berkata):”Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu tobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa”.(Q.,s.Hûd:52)
4. Penyebab Mendapatkan Kesenganan yang Baik
Ia merupakan sebab mendapatkan kesenangan yang baik, serta menjadi sebab masing-masing orang yang memiliki keutamaan berhak mendapatkan keutamaannya. Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.” (Q.,s.Hûd:3).
5. Terhindar dari Azab Allah
Allah tidak akan mengazab orang yang selalu beristighfar. Dia telah berfirman (artinya), “Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (Q.,s.al-Anfâ l:33)
6. Meupakan Kebutuhan Seorang Hamba
Ia dibutuhkan oleh hamba-hamba Allâh karena mereka selalu berbuat kesalahan sepanjang malam dan siang hari. Jadi, bila mereka beristighfar, Allâh pasti mengampuni mereka.
7. Penyebab Turunnya Rahmat Allah
Rahmat akan turun dengan sebab istighfar. Allah Ta’ala berfirman, “Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat.”(Q.,s.an-Naml: 46)
8. Kaffarat (Penebus Dosa)
Istighfar merupakan kaffarat (penebus dosa) yang dilakukan dalam suatu majlis.
9.Mengikuti Sunnah Nabi
Melakukannya berarti meneladani Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam sebab beliau beristighfar di dalam satu majlis sebanyak 70 kali. Dalam riwayat yang lain disebutkan, sebanyak 100 kali.
II. Beberapa Ungkapan Mengenai Istighfar
Diriwayatkan dari Luqman ‘alaihissalâm bahwa dia berpesan kepada anaknya, “Wahai anakku! Biasakanlah lisanmu mengucapkan:
“Ya Allâh! ampunilah aku”, sebab Allâh menyediakan waktu-waktu dimana Dia Ta’âla tidak menolak doa orang yang berdoa kepada-Nya.”
‘Aisyah radhiallaahu ‘anha berkata, “Beruntunglah orang yang mendapatkan di dalam shahîfah (lembaran amalnya) istighfar yang banyak.”
Qatâdah berkata, “Sesungguhnya al-Qur’an ini menunjukkan kepada kalian penyakit dan obat; penyakit itu adalah dosa-dosa sedangkan obatnya adalah istighfar.”
Abu al-Minhâl berkata, “Tidak ada tetangga (teman dekat) yang lebih dicintai oleh seorang hamba kelak di kuburnya selain istighfar.”
al-Hasan berkata, “Perbanyaklah istighfar di rumah-rumah kalian, di hadapan hidangan-hidangan, di jalan-jalan, pasar-pasar serta majlis-majlis sebab kalian tidak tahu kapan ampunan-Nya akan turun.”
Seorang Arab Badui (orang yang biasa hidup di pedalaman gurun pasir) bertutur, “Barangsiapa yang mendiami bumi kami ini, maka hendaklah dia memperbanyak istighfar sebab bersama istighfar itulah terdapat awan tebal yang membawa curahan hujan.” (maksudnya istighfar itu merupakan sebab turunnya hujan-penj., )
III. Waktu-waktu Beristighfar
Istighfar disyari’atkan di dalam setiap waktu, tetapi ia menjadi wajib ketika melakukan dosa-dosa dan menjadi sunnah/sangat dianjurkan seusai melakukan perbuatan-perbuatan baik, seperti beristighfar 3 kali setelah shalat, setelah haji dan lain-lain.
Juga, dianjurkan pada waktu sahur sebab Allâh memuji orang-orang yang beristighfar pada waktu-waktu sahur tersebut.
IV. Lafazh-lafazh Istighfar
Adapun bacaan Syaidul Istighfar adalah sebagai berikut :
Allahumma anta rabbi, laa ilaaha illa anta khalqtani, wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu, a’udzubika min syarri ma shona’tu, abu – ulaka bi ni’matika ‘alayya, wa abu – u bi dzanbi faghfirli fa innahu laa yaghfirudz dzunuba illa anta
Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, yang tiada Tuhan yang pantas disembah melainkan Engkau yang telah menciptakan diriku. Aku adalah hamba – Mu, dan aku berada dalam perintah dan perjanjian – Mu, yang dengan segala kemampuanku, perintah – Mu aku laksanakan. Aku berlindung kepada – Mu dari segala kejelekan yang aku perbuat terhadap – Mu. Engkau telah mencurahkan nikmat – Mu kepadaku, sementara aku senantiasa berbuat dosa. Maka ampunilah dosa – dosaku. Sebab tiada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau.
Wabillahi taupiq wal hidayah
Wa’alaikum salam Warahmatullahi wabarakatuh
Keutamaan Istighfar
Syeikh Ali pernah menjelaskan Keutamaan "Istigfar" disalah satu point 10 Amalan Cara mudah menggapai Rezeki
Allah SWT
ini penjelasan lebih detail tentang "ISTIGFAR"
dengan Referensi
At-Tadawi bi ash-Shadaqah At-Tadawi bi al-Istighfar (Keajaiban sedekah dan istighfar) Karya Hasan bin Ahmad bin Hasan hammam
Istighfar memilki banyak manifestasi dan faidah yang agung. Diraih oleh orang yang diberikan taiufk oleh Allah dan diilhaminya istighfar, inabah (kembali pada-Nya), dan taubat kepada-Nya. Di antara buah dan faidah istighfar adalah sebagai berikut:
ini penjelasan lebih detail tentang "ISTIGFAR"
dengan Referensi
At-Tadawi bi ash-Shadaqah At-Tadawi bi al-Istighfar (Keajaiban sedekah dan istighfar) Karya Hasan bin Ahmad bin Hasan hammam
Istighfar memilki banyak manifestasi dan faidah yang agung. Diraih oleh orang yang diberikan taiufk oleh Allah dan diilhaminya istighfar, inabah (kembali pada-Nya), dan taubat kepada-Nya. Di antara buah dan faidah istighfar adalah sebagai berikut:
1. Istighfar adalah menunaikan
titah Allah
"Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang." (An-Nisa:106)
2. Istighfar termasuk sebab rizki
"Maka aku katakan kepada mereka,'Mohonlah ampun kepada TuhanMu,-sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun- niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai'." (Nuh:10-12)
3. Istighfar adalah sebab masuk surga
"Sayyid (penghulu) istighfar adalah ucapan (doa) hamba,
'Ya Allah, Engkau adalah Rabbku, tiada sesembahan yang Haq kecuali Engkau, Engkaulah yang telah menciptakanku dan aku adalah Hamba-Mu. Aku setia diatas perjanjian-Mu dan janjiku kepada-Mu sesuai kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang aku perbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku serta aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku. Karena sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.' Barangsiapa yang membacanya di pagi hari dengan penuh keyakinan lalu mati pada hari itu sebelum memasuki sore maka dia termasuk ahli surga. Dan barangsiapa yang membacanya di sore hari dengan penuh keyakinan lalu mati pada hari itu sebelum memasuki subuh maka dia termasuk ahli surga." (Bukhari)
4. Istighfar sebab diampuninya dosa
"Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, Kemudian ia memohon ampun kepada Allah niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang." (An-Nisa:110)
5. Istighfar menolak hukuman dan azab sebelum keduanya terjadi
"Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka, dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun." (Al-Anfal:33)
6. Istighfar adalah sebab diangkatnya derajat setelah kematian
"Sesungguhnya Allah mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di surga sehingga dia bertanya,'Wahai rabbku, dari mana nikmat ini hamba terima?' Allah berfirman,'Karena istighfar anakmu untukmu'." (Ahmad)
7. Istighfar adalah sebab disucikannya hati
"Sungguh apabila seorang mukmin melakukan suatu dosa maka itu adalah setitik karat hitam yang tertoreh di hatinya. Jika dia bertaubat dan menanggalkannya serta beristighfar, hatinya kembali bersih darinya, tapi kalau dia tambah melakukan dosa bertambah pula karat hitam itu sampai menutupi (seluruh) hatinya. Itulah 'ar-ran' yang Allah sebutkan dalam kitab-Nya,'Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.' (Al-Muthaffifin:14)" (Ahmad)
8. Istighfar adalah sebab memperoleh anak
"Maka aku katakan kepada mereka,'Mohonlah ampun kepada Tuhamnu,-sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun- niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai'." (Nuh:10-12)
9. Istighfar adalah sebab menikmati kesehatan dan kekuatan
"Dan (dia berkata),'Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu bertaubatlah kepada-Nya niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan jangnlah kamu berpaling dengan berbuat dosa'." (hud:52)
