Rabu, 14 November 2012

Kisah terbunuhnya Umar bin Khattab

Kisah terbunuhnya Umar bin Khattab

Sebelum matahari terbit hari Rabu itu tanggal empat Zulhijah tahun ke-23 Hijri Umar keluar dari rumahnya hendak mengimami salat subuh. Ia menunjuk beberapa orang di Masjid agar mengatur saf sebelum salat. Kalau barisan mereka sudah rata dan teratur, ia datang dan melihat saf pertama. Kalau ada orang yang berdiri lebih maju atau mundur, diaturnya dengan tongkatnya. Kalau semua sudah teratur di tempat masing-masing, mulai ia bertakbir untuk salat. Saat itu dan hari itu tanda-tanda fajar sudah mulai tampak. Baru saja ia mulai niat salat hendak bertakbir tiba-tiba muncul seorang laki-laki di depannya berhadap-hadapan dan menikamnya dengan khanjar tiga atau enam kali, yang sekali mengenai bawah pusar. Umar merasakan panasnya senjata itu dalam dirinya, ia menoleh kepada jemaah yang lain dan membentangkan tangannya seraya berkata: ”Kejarlah anjing itu; dia telah membunuhku!” Dan anjing itu Abu Lu’lu’ah Fairuz, budak al-Mugirah. Dia orang Persia yang tertawan di Nahawand, yang kemudian menjadi milik al-Mugirah bin Syu’bah. Kedatangannya ke Masjid itu sengaja hendak membunuh Umar di pagi buta itu. Ia bersembunyi di bawah pakaiannya dengan menggenggam bagain tengahnya khanjar bermata dua yang tajam. Ia bersembunyi di salah satu sudut Masjid. Begitu salat dimulai ia langsung bertindak. Sesudah itu ia menyeruak lari hendak menyelamatkan diri. Orang gempar dan kacau, gelisah mendengar itu. Orang banyak datang hendak menangkap dan menghajar anjing itu. Tetapi Fairuz tidak memberi kesempatan menangkapnya. Malah ia menikam ke kanan kiri hingga ada dua belas orang yang kena tikam, enam orang meninggal kata satu sumber dan menurut sumber yang lain sembilan orang. Dalam pada itu datang seorang dari belakang dan menyelubungkan bajunya kepada orang itu sambil menghempaskannya ke lantai. Yakin dirinya pasti akan dibunuh, Fairuz bunuh diri dengan khanjar yang digunakan menikam Amirulmukminin.
Tikaman yang mengenai bawah pusarnya itu telah memutuskan lapisan kulit bagian dalam dan usus lambung yang dapat mematikan. Konon Umar tak dapat berdiri karena rasa perihnya tikaman itu, dan terhempas jatuh. Abdur-Rahman bin Auf segera maju menggantikannya mengimami salat. Ia meneruskan salat itu dengan membaca dua surah terpendek dalam Quran: al-Asr dan al-Kausar. Ada juga dikatakan bahwa orang jadi kacau-balau setelah Umar tertikam dan beberapa orang lagi di sekitarnya. Mereka makin gelisah setelah melihat Umar diusung ke rumahnya di dekat Masjid. Orang ramai tetap kacau dan hiruk-pikuk sehingga ada yang berseru: Salat! Matahari sudah terbit! Mereka mendorong Abdur-Rahman bin Auf dan dia maju salat dengan dua surah terpendek tersebut.
