Sabtu, 30 Maret 2013

PELAJARAN 1: MAKNA AQIDAH DAN URGENSINYA SEBAGAI LANDASAN AGAMA


PELAJARAN 1: MAKNA AQIDAH DAN URGENSINYA SEBAGAI LANDASAN AGAMAPELAJARAN 1: MAKNA AQIDAH DAN URGENSINYA SEBAGAI LANDASAN AGAMA

Aqidah Secara Etimologi
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. Kalimat “Saya ber-i’tiqad begini” maksudnya: saya mengikat hati terhadap hal tersebut.
Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan “Dia mempunyai aqidah yang benar” berarti aqidahnya bebas dari keraguan. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.

Aqidah Secara Syara’
Yaitu iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, para RasulNya dan kepada Hari Akhir serta kepada qadar yang baik maupun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.
Syari’at terbagi menjadi dua: i’tiqadiyah dan amaliyah.
I’tiqadiyah adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal. Seperti i’tiqad (kepercayaan) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepadaNya, juga beri’tiqad terhadap rukun-ru­kun iman yang lain. Hal ini disebut ashliyah (pokok agama). (1)
Sedangkan amaliyah adalah segala apa yang berhubungan dengan tata cara amal. Seperti shalat, zakat, puasa dan seluruh hukum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut far’iyah (cabang agama), karena ia di­bangun di atas i’tiqadiyah. Benar dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya i’tiqadiyah.
Maka aqidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal. Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta’ala:
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhan­nya.” (Al-Kahfi: 110)


“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu ter­masuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar: 65)
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik).”
(Az-Zumar: 2-3)
Ayat-ayat di atas dan yang senada, yang jumlahnya banyak, menunjukkan bahwa segala amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah perhatian Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam yang pertama kali adalah pelu­rusan aqidah. Dan hal pertama yang didakwahkan para rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang dituhankan selain Dia.
Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta’ala: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):

‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu’, …”
(An-Nahl: 36)

Dan setiap rasul selalu mengucapkan pada awal dakwahnya: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selainNya.”
(Al-A’raf: 59, 65, 73, 85)
Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib dan seluruh rasul. Selama 13 tahun di Makkah -sesudah bi’tsah- Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam mengajak manusia kepada tauhid dan pelurusan aqidah, karena hal itu merupakan landasan bangunan Islam. Para da’i dan para pelurus agama dalam setiap masa telah mengikuti jejak para rasul dalam berdakwah. Sehingga mereka memulai dengan dakwah kepada tauhid dan pelurusan aqidah, setelah itu mereka mengajak kepada se­luruh perintah agama yang lain.
Sumber : Pondokassunnah.com