10. Istighfar adalah kabar gembira bagi para wanita
"Hai para wanita! Bersedekahlah dan perbanyaklah istighfar. Karena sesungguhnya aku melihat kalian paling banyak menghuni neraka.' Seorang wanita bertanya,'Apa sebabnya kami menjadi penghuni neraka paling banyak?' Beliau menjawab,'Karena kalian (para wanita) banyak melaknat dan mendurhakai suami, aku tidak melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang lebih mengalahkan laki-laki berakal daripada kalian para wanita.' Dia berkata lagi,'Bagaimana lemah aka dan agama itu?' Beliau menjawab,'Kesaksian dua wanita sama dengan kesaksian satu laki-laki dan wanita tidak shalat selama beberapa hari'." (Muslim)
"Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang." (An-Nisa:106)
2. Istighfar termasuk sebab rizki
"Maka aku katakan kepada mereka,'Mohonlah ampun kepada TuhanMu,-sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun- niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai'." (Nuh:10-12)
3. Istighfar adalah sebab masuk surga
"Sayyid (penghulu) istighfar adalah ucapan (doa) hamba,
'Ya Allah, Engkau adalah Rabbku, tiada sesembahan yang Haq kecuali Engkau, Engkaulah yang telah menciptakanku dan aku adalah Hamba-Mu. Aku setia diatas perjanjian-Mu dan janjiku kepada-Mu sesuai kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang aku perbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku serta aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku. Karena sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.' Barangsiapa yang membacanya di pagi hari dengan penuh keyakinan lalu mati pada hari itu sebelum memasuki sore maka dia termasuk ahli surga. Dan barangsiapa yang membacanya di sore hari dengan penuh keyakinan lalu mati pada hari itu sebelum memasuki subuh maka dia termasuk ahli surga." (Bukhari)
4. Istighfar sebab diampuninya dosa
"Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, Kemudian ia memohon ampun kepada Allah niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang." (An-Nisa:110)
5. Istighfar menolak hukuman dan azab sebelum keduanya terjadi
"Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka, dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun." (Al-Anfal:33)
6. Istighfar adalah sebab diangkatnya derajat setelah kematian
"Sesungguhnya Allah mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di surga sehingga dia bertanya,'Wahai rabbku, dari mana nikmat ini hamba terima?' Allah berfirman,'Karena istighfar anakmu untukmu'." (Ahmad)
7. Istighfar adalah sebab disucikannya hati
"Sungguh apabila seorang mukmin melakukan suatu dosa maka itu adalah setitik karat hitam yang tertoreh di hatinya. Jika dia bertaubat dan menanggalkannya serta beristighfar, hatinya kembali bersih darinya, tapi kalau dia tambah melakukan dosa bertambah pula karat hitam itu sampai menutupi (seluruh) hatinya. Itulah 'ar-ran' yang Allah sebutkan dalam kitab-Nya,'Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.' (Al-Muthaffifin:14)" (Ahmad)
8. Istighfar adalah sebab memperoleh anak
"Maka aku katakan kepada mereka,'Mohonlah ampun kepada Tuhamnu,-sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun- niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai'." (Nuh:10-12)
9. Istighfar adalah sebab menikmati kesehatan dan kekuatan
"Dan (dia berkata),'Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu bertaubatlah kepada-Nya niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan jangnlah kamu berpaling dengan berbuat dosa'." (hud:52)
10. Istighfar adalah kabar gembira bagi para wanita
"Hai para wanita! Bersedekahlah dan perbanyaklah istighfar. Karena sesungguhnya aku melihat kalian paling banyak menghuni neraka.' Seorang wanita bertanya,'Apa sebabnya kami menjadi penghuni neraka paling banyak?' Beliau menjawab,'Karena kalian (para wanita) banyak melaknat dan mendurhakai suami, aku tidak melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang lebih mengalahkan laki-laki berakal daripada kalian para wanita.' Dia berkata lagi,'Bagaimana lemah aka dan agama itu?' Beliau menjawab,'Kesaksian dua wanita sama dengan kesaksian satu laki-laki dan wanita tidak shalat selama beberapa hari'." (Muslim)
Keutamaan Shalawat
Kepada Nabi
Allah Ta’ala berfirman:إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzab: 56)
Imam Al-Bukhari berkata, “Abul Aliyah berkata, “Shalawat Allah Ta’ala kepada beliau adalah pujian-Nya kepada beliau di hadapan para malaikat. Adapun shalawat para malaikat (kepada beliau) adalah bermakna doa (mereka untuk beliau).”
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشَرًا
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat untuknya 10 kali”. (HR. Muslim: 384)
Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:
أَكْثِرُوا الصَّلاَةَ عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَليلَةَ الْجُمُعَةِ, فَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشَرًا.
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari dan malam Jumat, karena barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali maka Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali”. (HR. Al-Baihaqi (3/249) dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1407)
Dari Ali bin Al-Husain radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda
لاَ تَجْعَلُوْا قَبْرِيْ عِيْداً، وَلاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْراً، وَصَلُّوْا عَلَيَّ وَسَلِّمُوْا حَيْثُمَا كُنْتُمْ، فَسَيَبْلُغُنِيْ سَلاَمُكُمْ وَصَلاَتُكُمْ.
“Janganlah kalian menjadikan kuburku sebagai id dan jangan kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kubur. Bershalawat dan bertaslimlah (ucapkan salam) kalian kepadaku dimanapun kalian berada karena salam dan shalawat kalian akan sampai kepadaku”. (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Tahdzirus Sajid hal. 98-99)
Menjadikannya sebagai id misalnya mengunjunginya pada waktu-waktu tertentu.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلاَّ رَدَّ اللهُ عَلَيَّ رُوْحِيْ حَتَّى أَرُدُّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ
“Tidak ada seorang pun yang mengucapkan taslim kepadaku kecuali Allah akan mengembalikan rohku sehingga saya bisa membalas taslimnya”. (HR. Abu Daud no. 2041, Ahmad: 2/527, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 5679)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
“Kecelakaan atas seorang hamba yang namaku disebut di sisinya lantas dia tidak bershalawat kepadaku”. (HR. At-Tirmizi no. 3545 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Kami’ no. 3510)
Penjelasan ringkas:
Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- menyatakan dalam Tafsirnya (3/528) Itentang ayat di atas, “Maksud dari ayat ini adalah bahwa Allah mengabarkan kepada para hamba-Nya mengenai kedudukan hamba dan nabi-Nya (Muhammad) di sisi-Nya di hadapan penghuni alam atas (langit). Bahwa Dia memuji-mujinya di hadapan para malaikat yang didekatkan dan bahwa para malaikat juga bershalawat kepada beliau. Kemudian Allah Ta’ala memerintahkan penghuni alam bawah (bumi) untuk mengucapkan shalawat dan taslim kepada beliau, sehingga berkumpullah pujian dari penghuni kedua alam -atas dan bawah- seluruhnya kepada beliau”.
Ar-Rasul shallallahu alaihi wasallam mempunyai banyak hak dari umatnya. Di antara hak tersebut adalah cintai kepada beliau. Dan di antara bentuk mencintai beliau adalah memperbanyak shalawat kepada beliau kapanpun -terlebih jika ada dalil yang menyebutkan keutamaan shalawat pada hari tertentu seperti pada hari dan malam jumat-dan dimanapun kita berada -apalagi jika ada dalil khusus yang menunjukkan tempat tertentu disunnahkan shalawat di situ, seperti ketika akan keluar masuk masjid-.