Sumber kedua ini sudah tentu lebih dapat diterima. Dalam suasana kacau begitu barisan orang untuk salat kembali sudah tidak akan teratur lagi, sementara Amirulmukminin tergeletak bercucuran darah di depan mereka, dan darah orang-orang yang juga terkena tikam bergelimang di sekitar mereka, dan si pembunuh juga sedang sekarat di tengah-tengah mereka! Andaikata – dengan penderitaan akibat beberapa kali tikaman itu – kita dapat membayangkan Umar sedang berpikir untuk meminta Abdur-Rahman bin Auf menggantikannya salat – suatu hal yang jauh dapat dibayangkan akal – tidaklah kita dapat membayangkan saat itu orang dapat mengatur barisan sementara mereka dalam suasana kegamangan dan ketakutan. Tentunya ketika itu Umar sudah diusung ke rumahnya di dekat Masjid dalam keadaan sadar atau pingsan karena dahsyatnya tikaman itu dan orang-orang mengelilinginya ketika dibawa masuk kepada keluarganya. Orang-orang yang terkena tikam dan dibawa keluar dari Masjid atau dipindahkan ke sekitarnya itu, sudah diberi pertolongan. Mayat Fairuz juga dikeluarkan dan dibawa ke Butaiha. Setelah itu orang kembali ke Masjid dan membicarakan kejadian itu sampai kemudian ada orang yang mengingatkan mereka akan waktu salat. Ketika itulah mereka meminta Abdur-Rahman bin Auf untuk mengimami salat.
Umar menanyakan siapa yang membunuhnya?
Umar sedang membujur di tempat tidur menunggu Ibn Abbas kembali membawa jawaban atas pertanyaannya itu, sambil menunggu kedatangan seorang tabib yang diminta oleh keluarganya. Setelah Ibn Abbas kembali dan menyampaikan apa yang dikatakan orang banyak itu, dan disebutnya juga bahwa yang menikamnya Abu Lu’lu’ah dan yang juga menikam beberapa orang kemudian menikam dirinya, Umar berkata: “Alhamdulillah bahwa saya tidak dibunuh oleh Muslim. Tidak mungkin orang Arab akan membunuh saya!”
Setelah datang seorang tabib dari Arab pedalaman ia menuangkan minuman anggur kepada Umar. Minuman anggur itu sama dengan darah waktu keluar dari bekas luka yang dibawah pusar. Abdullah bin Umar memanggil seorang tabib dari Ansar dan yang lain dari Banu Mu’awiyah. Ia menuangkan susu kepada Umar, dan yang keluar dari bekas lukanya itu susu juga, putih, warnanya tak berubah. Lalu katanya: Amirulmukminin, berwasiatlah! Maksudnya sudah dapat dipastikan Umar akan meninggal. Kata Umar: Anda meyakinkan saya, orang Banu Mu’awiyah. Kalau bukan itu yang Anda katakan, niscaya saya katakan Anda berdusta. Mendengar kata-kata tabib itu mereka yang hadir menangis, karena sudah merasa cemas. Tetapi Umar berkata: “Jangan menangisi kami. Barang siapa mau menangis keluarlah. Tidakkah kalian mendengar kata Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam: Mayat itu akan mendapat azab karena ditangisi keluarganya!”
~oOo~
Kisah di atas saya kutip dari Bab 25 buku Umar bin Khattab, Sebuah Telaah Mendalam Tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatan Masa Itu halaman 719-722, yang ditulis oleh Muhammad Husain Haekal yang diterbitkan oleh Litera AntarNusa (Cetakan kesepuluh, 2010) setebal xliv + 803 halaman.
Dalam keadaan sakit parah tersebut, Umar bin Khattab masih memikirkan nasib Muslimin sesudah ia tiada nanti. Selain itu ia juga menunjuk beberapa sahabat (majelis syura) yang akan menggantikan kedudukannya sebagai Amirulmukminin, yang kemudian dilakukan musyawarah dan ditunjuklah Usman bin Affan. Sebelum wafat, Umar menyelesaikan hutang-hutangnya lalu ia mengadakan perhitungan dengan hati nuraninya sendiri mengenai segala sesuatu yang sudah dikerjakannya, karena ia sangat takut akan perhitungan dengan Tuhannya. Umar juga berkeinginan bisa dimakamkan di sebelah Rasulullah dan Abu Bakr As-Siddiq, dan keinginan ini disetujui oleh Aisyah Ummulmukminin.