Orang Yang Terakhir Masuk Surga


Orang Yang Terakhir Masuk SurgaOrang Yang Terakhir Masuk Surga

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita: “Rasulallahu Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Orang terakhir yang masuk surga adalah seorang laki-laki. (Yang ketika ia melewati Shirot) kadang sambil berjalan terkadang merangkak, jilatan api kadang mampir ditubuhnya, bahkan api kadang membakar bagian tubuhnya. Akhirnya ketika dirinya telah sampai di tepian, ia membalikan badan sambil memandangi jalan tadi, seraya mengatakan: “Maha suci Allah Shubhanahu wa ta’alla yang telah menyelamatkan saya darinya. Sungguh, Allah Shubhanahu wa ta’alla telah menganugerahi saya sesuatu yang tidak pernah diberikan kepada seorang pun sebelum maupun sesudahku”.
Maka tiba-tiba diangkatlah sebuah pohon dihadapanya, ia lalu berkata: ‘Duhai Rabbku, dekatkan saya dengan pohon tersebut, kiranya saya bisa berteduh dibawahnya sambil meminum air dari sisinya”.
Allah berkata: “Wahai Anak Adam! Bisa jadi nanti ketika saya kabulkan permintaanmu, kamu akan meminta yang lain lagi pada -Ku”. Tidak duhai Rabbku, jawab orang itu.
Dia lalu berjanji kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla kalau tidak akan meminta yang lain lagi, dan Allah Shubhanahu wa ta’alla memaklumi orang tersebut, karena Dia melihat orang tersebut sudah tidak sabar lagi, maka cepat-cepat Allah Shubhanahu wa ta’alla mendekatkan orang itu pada pohon tersebut. Maka segera ia berteduh dibawahnya sambil meminum air disisinya.
Tatkala dalam keadaan seperti itu, kemudian diangkat lagi sebuah pohon dihadapannya dan yang ini lebih indah dari yang pertama. Maka ia meminta kepada Allah; ‘Ya Allah, dekatkan saya dengan pohon itu, kiranya saya bisa berteduh dibawahnya, sambil meminum air disisinya. Saya berjanji tidak akan meminta yang lainnya lagi”. Allah menjawab: “Wahai Anak Adam! Bukankah kamu tadi sudah berjanji pada -Ku tidak akan meminta yang lainnya? Barangkali nanti kalau sudah saya beri kemauanmu, kamu akan meminta yang lainnya lagi? Orang tersebut lalu berjanji tidak akan meminta yang lainnya lagi. Maka Rabbnya memaklumi keadaanya. Karena melihat dirinya sudah tidak sabar lagi menunggu, maka ia didekatkan dengan pohon tadi, lalu ia berteduh dibawahnya sambil meminum air darinya.
Kemudian ketika ia sedang berteduh dibawah pohon tadi, di angkatlah sebuah pohon yang berada disisi pintu surga, sedangkan pohon tersebut lebih indah dari kedua yang sebelumnya. Maka segera orang itu meminta pada Allah Shubhanahu wa ta’alla; ‘Ya Allah, dekatkan saya dengan pohon itu, kiranya saya bisa berteduh dibawahnya dan meminum air darinya. Saya berjanji tidak akan meminta pada -Mu yang lain lagi’. Allah berkata: “Wahai Anak Adam! Bukankah kamu sudah berjanji tidak akan meminta lagi yang lainnya? Ia menjawab: “Betul, duhai Rabbku. Kali ini pasti saya tidak akan meminta pada -Mu yang lainnya”.
Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla memaklumi dirinya, karena dilihatnya ia sudah tidak sabar lagi, maka segera ia didekatkan kepada pohon tersebut. Ketika dirinya sudah dekat dengan pohon tadi, ia mendengar suara para penduduk surga. Maka segera ia memohon kepada Allah; ‘Ya Rabbku, masukkan saya kedalamnya”. Allah mengatakan padanya: “Wahai Anak Adam! Tidak ada yang mencegahmu. Aku telah ridho untuk memberimu dunia dan yang semisalnya! Orang tadi bertanya: “Ya Rabb, apakah Engkau mengejekku? Engkau adalah Rabb semesta alam!
Maka Ibnu Mas’ud tertawa. Lalu bertanya pada orang-orang disekelilingnya: “Kenapa kalian tidak bertanya kepadaku, kenapa tertawa? Mereka lalu bertanya: “Kenapa engkau tertawa? Beliau menjawab: “Begitu juga dulu Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau juga tertawa, maka kami tanya; ‘Kenapa engkau tertawa’, lalu beliau berkata: “(Saya tertawa, karena tertawanya Rabb semesta alam, tatkala orang itu bertanya; ‘Apakah Engkau sedang mengejekku, sedangkan Engkau adalah Rabb semesta alam? Lalu Allah menjawab: “Aku tidak mengejekmu, akan tetapi, apapun yang Aku kehendaki, maka Aku mampu melakukannya”.
Hadits ini shahih, di riwayatkan oleh Muslim dan Ahmad.
Sumber : Pondokassunnah.com

Penduduk Surga Yang Paling Rendah


Penduduk Surga Yang Paling Rendah


Penduduk Surga Yang Paling Rendah Diriwayatkan dari Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
” Nabi Musa Bertanya kepada Allah Ta’ala: “Siapa penduduk surga yang paling rendah derajatnya? Allah berkata: “Dia adalah seseorang yang di datangkan setelah usai sudah penduduk surga masuk kedalam nya. Maka di katakan padanya, masuklah kesurga. Orang itu lalu bertanya; ‘Ya Rabbku, bagaimana, semua orang telah menempati tempatnya masing-masing, dan telah mengambil ganjarannya?
Maka di katakan padanya: “Tidakkah engkau merasa ridha, kalau sekiranya kamu mempunyai seperti yang di miliki oleh seorang raja, seperti raja-raja didunia? Saya meridhainya, wahai Rabbku, Jawabnya.
Lalu Allah berkata padanya: “Bagimu seperti itu dan yang semisalnya, semisalnya, semisalnya, semisalnya..”. maka ia mengatakan pada yang kelimanya; ‘Saya telah ridha, Ya Rabbku’.
Lalu di katakan padanya: “Ini untukmu, dan sepuluh kali lipat yang semisal dengannya, untukmu apa yang engkau inginkan dalam benakmu, dan menyedapkan dalam pandanganmu”. Saya ridha, wahai Rabbku. Jawabnya.
Lalu Musa bertanya lagi: “Siapakah orang yang paling tinggi derajatnya? Mereka adalah orang-orang yang apabila mereka inginkan, Aku tanam kemuliannya dengan tangan -Ku, lalu Aku segel dengan sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas dalam benaknya”.
Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Dan yang membenarkan hal itu di dalam al-Qur’an adalah firman -Nya:

قال تعالى: فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan”. (QS as-Sajadah: 17).
Hadits ini shahih, dikeluarkan oleh Muslim, Tirmidzi dan Ahmad.
Sumber : Pondokassunnah.com