Karena sangat besarnya hak beliau shallallahu alaihi wasallam yang satu ini, sampai-sampai Allah Ta’ala memerintahkan para malaikat dan seluruh kaum mukminin agar bershalawat kepada Nabi. Dan Nabi mengabarkan bahwa siapa saja yang bershalawat untuk beliau sekali maka Allah akan membalas shalawatnya sebanyak 10 kali. Bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengancam dengan doa kecelakaan atas siapa saja yang tidak bershalawat kepada beliau ketika nama beliau disebut. Maka ini semakin mengutkan pendapat sebagian ulama yang menyatakan wajibnya bershalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam setiap kali nama beliau disebut.
Dan di antara keistimewaan dan kemudahan ibadah yang satu ini, seorang muslim tidak perlu repot-repot untuk mendatangi kubur Nabi shallallahu alaihi wasallam jika hanya sekedar ingin mengirim shalawat dan salam. Karena dimanapun seseorang, tatkala dia membaca shalawat maka shalawat ini akan diantar oleh para malaikat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, lalu Allah akan mengembalikan roh beliau ke jasad beliau guna menjawab salam umat beliau.
Selengkapnya tentang shalawat insya Allah akan dipaparkan pada tempatnya, wallahu a’lam bishshawab.
Kumpulan Kisah Menakjubkan Tentang Sikap Hati-hati (Wara’) dari Orang-orang Soleh Terdahulu
Kumpulan Kisah Menakjubkan Tentang Sikap Hati-hati (Wara’) dari Orang-orang Soleh Terdahulu
Hammad bin Zaid berkisah :
“Ketika aku bersama Ayahku, aku mengambil secuil pecahan bata dari tembok.
Ayahku menegurku: “Kenapa kamu ambil?”
Aku menjawab, “Ini hanya secuil tembok”
Ayahku berkata:
“Jika setiap orang mengambil secuil demi secuil, apakah akan tersisa tembok pada dinding ini..”
Ini hanya satu kisah sikap wara’ (kehati-hatian) seorang Salafus Soleh (orang-orang soleh terdahulu, yang hidup di zaman Rasulullah Shalallah ‘Alaihi Wasalam dan beberapa generasi sesudah wafatnya beliau). Perjalanan hidup mereka dipenuhi semerbak tetesan wewangian dalam gambaran menarik pada kewara’an dan jauhnya mereka dari perkara samar (yang kurang jelas hukumnya).
Marilah lebih jauh kita selami berbagai kisah sikap wara’ pada salafus solihin lainnya.
Sungguh, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam merupakan penghulu dari orang-orang wara’ dan merupakan suri teladan umat, sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik..” (QS.al-Ahzab: 21)
Apa Yang Dimaksud Dengan Wara’ ?
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam bersabda :
“Sesungguhnya perkara yang halal dan haram itu jelas. Antara keduanya ada perkara-perkara syubhat (tidak jelas kehalalannya dan keharamannya) yang tidak diketahui hukumnya oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa menjaga diri dari perkara-perkara syubhat maka sungguh dia telah berhati-hati dengan agama dan kehormatannya. Barangsiapa terjatuh dalam perkara syubhat maka hal itu akan menyeretnya terjatuh dalam perkara haram, seperti halnya seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar daerah larangan, hampir saja dia terseret untuk menggembalakannya dalam daerah larangan. Ketahuilah bahwa setiap penguasa memiliki daerah larangan dan sesungguhnya daerah larangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah perkara-perkara yang haram. Ketahuilah bahwa sesungguhnya dalam jasad seseorang ada sekerat daging, jika sekerat daging itu baik maka baik pulalah seluruh jasadnya. Namun jika sekerat daging itu rusak, maka rusak pulalah seluruh jasadnya, ketahuilah bahwa itu adalah qalbu.” (HR. Al-Bukhari, no. 52, 2051 dan Muslim no. 1599 dari An-Nu’man bin Basyir radiyallahu anhu)
Sikap wara’, yaitu berhati-hati dari sesuatu yang dikhawatirkan akan memudaratkan agama dan akhirat, adalah sikap yang terpuji dan dituntut dari seorang muslim. Seorang muslim yang tidak memiliki wara’ akan bermudah-mudahan dengan perkara syubhat yang tidak jelas kehalalan dan keharamannya, sehingga menyeretnya bermudah-mudahan dengan perkara haram, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam dalam hadits An-Nu’man bin Basyir c di atas. Namun seperti kata Al-Imam Al-’Allamah Al-’Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ dalam Kitabul Bai’, Babul Ijarah: “Wajib atas setiap muslim untuk melihat setiap perkara dengan timbangan syariat dan akal yang sehat. Bukan dengan timbangan perasaan yang buta (yang merupakan permainan hawa nafsu). Karena hal inilah yang memudaratkan kaum muslimin sejak zaman para sahabat.” (2)
Wara’ bermakna juga menjaga diri yaitu menahan diri dari hal-hal yang tidak selayaknya (Ibnu Faris)
Wara’ artinya merasa risih (jawa=pekewuh), orang yang khawatir lagi melindungi diri serta merasa risih, menahan diri dari yang diharamkan dan merasa risih dengannya. Menahan diri walaupun mubah (yang dibolehkan) dan halal (Ibu Manzhur)
Wara’ adalah meninggalkan setiap perkara samar (yang kurang jelas). Dan meninggalkan apa yang bukan urusanmu adalah meninggalkan hal yang berlebihan. Wara berarti keluar dari syahwat (hawa nafsu) dan meninggalkan kejelekan-kejelekan. (Ibrohim bin Adham)
Wara’ maknanya menahan diri dari apa-apa yang akan memudaratkan, termasuk di dalamnya perkara-perkara haram dan samar, karena semuanya itu dapat memudaratkan. Sungguh siapa yang menghindari perkara samar telah menyelamatkan kehormatan dan agamanya. Siapa yang terjerumus pada perkara samar, terjerumus dalam perkara haram, sebagaimana pengembala yang menggembala di sekitar pagar, tidak ayal akan mudah tergoda untuk masuk kedalamnya. (Ibnu Taimiyah –semoga Allah merahmatinya)
Orang yang wara’ adalah orang yang jika mendapati perkara samar (yang kurang jelas), segera meninggalkannya, sekalipun dari sisi hukum keharamannya masih diperselisihkan. Sedangkan jika samar dalam wajibnya suatu perkara, segera dia mengerjakannya karena khawatir berdosa jika meninggalkannya. (Syaikh Muhammad bin Soleh al-Utsaimin -semoga Allah merahmatinya- )
Perbedaan Antara Zuhud dan Wara’
Syaikh al-Islam Ibnu Taymiah -rahimahullah – berkata :
Aku telah menulis hadits-hadits yang merinci persamaan antara zuhud dan wara. Bahwa zuhud adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat. Bisa karena memang perkara itu tidak ada manfaatnya sama sekali, sisi kemanfaatnya lemah sementara ada perkara lain yang lebih bermanfaat atau terkandung efek buruk yang lebih besar dari manfaatnya.
Jika kemanfaatannya utuh (sudah jelas, red), sedangkan ia tetap bersikap zuhud pada perkara itu adalah suatu kedunguan.
Adapun pengertian wara’ adalah menahan diri dari apa-apa yang berpotensi akan memudaratkan, termasuk di dalamnya perkara-perkara haram dan samar, karena semuanya itu dapat memudaratkan. Sungguh siapa yang menghindari perkara samar telah menyelamatkan kehormatan dan agamanya.
Jika ada sesuatu yang tidak ada atau seimbang antara manfaat atau mudaratnya (efek buruknya) maka perkara itu tidak layak untuk diharap atau dibenci, yang layak adalah sikap zuhud, bukan wara. (1)
Beberapa Kisah Teladan Salafusoleh Dalam Wara’ Dan Jauhnya Mereka Dari Perkara Haram Dan Samar (1)
Ketahuilah bahwa salafussoleh (ummat soleh di zaman masa kehidupan dan beberapa generasi setelah wafatnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam) selalu mendidik diri, keluarga dan lingkungan mereka untuk bersifat dengan akhlak yang mulia ini, yaitu sifat Wara’.
Sikap Wara’ Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam
Penghulu orang-orang orang wara dan pendidik, Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasalam ketika melihat al-Hasan bin Ali bin Abu Thalib, putra dari putrinya, Fatimah, mengambil kurma sedekah dan memasukkan ke mulutnya, berkata kepadanya:
“Kihhk, kihhk!” Perintah untuk memuntahkannya.