Kisah Masuk Islam-nya Umar bin Khattab RA

Kisah Masuk Islam-nya Umar bin Khattab RA

Umar bin Khattab ra terkenal sebagai orang yang berwatak keras dan bertubuh tegap. Sering kali pada awalnya (sebelum masuk Islam) kaum muslimin mendapatkan perlakukan kasar darinya. Sebenarnya di dalam hati Umar sering berkecamuk perasaan-perasaan yang berlawanan, antara pengagungannya terhadap ajaran nenek moyang, kesenangan terhadap hiburan dan mabuk-mabukan dengan kekagumannya terhadap ketabahan kaum muslimin serta bisikan hatinya bahwa boleh jadi apa yang dibawa oleh Islam itu lebih mulia dan lebih baik.
Sampailah kemudian suatu hari, beliau berjalan dengan pedang terhunus untuk segera menghabisi Rasulullah SAW. Namun di tengah jalan, beliau dihadang oleh Abdullah an-Nahham al-‘Adawi seraya bertanya:
“Hendak kemana engkau ya Umar ?”,
“Aku hendak membunuh Muhammad”, jawabnya.
“Apakah engkau akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhroh jika engkau membunuh Muhammad ?”,
“Jangan-jangan engkau sudah murtad dan meninggalkan agama asal-mu?”. Tanya Umar.
“Maukah engkau ku tunjukkan yang lebih mengagetkan dari itu wahai Umar, sesungguhnya saudara perempuanmu dan iparmu telah murtad dan telah meninggalkan agamamu”, kata Abdullah.
Setelah mendengar hal tersebut, Umar langsung menuju ke rumah adiknya. Saat itu di dalam rumah tersebut terdapat Khabbab bin Art yang sedang mengajarkan al-Quran kepada keduanya (Fatimah, saudara perempuan Umar dan suaminya). Namun ketika Khabbab merasakan kedatangan Umar, dia segera bersembunyi di balik rumah. Sementara Fatimah, segera menutupi lembaran al-Quran.
Sebelum masuk rumah, rupanya Umar telah mendengar bacaan Khabbab, lalu dia bertanya :
“Suara apakah yang tadi saya dengar dari kalian?”,
“Tidak ada suara apa-apa kecuali obrolan kami berdua saja”, jawab mereka
“Pasti kalian telah murtad”, kata Umar dengan geram
“Wahai Umar, bagaimana pendapatmu jika kebenaran bukan berada pada agamamu ?”, jawab ipar Umar.
Mendengar jawaban tersebut, Umar langsung menendangnya dengan keras hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera memba-ngunkan suaminya yang berlumuran darah, namun Fatimah pun ditampar dengan keras hingga wajahnya berdarah, maka berkata-lah Fatimah kepada Umar dengan penuh amarah:
“Wahai Umar, jika kebenaran bukan terdapat pada agamamu, maka aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah”
Melihat keadaan saudara perempuannya dalam keadaan ber-darah, timbul penyesalan dan rasa malu di hati Umar. Lalu dia meminta lembaran al-Quran tersebut. Namun Fatimah menolaknya seraya mengatakan bahwa Umar najis, dan al-Quran tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah bersuci. Fatimah memerintahkan Umar untuk mandi jika ingin menyentuh mushaf tersebut dan Umar pun menurutinya.
Setelah mandi, Umar membaca lembaran tersebut, lalu membaca : Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian dia berkomentar: “Ini adalah nama-nama yang indah nan suci”
Kemudian beliau terus membaca :
طه
Hingga ayat :
إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني وأقم الصلاة لذكري
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”
(QS. Thaha : 14)
Beliau berkata :
“Betapa indah dan mulianya ucapan ini. Tunjukkan padaku di mana Muhammad”.
Mendengar ucapan tersebut, Khabab bin Art keluar dari balik rumah, seraya berkata: “Bergembiralah wahai Umar, saya berharap bahwa doa Rasulullah SAW pada malam Kamis lalu adalah untukmu, beliau SAW berdoa :
“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”. Rasulullah SAW sekarang berada di sebuah rumah di kaki bukit Shafa”.
Umar bergegas menuju rumah tersebut seraya membawa pedangnya. Tiba di sana dia mengetuk pintu. Seseorang yang ber-ada di dalamnya, berupaya mengintipnya lewat celah pintu, dilihatnya Umar bin Khattab datang dengan garang bersama pedangnya. Segera dia beritahu Rasulullah SAW, dan merekapun berkumpul. Hamzah bertanya:
“Ada apa ?”.
“Umar” Jawab mereka.
“Umar ?!, bukakan pintu untuknya, jika dia datang membawa kebaikan, kita sambut. Tapi jika dia datang membawa keburukan, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri”.
Rasulullah SAW memberi isyarat agar Hamzah menemui Umar. Lalu Hamzah segera menemui Umar, dan membawanya menemui Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW memegang baju dan gagang pedangnya, lalu ditariknya dengan keras, seraya berkata :
“Engkau wahai Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan dan adzab Allah diturunakan kepadamu sebagaimana yang dialami oleh Walid bin Mughirah ?, Ya Allah inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khattab”.
Maka berkatalah Umar :
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau adalah Rasulullah .
Kesaksian Umar tersebut disambut gema takbir oleh orang-orang yang berada di dalam rumah saat itu, hingga suaranya terdengar ke Masjidil-Haram.
Masuk Islamnya Umar menimbulkan kegemparan di kalangan orang-orang musyrik, sebaliknya disambut suka cita oleh kaum muslimin.