Kemudian berkata:
“Apakah engkau tidak sadar bahwa kita tidak memakan sedekah.”
(Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam dan keluarganya diharamkan menerima sedekah, red)
Anas radiyallahu anhu berkata: “Ketika Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam melintasi suatu jalan Ia melihat kurma. Beliaupun berkata: “Sekiranya aku tidak khawatir ia berasal dari sedekah niscaya aku memakannya.”
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam, beliau berkata:
“Ketika aku berbaring di rumahku, aku dapati sebutir kurma jatuh dari tempat tidur. Akupun mengambilnya untuk memakannya. Tapi karena khawatir ia berasal dari sedekah, maka akupun mengurungkannya.”
Dari Amr bin Syu’aib, dari Ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam (ketika terjaga) dari tidur mendapatkan kurma disampingnya. Beliaupun mengambil dan memakannya. Tetapi kemudian di akhir malam beliau mengerang sehingga membuat istri beliau terkejut. Beliau berkata: “Aku menemukan kurma disampingku dan memakannya. Aku khawatir ia merupakan kurma sedekah.”
Sikap Wara’ Abu Bakar as-Siddiik radiyallahu anhu.
Orang terbaik umat ini, pengganti Rasulullah dan yang menemani Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam di goa, sahabat karib Nabi, mentrinya yang setia, Abdullah bin Abu Kuhafah Utsman al-Qurasy at-Tamimy .
Aisyah radiyallahu anha berkata:
“Abu bakar memiliki seorang budak yang bertugas mengumpulkan keuntungan dari usaha-usaha bagi hasilnya. Dari hasil itulah Abu Bakar makan. Pada suatu kali budak itu datang membawa makanan dan Abu Bakar pun memakannya. Berkatalah budak itu kepada Abu Bakar:
“Tahukah engkau apa yang sedang engkau makan itu?”
“Apa ini?” Tanya Abu Bakar.
“Ketika di masa jahiliah dahulu aku menjadi paranormal untuk seseorang, padahal aku tidak mengerti perdukunan, selain membodohinya. Diapun memberiku imbalan. Yang sedang engkau makan adalah termasuk hasil darinya.”
Segera Abu Bakar memasukkan jarinya ke dalam mulutnya dan memuntahkan segala yang telah masuk perutnya.”
Sikap Wara’ Umar Ibnu al-Khathab radiyallahu anhu
Dia berkun-yah Abu Hafs al-’Adawy. Gelarnya al-Faaruq, menteri Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam. Yang menguatkan Islam dan menaklukkan negeri-negeri. Dia juga digelari as-Soodiq (yang jujur). Perkataannya mengandung ilham. Yang dikatakan oleh Nabi:
“Seandainya setelahku ada nabi, Umar orangnya.”
Setan lari menghindar darinya. Dan dia adalah orang yang tinggi keimanannya.
Dari Nafi, bahwa Umar bin al-Khathab radiyallahu anhu membagi hasil harta rampasan perang untuk kaum Muhajirin generasi pertama sebesar 4000 dirham setiap orangnya. Sedangkan untuk Ibnu Umar (putranya sendiri) hanya 3500 dirham. Sehingga ada yang berkomentar:
“Dia juga termasuk Muhajirin, kenapa kurang dari 4000.”
“Sesungguhnya yang berhijrah adalah kedua orang tuanya, itu tidak seperti berhijrah sendiri (tanpa pendamping orang tua, red).” Jawab Umar.
Dalam riwayat lain, Ismail bin Muhammad bin Saad bin Abi Waqas berkata:
“Dikirimkan kepada Umar minyak misk dan anbar dari Bahrain. Umar berkata:
“Demi Allah, seandainya ada wanita yang pandai menakar untuk menakarkan minyak ini sehingga dapat aku bagi-bagikan kepada kaum muslimin.”
Maka istrinya, Atikah binti Zait bin Amr bin Nafil berkata:
“Aku pandai menakar, mari aku takarkan untukmu.”
“Tidak!” Sahut Umar.
“Kenapa?” Tanya istrinya.
“Aku khawatir kamu mengambilnya begini dan melakukannya begini –seraya memasukan jarinya ke sela-sela rambut di atas telinganya-, kemudian engkau mengusapkannya kelehermu, sehingga kamu mendapatkan lebihan dari hak kaum muslimin.” Jawab Umar. (dalam riwayat lain).
Dalam riwayat lain, Abdullah bin Muadz al-Anbari berkata: Naim berkata kepadaku dari (sahabiah) al-Athaarah katanya:
“Umar pernah menyerahkan minyak wangi kaum muslimin kepada istrinya untuk dijualkan, agar hasil penjualannya dapat dibagikan kepada kaum muslimin. Istrinya menjualnya kepadaku. Ia menakar dengan cara menambahi atau mengurangi serta memecah gumpalan dengan giginya. (tak ayal) ada bagian yang menempel di jemarinya. Diapun menempelkan jemarinya kebibirnya (untuk membasahinya) lalu mengusapkannya ke kerudungnya. Ketika Umar datang, dia bertanya:
“Bau apa ini?”
Istrinya mengabarkan apa yang berlangsung. Umar berang:
“Engkau mengambil minyak kaum muslimin dan memakainya!”
Umar melepas kerudung istrinya kemudian mengambil air dan menyiramkan ke kerudung itu sambil menggosok-gosokan ke tanah, kemudian menciumi baunya, lalu menyiramnya lagi dengan air sambil mengosok-gosokkan ke tanah, kemudian menciumi baunya dan mengulanginya lagi sebanyak yang Allah kehendaki.
Al-Athaarah melanjutkan:
“Dikesempatan lain aku mendatanginya lagi (untuk membeli minyak). Ketika dia menakarkan untukku, sesuatu dari minyak wangi kembali menempel di jemarinya. Diapun menempelkan jemarinya kebibirnya (untuk dibasahi) lalu mengusapkannya ke tanah. Akupun berkata:
“Dulu engkau tidak melakukan seperti ini?”
Istri umar menjawab:
“Apakah engkau lupa dengan apa yang dilakukan Umar? Aku mendapatkan begini dan begini.”
Dalam riwayat lain dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Ashim bin Umar dari Umar, dia (Umar radiyallahu anhu, red) berkata:
“Tidak halal bagiku makan dari harta kalian selain sebagaimana aku memakannya dari pokok hartaku; roti dengan minyak atau roti dengan mentega.”
Terkadang bila didatangkan keju yang dibuat dari minyak atau mentega dia meminta izin kepada kaum muslimin dengan berkata: aku adalah orang arab tidak dapat terus menerus memakan minyak.”
Dalam riwayat lain Qotadah berkata: “Dahulu aku menjadi penanggung jawab baitul mal di masa pemerintahan Umar. Ketika menyapu baitul mal, kudapati sekeping dirham. Akupun memberikannya kepada Ibnu Umar (putra umar), lalu pulang. Tetapi kemudian datang utusan Umar memanggilku. Ketika tiba, sekeping dirham itu sudah berada ditangan Umar. Umar berkata kepadaku:
“Celaka engkau, apakah ada sesuatu atasku dalam dirimu?! ada masalah apa antara aku dan engkau?!
“Ada apa amirul mukminin?” Tanya Qatadah.
“Apakah engkau ingin umat Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasalam menuntutku (di akhirat) karena sekeping dirham ini?! Tegas Umar.
Kisah Wara’ Utsman bin Affan radiyallahu anhu.
Dia adalah Abu Amar al-Umawi. Bergelar Zuu an-Nurain (pemilik dua cahaya –maksudnya yang menikahi dua putri Nabi-). Malaikat malu kepadanya. Dia yang mengumpulkan umat pada satu mushaf setelah berselisih. Yang menaklukan Khurasan dan Magrib. Termasuk dari generasi awal lagi jujur. Senantiasa menegakkan solat malam dan berpuasa. Yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dan yang dipersaksikan oleh Rasulullah sebagai penghuni surga. Dia dinikahkan dengan dua putri Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam, Ruqoyyah dan Ummu Kultsum. semoga Allah meridhoi semuanya. Mereka yang memperhatikan saat peristiwa pengumpulan Al-Qur’an, akan tahu kedudukan dan kemuliaannya.