Sejarah dimulainya 1 Muharam tahun Hijiriah.

Sejarah dimulainya 1 Muharam tahun Hijiriah.

proyek-masjidil-haram
Akhirnya,datanglah suatu masa dimana Nabi saw mengetahui bahwa dakwah Islam di Mekkah telah mengalami penekanan yang luar biasa sehingga keadaan sangat tidak mendukung bagi kaum muslim. Rasulullah saw bergerak dengan dakwahnya. Lalu Allah SWT mewahyukan kepadanya agar dia berhijrah. Kemudian mulailah Nabi berhijrah di jalan Allah SWT setelah tiga belas tahun beliau di Mekkah. Islam ingin membangun negaranya dan ingin menghilangkan pengepungan dan serangan kaum musyrik. Mula – mula terjadilah perubahan sedikit pada keadaan kaum muslim.
Rasulullah saw keluar dalam musim haji untuk menunjukkan dirinya pada kabilah-kabilah Arab sebagaimana yang beliau lakukan pada setiap muslim. Beliau berada di tempat yang bernama ‘Aqabah, lalu beliau bertemu dengan jamaah dari Khazraj. Rasulullah saw berkata kepada mereka, “siapa kalian?” mereka menjawab: “kami berasal dari kelompok Khazraj.” Beliau berkata,”apakah kalian termasuk pembantu kaum Yahudi?” mereka menjawab:”benar.”Beliau berkata,”maukah kalian duduk bersama aku karena aku ingin sedikit berbicara degan kalian.”mereka menjawab:”boleh.” Kemudian mereka duduk bersama Nabi lalu beliau mengajak mereka untuk mengikuti agama Allah SWT.
Rasulullah saw sedikit menceritakan Islam kepada mereka dan membacakan Al-Qur’an. Enam orang mendengar apa yang di sampaikan oleh Nabi saw. Setelah beliau selesai dari pembicaraannya, mereka membenarkannya dan beriman kepadanya. Kemudian mereka menceritakan kepada Nabi saw bahwa mereka meninggalkan kaumnya karena kaum mereka terlibat peperangan dan kebencian. Mudah-mudahan Allah SWT mengumpulkan mereka dengan kedatangan Nabi saw yang mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw bahwa mereka akan menceritakan kepada kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi saw dan akan mengajak mereka untuk memenuhi dakwah Nabi saw.
Keenam lelaki tu kembali ke kota Madinah yang berubah namanya menjadi Madinah Munawarah yang sebelumnya ia bernama Yatsrib di zaman jahiliah. Allah SWT berkehendak untuk meneranginya dengan Islam. Para lelaki itu kembali ke Madinah dan mereka membawa Islam di hati mereka sehingga banyak orang yang masuk Islam.
Kemudian datanglah musim haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang lelaki dari orang-orang yang beriman yang diantara mereka terdapat enam orang yang Rasulullah saw telah berdakwah kepada mereka pada musim yang dulu dan Nabi saw menemui mereka di ‘Aqabah. Kemudian Nabi saw melakukan baiat pada mereka agar mereka mempertahankan keimanan dan membela dakwah kebenaran serta kemanusiaan.
Kaum lelaki itu kembali ke Madinah disertai salah seorang yang terpercaya dari tokoh Islam yaitu Mus’ab bin Umair dimana dia menjadi utusan Rasulullah saw di Madinah dan dia mengajari manusia tentang agama mereka dan membacakan kepada mereka Al-Qur’an dan menyerukan kebenaran kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di Madinah. Penduduk Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa saudara-saudara kita kaum Muslim Mekkah ditindas? Mengapa Rasulullah saw keluar untuk berdakwah dan menebarkan rahmat tetapi beliau justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan kita akan membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekkah?
Demikianlah, pergilah tujuh puluh orang ke Mekkah, tujuh puluh orang dari penduduk Madinah Munawarah. Mereka pergi ke ‘Aqabah dalam keadaan sendirian dan berkelompok-kelompok. Islam telah menghasilkan buah pertamanya dalam hati mereka sehingga hati mereka di penuhi cinta kepada Allah SWT dan RasulNya serta kaum muslim. Penderitaaan yang dialami kaum muslim mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari kenikmatan tidur dan nikmatnya memakan dan nikmatnya kehidupan. Orang-orang yang baik itu datang dan berbaiat kepada Rasulullah saw untuk membela beliau menolongnya dan melindunginya serta siap untuk mati di jalannya. Mereka datang setelah hati mereka diliputi oleh Islam dan mereka meberikan segala sesuatu untuk dakwah yang baru; mereka datang sebagai pecinta-pecinta kebenaran.