Dari Syarhabil bin Muslim bahwa Utsman menjamu orang-orang dengan makanan bangsawan, sementara dia sendiri masuk rumahnya dan makan (roti) campur zuka dan minyak.
Kisah Wara’ Ali bin Abi Thalib radiyallahu anhu
Kun-yah nya adalah Abu al-Hasan al-Haasyimiy, dikenal sebagai hakim ummat. Bergelar Farisul Islam (penunggang kuda Islam). Menantu Rosulullah. Termasuk yang dahulu masuk Islam. Tidak pernah gagap dalam bicara. Yang berjihad di jalan Allah dengan kesungguhan. Yang bangkit dengan ilmu dan amal. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam mempersaksikannya sebagai penghuni surga. Nabi berkata:
“Siapa yang aku sebagai pelindung/pemimpinnya, maka Ali adalah pelindung/pemimpinnya.”
Dan sabdanya:
“Engkau bagiku seperti posisi Nabi Harun pada Nabi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku.”
Sabdanya yang lain:
“Tidak ada yang mencintaimu kecuali dia itu seorang mukmin, dan tidak ada yang membencimu melainkan dia itu munafik.”
Dari Abdullah bin Umair, dari seseorang yang berasal dari Tsaqif menceritakan bahwa Ali radiyallahu anhu menugaskan Abdullah bin Umair memimpin daerah Akbari, bagian wilayah Kufah. Ali berkata kepadanya:
“Shalatlah zuhur di tempatku.”
“Akupun mendatanginya karena tidak ada alasan bagiku untuk tidak mendatanginya. Ketika sampai, aku dapati padanya ada cawan berisi air dan cangkir. Lalu dia meminta dibawakan bathiah (mangkuk) , membuka tutupnya dan makan dengan rebusan air kacang. Maka akupun berkata:
“Wahai Amirul Mukminin, engkau mengkonsumsi seperti ini di Irak padahal Irak memiliki makanan yang lebih dari ini.”
Dia berkata:
“Demi Allah, tidaklah aku lakukan hal ini karena bakhil terhadap makanan, dan engkau tahu bahwa tidak ada yang lebih menjaga milikku daripada aku. Aku tidak suka mengadakan sesuatu yang tidak aku miliki. Dan aku tidak suka memasukkan sesuatu ke dalam perutku kecuali yang baik.
Dalam riwayat lain dikatakan oleh Umul Walad milik Ali radiyallahu anhu, dia berkata: “Pada suatu hari aku mendatangi Ali. Di hadapannya ada kurunful maksuf (seikat ranting semacam batang sirih yang berbau wangi, biasanya digunakan pada masakan). Akupun berkata kepadanya:
“Wahai Amirul Mukminin, berikan seutas qurunful itu untuk putriku!
Ali menjawab:
“Beri aku sekeping dirham! -seraya menjulurkan tangannya-. Sesungguhnya ini adalah harta kaum muslimin; bersabarlah sampai kuterima gajiku, maka akan aku berikan kepadamu.”.
Ali enggan memberiku sedikitpun darinya.”
Dalam riwayat lain, Abu Shaleh al-Hanafi berkata:
“Aku mendatangi Ummu Kultsum (putri Ali radiyallahu anhu).”
Ketika sampai Ummu Kultsum berkata:
“Jamulah Abu Shaleh!.”
Abu Shaleh diberi kari yang berisi kacang.
“Kalian memberiku ini padahal kalian adalah penguasa.” Komentar Abu Shaleh.
“Bagaimana jika engkau melihat Amirul Mukminin, Ali ketika diberi buah utruj Hasan atau Husain memintanya untuk anak-anak mereka, tetapi Ali enggan memberikannya dan memilih membagikannya kepada kaum muslimin. Jawab Ummu Kultsum.
Kisah Wara’ Salman al-Farisi radiyallahu anhu
Dari al-Hasan, katanya:
“Gaji Salman al-Farisi 5000 dirham sebagai pejabat daerah Zuha yang berpenduduk 30 ribu kaum muslimin. Bila berceramah kepada manusia dia mengenakan jubah yang sekaligus digunakan separuhnya untuk alas duduknya. Jika tiba gajinya dia tidak mengambilnya. Dia makan hanya dari hasil kerja tangannya.
Kisah Wara’ Abu Darda radiyallahu anhu
Dari Muawiah bin Qurroh dia berkata: “Abu Darda memiliki onta yang dipanggil ad-Damun. Jika seseorang meminjam onta tersebut dia selalu berpesan:
“Jangan dibebani kecuali sebatas kemampuannya.”
Ketika mendekati kematian, Abu Darda berkata kepada ontanya:
“Wahai Damun, janganlah engkau menuntutku (nanti di akhirat) di sisi Tuhan-ku, sungguh aku tidak pernah membebanimu kecuali sebatas yang engkau mampu.”
Dalam riwayat lain dari Yahya bin Sa’id dia berkata: Jika Abu Darda menjadi penengah antara dua orang yang berselisih dan kedua orang yang bersengketa meninggalkannya setelah diputuskan, dia berkata kepada keduanya:
“Kembalilah kepadaku, akan aku kaji ulang permasalahan kalian.” (karena khawatir seandainya da nasihatnya yang salah, red)
Kisah Wara’ Abu Musa al-Asy’ari radiyallahu anhu
Ad-Dzahabi berkata: Abu Musa adalah sosok yang senantiasa melakukan shalat di tengah malam dan puasa di siang hari, taat kepada Allah, zuhud dan ahli ibadah. Terkumpul padanya ilmu, amal, jihad dan lapang dada. Dia tidak silau dengan kekuasaan dan tidak tenggelam oleh dunia.
Dari Abu Amr as-Syaibâniy, dari Abu Musa al-Asy’ary radiyallahu anhu, dia berkata:
“Memenuhi rongga hidungku dengan bau busuk lebih aku sukai dari pada memenuhinya dengan bau wanita”. (‘bau wanita’ maksudnya godaan wanita dan dunia. red)
Kisah Wara’ Abu Bakroh radiyallahu anhu
Hakam bin al-A’raj berkata:
“Ada seseorang yang memiliki balok kayu. Ziyad (penguasa ketika itu) meminta kayu itu, tetapi pemiliknya menolak untuk menjualnya. Ziyad pun mengambil paksa kayu itu lalu digunakannya untuk membuat atap masjid Basroh. Abu Bakroh tidak pernah shalat di masjid itu sampai kayu itu disingkirkan dari masjid.
Kisah Wara’ Abdullah bin Yazid al-Anshari radiyallahu anhu
Dari Manshur dan al-A’masy, dari Musa bin Abdullah bahwa ayahnya mengirim budak laki-lakinya untuk berniaga ke Asbahan bermodal 4.000 dirham hingga berkembang menjadi 16.000 dirham lebih. Namun kemudian sampai berita bahwa budaknya itu meninggal dunia, sehingga pergilah ia untuk mengambil harta niaga yang menjadi warisannya itu. Sesampainya di sana diberitakan kepadanya bahwa budaknya itu berniaga dengan cara riba. Maka diapun mengambil pokok modalnya yang 4.000 dirham dan meninggalkan selebihnya.
Kisah Wara’ Abdullah bin Umar bin al-Khatthab (putra Umar bin al-Khatthab)
Thawus (seorang tabi’in) berkata: Aku tidak pernah bertemu seorang lelakipun yang lebih wara dari pada Ibnu Umar.
Nafi berkata: Ketika Ibnu Umar mendengar suara seruling, dia menutup telinganya dengan kedua jarinya sambil menjauh dari jalan. Kemudian berkata:
“Wahai Nafi’, apakah engkau masih mendengar sesuatu?”
“Tidak” Jawabku.
Diapun melepaskan jarinya dari telinganya sambil berkata:
“Kami dahulu bersama Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam, lalu terdengar suara seperti tadi, beginilah yang dilakukan Nabi.”
Dalam riwayat lain, masih dari Nafi’: Tidaklah Ibnu Umar takjub kepada sesuatu melainkan ia kemudian menyedekahkan hartanya lillah (untuk Allah). Bahkan terkadang bersedekah pada satu majelis dengan 30,000 dirham. Pernah Ibnu Umar memberi seorang budak yang bernama Ibnu Aamir sebesar 30,000 dirham dan berkata:
“Wahai Naafi’, aku khawatir tergoda oleh dirham Ibnu Amir. Pergilah (kepadanya dan katakan), ‘Engkau telah dibebaskan (dari perbudakan).’
Dalam riwayat lain, Qoza’ah berkata : “Aku melihat Ibnu Umar memiliki baju yang berbahan kaku. Maka akupun menawarkan kepadanya pakaian yang berbahan lunak:
“Aku bawakan untukmu pakaian yang berbahan lunak yang dibuat di Khurasan agar aku enak memandangmu”
“Perlihatkan kepadaku! Pinta Ibnu Umar.
Ibnu Umar meremas kain itu seraya bertanya:
“Apakah ini sutra?”
“Tidak, ia terbuat dari katun.” Jelasku.
Ibnu Umar bekata:
“Aku khawatir jika mengenakannya akan menjadikanku sombong dan tinggi hati, seraya membaca firman Allah:
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS.an-Nisaa: 36).
Kisah Wara’ Al-Hasan dan al-Husain, putra Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam
Dari Abu al-Jahhaf dari seorang yang berasal dari Khas’am, dia berkata: “Aku mendatangi al-Hasan dan al-Husain. Ketika itu mereka sedang makan roti dengan cuka dan kacang. Akupun berkata kepada keduanya:
“Kalian berdua adalah putra Amirul Mukminin (pemimpin kaum muslimin), tetapi mengapa memakan makanan seperti ini, dan kondisi saat ini dalam kelapangan.”
“Kamu tidak banyak tahu tentang Amirul Mukminin. Kepemimpinannya untuk melayani kaum muslimin ” Jawab keduanya.
Kisah Wara’ Abu Burdah -semoga Allah merahmatinya-
Dari Abdullah bin Iyasy al-Qotbany, dari ayahnya, bahwa Yazid bin al-Muhallab ditugasi memimpin wilayah Khurasan. Dia berkata:
“Tunjukkan kepadaku seseorang yang lengkap kebaikan pada dirinya.”
Maka orang-orang pun menunjuk Abu Burdah. Ketika menemuinya dia dapati seorang yang berpenampilan menarik. Ketika diajaknya berbicara, didapatinya ternyata pembicaraannya lebih menarik dari penampilannya. Kemudian Yazid pun berkata:
“Aku mengangkatmu untuk menjabat demikian dan demikian dari wilayah kepemimpinanku.”
Tetapi dia meminta maaf dan menolak, seraya berkata:
“Ayahku menceritakan bahwa Rasulallah bersabda:
“Siapa yang mengambil tanggung jawab yang tidak mampu ditanggungnya, maka dia telah menempatkan tempat duduknya di neraka.”
Kisah Wara’ Muwarriq al-Ijliy -semoga Allah merahmatinya-
Dari Quraisy bin Hayyan al-Ijliy dari Maimunah binti Maz’ur, katanya: “Al-Muwarriq al-Ijliy mendatangi putranya yang bernama Soghdi. Anak itu memberinya sebutir telur yang direbus di wadah yang terbuat dari perak. Al-Muwarriq bertanya:
“Dari mana kamu dapatkan wadah perak ini, wahai Soghdi?”
“Itu adalah barang yang digadaikan kepadaku” Jawabnya.
“Ambil kembali telurmu!” Dia menolak untuk memakannya dan tidak suka mengambil manfaat dari barang gadaian.
Kisah Wara’ Urwah bin az-Zubair –semoga Allah merahmatinya-
Putranya, Hisyam berkisah tentangnya: “Ayahku suka berlama-lama melakukan ibadah faridhah (wajib) dan berkata: “Ia adalah pokok harta.”
Ahmad bin Haatim at-Thowil berkata: “Sampai berita kepadaku bahwa ketika kaki Urwah bin az-Zubair dipotong karena penyakit kusta dia berkata:
“Sungguh yang membuat tenang hatiku dipisahkan denganmu (berujar kepada kakinya) bahwa aku tidak pernah membawamu ke tempat maksiat sama sekali.”
Kisah Wara’ Muhammad bin Siirin -semoga Allah merahmatinya-
Syu’bah berkata: “Ibnu Hubairoh memberi Muhammad bin Siiriin tiga pemberian, tetapi dia menolak menerimanya.
Khalid bin Abi as-Solat berkata: “Aku berkata kepada Muhammad bin Sirrin:
“Apa yang mencegahmu menerima pemberian Ibnu Hubairoh?”
“Wahai hamba Allah, dia memberiku karena menduga aku baik. Jika aku seperti apa yang dia duga, maka aku tidak pantas menerimanya, sedangkan jika aku tidak seperti apa yang dia duga, maka aku tidak layak menerimanya.
Hisyaam bin Hassan berkata: “(Ketika wafat) Muhammad bin Siiriin meninggalkan 40.000 dirham yang bagi orang pada saat itu terhitung banyak.
Kisah Wara’ Hassan bin Abi Sinnan -semoga Allah merahmatinya-
Dalam riwayat lain, Ibnu al-Mubarok berkata: “Seorang pekerja Hassan menulis surat kepadanya dari al-Ahwaaz (wilayah sekitar Iran) bahwa tanaman tebu terserang wabah (sehingga harga menjadi tinggi), maka hendaknya dia membeli gula diwilayahnya. Diapun membeli gula dari seseorang, tetapi itupun hanya dalam jumlah terbatas. Setelah diniagakan dia mendapat keuntungan sebesar 30.000 dirham. Tetapi kemudian Ibnu Abi Sinan mendatangi kembali si penjual gula (karena merasa tidak tenang) dan berkata:
“Wahai kisanak, sebelum aku membeli gula darimu, pekerjaku telah memberitakan (kenaikan harga gula akibat perkebunan tebu terserang wabah) tetapi aku tidak mengabarkannya kepadamu. Sekarang aku kembalikan apa yang telah aku beli darimu dan keuntungannya.”
Si penjual gula menjawab:
“Engkau barusan telah mengabarkannya dan aku telah merelakannya.”
Ibu Abi Sinanpun pulang, tetapi hatinya tetap tidak tentram. Diapun kembali lagi kepada si penjual gula:
“Wahai kisanak, aku telah berniaga dengan cara tidak semestinya, aku lebih suka membatalkan jual beli ini. Ibnu Abi Sinan terus meminta kepada di penjual gula sampai berhasil mengembalikannya
Kisah Wara’ Umar bin Abdul Aziz -semoga Allah merahmatinya-
Abdullah bin Rasyid –penjual minyak wangi- berkata: “Aku mendatangi Umar bin Abdul Aziz dengan membawa minyak wangi yang dibuat untuk khalifah (penguasa) dari baitul mal. Diapun menutup hidungnya seraya berkata:
“Yang berharga dari minyak ini adalah baunya.” (maksudnya, minyak wangi itu bukan hak nya sehingga ia tidak memiliki hak untuk mencium wanginya)
Dalam riwayat lain, Furot bin Maslamah berkata: aku membacakan kitab-kitabku kepada Umar bin Abdul Aziz setiap hari jum’at. Ketika aku telah membacakannya, dia mengambil selembar kertas dari kitabku selebar empat jari tangan kemudian menulis keperluannya pada kertas itu. Akupun bergumam: “Amirul mukminin telah lupa.”
Namun ternyata tanpa disangka, keesokan harinya ia mengutus seseorang agar aku datang kepadanya sambil membawa kitab-kitabku. Maka akupun mendatanginya sambil membawa kitab-kitabku. Sesampainya di sana, dia menugaskanku untuk pergi ke suatu tempat. Sekembalinya dari tugas itu dia berkata kepadaku:
“Tidak cukup waktu kita sekarang untuk melihat kitab-kitab itu.”
“Engkau telah melihatnya kemarin.” Timpalku.
“Pulanglah! telah cukup aku menugasimu.” Kata Umar.
Ketika aku buka kitabku, terselip selembar kertas kosong selebar apa yang telah diambil beliau kemarin (sebagai pengganti kertas yang tak sengaja beliau pakai kemarin).
Dalam riwayat lain, Hammad bin Salamah berkata: Abu Sannan menceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz biasa dipanaskan air untuknya dari dapur. Diapun bertanya kepada pengurus dapur:
“Dimana air ini dipanaskan”.
“Di dapur” Jawab pengurus dapur.
“Hitunglah, sudah berapa lama engkau memanaskan air di dapur!” Perintah Umar.
“Sejak waktu demikian dan demikian.” Terang pengurus dapur.
“Hitung berapa nilai kayu bakar yang telah terpakai” Perintah Umar lagi.
“Jumlahnya demikian dan demikian.” Terang pengurus dapur lagi.
Maka Umarpun mengambil simpanan uangnya senilai yang disampaikan, dan memasukannya kebaitul mal.
Dalam riwayat lain, Fatimah binti Abdul Malik berkata: “Suatu kali Umar sangat berselera kepada madu tetapi kami tidak memilikinya. Maka kamipun menugaskan pelayan pos dengan mengendarai tunggangannya ke Baklabak untuk membeli madu dengan membekalinya uang satu dinar, dan diapun mendapatkanya. Kemudian aku berkata kepada Umar:
“Engkau menyebut-nyebut madu, aku memilikinya, apakah engkau mau?
Kamipun memberinya madu dan ia meminumnya seraya bertanya:
“Darimana kalian mendapatkan madu ini?”
Kami menyuruh seorang pelayan pos (petugas yang digaji oleh negara untuk keperluan rakyat umum, red) pergi ke Baklabak dengan uang satu dinar menggunakan tunggangannya dan dia membelinya dari sana. Umar memanggil pelayan pos petugas pemerintah tersebut dan berkata:
“Bawa madu ini ke pasar dan jual, lalu kembalikan harga pokoknya kepada kami, selebihnya gunakan untuk membiayai hewan tunggangan yang dipakai. Seandainya muntahan madu dapat dimanfaatkan oleh kaum muslimin niscaya aku akan memuntahkannya.”
Dalam riwayat lain, Ibnu as-Samâk berkata: “Pernah Umar bin Abdul Aziz membagi-bagi apel kepada orang-orang. Kemudian datang putranya dan mengambil apel dari apel yang dibagi-bagikannya. Umar pun merenggut tangan putranya dan mengambil kembali apel tersebut lalu mengembalikannya bersama apel-apel lain. Putranya lalu mengadu kepada ibunya. Ibunya bertanya:
“Ada apa denganmu, putraku?”
Putranyapun menyampaikan apa yang terjadi. Maka istrinya memberi putranya uang dua dirham untuk membeli apel sehingga dia dan putranya dapat makan apel, lalu menyisakan lebihannya untuk Umar. Ketika Umar selesai dari pekerjaannya diapun masuk ke dalam rumah. Istrinya menyodorkan satu cawan apel kepadanya. Umar bertanya:
“Dari mana kau dapatkan apel ini, wahai Fatimah?”
Istrinya menyampaikan kisahnya. Umar senang dan berkata:
“Semoga Allah merahmatimu. Sungguh akupun sebenarnya berselera dengan apel tersebut.”
Kisah Wara’ Yunus bin Ubaid -semoga Allah merahmatinya-
Hammad bin Yazid berkata: “Bila Yunus meriwayatkan (menyampaikan) hadits Rasul, setelah penyampaiannya dia akan berkata:
“Astaghfirullah (semoga Allah mengampuniku) 3x.
Asma’i menceritakan dari Muamil bin Ismail, katanya: “Datang seseorang dari Syam ke pasar sutra dan berkata:
“Apakah engkau memiliki kain seharga 400 dirham?”
“Kami memiliki yang seharga 200 dirham” Jawab Yunus bin Ubaid.
Bersamaan dengan itu terdengar suara adzan shalat sehingga Yunuspun pergi ke Bani Qusyair untuk shalat berjamaah di sana. Ketika kembali dari shalat, keponakannya telah menjual kain tersebut dengan harga 400 dirham. Diapun bertanya:
“Dari mana uang ini?”
“Itu hasil penjualan kain ” Jawab keponakannya.
Yunus pun berkata kepada orang yang telah membeli kain itu:
“Wahai hamba Allah, kain yang aku tawarkan itu harganya 200 dirham. Jika engkau suka ambillah dan ambil kembali kelebihan yang 200 dirham, jika tidak, maka tinggalkanlah.”
Dalam riwayat lain, Amiyah bin Khalid berkata: “Seorang perempuan datang kepada Yunus membawa jubah sutra seraya berkata padanya:
“Belilah ini!”
“Berapa?” Tanya Yunus.
“500 dirham” Jawab wanita itu.
“Jubah ini harganya lebih dari itu” Yunus memberi penilaian.
“600 dirham!” Wanita itu menambahkan.
“Jubah ini harganya lebih dari itu” Komentar Yunus lagi, hingga akhirnya selesai ketika mencapai 1000 dirham.
Dalam riwayat lain, Basyar bin al-Mufadhal berkata: “Datang seorang wanita menjual kain sutra kepada Yunus bin Ubaid. Yunus bertanya kepadanya:
“Berapa engkau jual?”
“60 dirham” Jawab wanita itu.
Yunuspun memperlihatkan pakaian itu kepada penjual di sebelahnya seraya berkata:
“Bagaimana penilaianmu?”
“Itu harganya 120 dirham.” Penilaian penjual disebelahnya.
“Aku rasa itulah harganya. Sekarang pulanglah dan mintalah izin dari keluargamu untuk menjualnya seharga 125 dirham.” Tambah Yunus.
“Mereka telah memenyuruhku untuk menjualnya 60 dirham.” Tegas wanita itu.
“Kembalilah kepada keluargamu dan mintalah izin untuk menjualnya seharga yang aku sebutkan.” Perintah Yunus.
Dalam riwayat lain, Sa’id bin Amir ad-Dob’iy berkata: “Bercerita kepada kami Asma bin Ubaid, katanya: “Aku mendengar Yunus bin Ubaid berkata:
“Tidak ada yang lebih mulia daripada dua hal: dirham yang halal dan seseorang yang beramal di atas Sunnah.”
An-Nadhr bin Syamil berkata: “Jika harga sutra naik, maka Bashrahlah kota yang lebih dulu naik. Yunus bin Ubaid adalah saudagar sutra, dia mengetahui kenaikan harga itu. Ketika Ubaid membeli barang dagangan dari seorang rekanannya senilai 30,000 dirham, seusai transaksi Yunus bertanya kepada rekanannya itu:
“Apakah engkau tahu kalau barang-barang ini harganya tinggi di kota ini dan itu?
“Tidak, jika aku tahu mungkin aku tidak menjualnya” Jawab rekanannya itu. “Baiklah, kembalikan uangku dan ambil kembali barang daganganmu.” Minta Yunus.
Rekanannya itupun mengembalikan uangnya dan mengambil kembali barang dagangannya.
Kisah Wara’ Kahmas bin al-Hasan at-Tamimiy -semoga Allah merahmatinya-
Amâroh bin Zâdzan berkata: “Berkata kepadaku Kahmas, Abu Abdullah:
“Wahai abu Salamah, aku telah melakukan dosa yang membuatku menangis selama 40 tahun.”
“Dosa apa itu, wahai abu Abdullah?” Tanya Abu Salamah.
“Ketika saudaraku mengunjungiku, aku membelikannya ikan seharga satu danik . Seusai makan aku berdiri menuju dinding rumah tetanggaku yang terbuat dari tanah dan mengambil cuilan dinding itu untuk membasuh tanganku. Itulah yang membuatku senantiasa menangis selama 40 tahun.”
Dalam riwayat lain, Muammal berkata: “Sahabat kami menceritakan kepada kami bahwa sekeping dinar pernah jatuh dari tangan Kahmas dan diapun mencarinya. Ada yang bertanya kepadanya:
“Apa yang engkau cari wahai Abu Abdallah?”
“Sekeping dinarku terjatuh.” Jawabnya.
Maka orang-orangpun mengambil garuk dan mulai menggaruki tanah hingga menemukan sekeping dinar. Tetapi kemudian Kahmas menolak mengambilnya dan berkata:
“Mungkin saja itu bukan dinar milikku.”
Kisah Wara’ Hammad bin Abu Hanifah -semoga Allah merahmatinya-
Ad-Dzahabi di dalam biografi Abu Hanif menyampaikan: “Al-Faqih Hammad bin Abu Hanif adalah orang yang alim, kuat agamanya, soleh dan sempurna kewara’annya. Ketika ayahnya wafat, banyak meninggalkan titipan-titipan barang milik orang lain di rumahnya, sedangkan pemiliknya tidak jelas. Hammad pun menyerahkan barang-barang titipan itu kepada hakim.
Hakim berujar kepadanya:
“Biarlah tetap bersamamu, engkau pantas menjaganya.”.
“Tolong barang-barang itu dicatat dan ditimbang, lalu simpanlah barang-barang itu sampai pemiliknya memintanya, setelah itu perbuatlah apa yang engkau mau !” Minta Hammad.
Sang hakimpun menuruti permintaannya mencatat dan menimbang barang-barang titipan itu. Namun barang-barang itu tetap saja berada di gudang simpanan selama berhari-hari lamanya, sedang Hammad bersembunyi. Dia tidak menampakkan diri sampai sang hakim menyimpan barang-barang itu pada orang lain yang dapat dipercaya.
Kisah Wara’ Wuhib bin al-Warad -semoga Allah merahmatinya-
Ali bin Abu Bakar berkata: “Wuhib bin al-Warad berhasrat ingin minum susu. Maka bibinya mengambilkannya dari kambing milik Isa bin Musa. Wuhib pun menanyakan dari mana didapatkan susu tersebut. Bibinya menyampaikan dari mana dia mengambilnya. Tahu susu itu dari milik orang lain Wuhib menolak meminumnya. Bibinya berkata: “Minumlah!” Tetapi dia tetap menolak sehingga bibinya membujuk dengan berkata:
“Aku berharap jika engkau meminumnya Allah akan mengampunimu” (maksudnya karena dia minum bukan keinginannya tetapi karena permintaan bibinya)
“Aku tidak suka meminumnya lalu Allah mengampuniku.” Tegas Wuhib.
“Kenapa?” Tanya bibinya.
“Aku tidak ingin mendapatkan pengampunan-Nya dengan bermaksiat kepadanya.”
Kisah Wara’ Abu bakar bin Iyasy -semoga Allah merahmatinya-
Yahya bin Sa’id berkata: “Aku menemani Abu Bakar bin Iyasy pergi ke Mekkah. Belum pernah aku temui orang yang lebih wara daripadanya. Seseorang memberinya rutob (buah kurma yang masih mengkal). Tetapi kemudian dia tahu bahwa rutob yang diberikan kepadanya itu didapat dari mencuri hasil kebun milik Khalid bin Salamah al-Makhzumiy. Diapun mendatangi Khalid untuk minta dihalalkan dan bersedekah senilai harga rutob itu.
Kisah Wara’ Zakariya bin Adiy -semoga Allah merahmatinya-
Abu Yahya So’iqoh berkata: “Ketika Zakariya bin Adiy datang, orang-orang di tempat yang ia kunjungi memintanya untuk bekerja di kampung mereka dengan upah (yang sangat tinggi, red) 30 dirham. Setelah satu bulan bekerja dia memilih pulang seraya berkata:
“Aku merasa bahwa pekerjaanku tidak sesuai dengan kadar upahku.”
Kisah Wara’ Abu Ishak as-Syairoziy -semoga Allah merahmatinya-
As-Sam’aniy berkata: “Suatu hari Abu Ishak masuk masjid untuk makan siang, tetapi tanpa disadari uang dinarnya tertinggal. Ketika ingat dia kembali dan mendapatkan uang tersebut. Namun kemudian dia berfikir dan berujar:
“Mungkin ini milik orang lain yang juga tertinggal.” Diapun urung mengambilnya.
Kisah Wara’ dua orang lelaki dari kalangan Tabi’in -semoga Allah merahmatinya-
Dari Abu Bakar bin Iyasy, dari Hushain, dari Sya’bi, katanya: “Datang dua orang laki-laki kepada Syuraih. Salah seorang dari keduanya berkata:
“Aku membeli sebuah bangunan dan aku dapati 100 ribu dirham di dalamnya.”
Si penjual meminta si pembeli untuk mengambilnya, tetapi si pembeli menolak.
“Kenapa aku harus mengambilnya?! yang aku beli hanyalah bangunannya. Justru engkaulah yang harus mengambilnya!” Tolak si pembeli.
“Kenapa harus aku yang mengambil, aku telah menjual bangunan itu beserta apa yang ada di dalamnya.” Tegas si penjual.
Terjadilah saling tolak di antara keduanya. Maka Syuraihpun menemui Ziyad dan mengabarkan perselisihan keduanya.
“Aku tidak menyangka bahwa orang-orang seperti ini masih ada.” Ujarnya.
Syuraih berkata:
“Masukkan kebaitul mal dan jadikan pada setiap kantong kadar genggaman untuk dibagikan kepada kaum muslimin. Kemudian berkata kepada Sya’bi:
“Bagaimana reaksi Amir (gubernur) dengan kejadian ini?”
“Ia takjub dengan apa yang berlangsung” Jawab Abu Bakar bin Iyasy. .
Penutup
Kisah-kisah yang menarik ini hanyalah sekelumit dari kisah-kisah yang ada dalam kitab-kitab biografi dan sejarah. Tidak ada maksud untuk merinci maupun berpanjang lebar. Yang terpenting mampu mengisyaratkan kisah-kisah keteladanan mereka agar menjadi obor dan mercusuar perjalanan hidup kita di zaman kini yang penuh kecurangan dalam perdagangan dan perjanjian, korupsi, menganggap sepele bila hanya mengambil sedikit hak orang lain, menggunakan fasilitas umum/kantor/pemerintah untuk kepentingan pribadi, menganggap lumrah korupsi kecil-kecilan atau pencurian kecil, merubah berat timbangan saat transaksi jual-beli, dan banyak lagi.(1)
Hendaknya kita mulai introspeksi sejak hari ini, apakah kita masih berani menggunakan fasilitas telpon kantor untuk menelpon ke rumah, atau memasang lampu penerangan jalan untuk umum dengan mengambil listrik PLN tanpa izin, membiarkan ranting tanaman di depan rumah kita tumbuh liar hingga menghalangi /mempersulit kendaraan yang lewat, mencicipi sedikit buah di supermarket tanpa izin, tawar-menawar barang secara ketat hingga membuat salah satu pihak merasa terpaksa membeli atau menjual, atau masih berani menjadi pegawai kantor pajak yang setiap hari mengambil pajak yang tak lain adalah sebagian dari hak milik umat Islam, atau masih berani menjadi pegawai kantor Bank atau Asuransi yang setiap harinya melakukan kegiatan riba’ yang diharamkan dalam agama kita. Dan masih banyak lagi yang harus kita perbaiki dari diri kita semua, termasuk diri saya sendiri.
Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang menganggap remeh dosa-dosa kecil, sehingga terhindar golongan pendurhaka, sebagaimana disebutkan dalam suatu atsar bahwa seorang yang beriman akan melihat dosa-dosanya laksana dia duduk di bawah gunung di mana ia khawatir gunung itu akan menimpanya. Sedangkan orang durhaka (tidak taat pada Allah) melihat dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya lalu dia halau dengan tangannya. (Shahih Al-Al-Bukhari no. 6308)
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengampuni dosa-dosa kita, yang disengaja atau tak disengaja, yang kita ketahui atau tidak kita ketahui, yang kita anggap kecil apalagi besar, yang kita anggap tidak berdosa karena kebodohan kita atau karena sikap kita yang meremehkan dosa-dosa kecil. Ampuni kami ya Allah…
Langganan:
Postingan (Atom)