Kitab-kitab hadis yang suci meriwayatkan apa yang terjadi pada baiat ‘Aqabah al-kubra. Dalam kitab tersebut dikatakan bahwa Abbas Ibnu Abdul Muthalib datang bersama Nabi dan saat itu dia masih berada dalam agamanya kaumnya. Dia ingin menyelesaikan urusan anak pamannya. Ketika dia duduk dan berbicara, dia mengatakan suatu pertanyaan yang mengisyaratkan bahwa Muhammad saw mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan kekuatan di negrinya tetapi dia enggan dan memilih untuk bergabung bersama kalian wahai penduduk Madinah. Jika kalian memenuhi janjinya dan melindunginya maka ambillah dia, namun jika kalian khawatir jika suatu saat nanti akan mengkhianatinya maka mulai dari sekarang biarkanlah dia di negerinya.
Kata-kata Abbas tersebut berasal dari fanatisme kesukuan dan ikatan darah keluarga namun penduduk Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat Abbas itu karena dia bukan termasuk dari agama mereka dan dia tidak mengetahui tingkat cinta kepada Rasulullah saw yang mereka capai. Abbas bin Abdul Muthalib menunggu jawaban dari penduduk Madinah. Lalu mereka berkata kepadanya, “kami telah mendengar apa yang engkau katakan maka berbicaralah ya Rasulullah, ambilah untuk dirimu dan Tuhanmu apa saja yang engkau sukai.”
Kita ingin mengamati jawaban sekelompok orang yang mungkin dari penduduk Madinah ini sehingga Rasulullah saw berbicara. Jawaban yang di cari oleh Abbas bin Abu Muthalib tersembunyi dalam pernyataan Nabi. Demikianlah setelah Rasulullah saw mengucapkan kalimatnya maka tidak keluar pernyataan apapun. Cukup hanya Nabi yang berbicara dan mereka hanya menantinya. Mereka meminta kepada beliau agar mengambil pada dirinya dan Tuhannya apa saja yang beliau sukai; mereka merasa tidak memilik apa-apa dan tidak memiliki keputusan. Nabi berbicara lalu beliau membaca Al-Qur’an dan mengajak kejalan Allah SWT. Kemudian beliau berbicara tentang Islam dan beliau membaiat mereka agar membantu beliau sehingga merekapun membaiat kepadanya. Demikianlah terjadinya baiat ‘Aqabah al-Kubra.
Orang-orang yang terpilih oleh Allah SWT itu mengetahui bahwa sebentar lagi mereka akan diajak untuk mengang kat senjata; mereka diajak untuk mendapatkan kematian di bawah pedang. Mereka menenangkan Rasulullah saw bahwa beliau akan mendapati orang-orang yang sudah terlatih dalam peperangan karena mereka mewarisi dari kakek-kakek mereka.
Salah seorang dari tujuh puluh orang itu menyebutkan masalah yang penting. Abul Haitsyam berkata: “ sesungguhnya diantara orang-orang Madinah dan Yahudi terdapat suatu tali ikatan maka mereka boleh jadi akan memutuskannya lalu, apakah sikap yang harus kita ambil jika mereka lakukan hal itu dan memusuhi orang Yahudi.” Kemudian Allah SWT menolong Nabi saw dan memenangkan atas kaumnya, lalu dia kembali kepada mereka dan meninggalkan mereka dibawah kasih sayang orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah bahwa pernyataan tersebut berkisar pada kecintaan kepada Nabi dan keinginan agar Nabi tetap bersama mereka selama perjalanan hari dan bulan. Masalah yang di tuntut oleh Abbas bin Abdul Muthalib secara jelas adalah masalah perindungan mereka kepada Nabi, di mana hal tersebut  tidak lagi diperdebatkan oleh orang-orang yang tepilih dari penduduk Madinah. Namun masalah yang mereka inginkan adalah masalah perlindungan Nabi dan keberadaan Nabi bersama mereka di Madinah.
Nabi tersenyum dan beliau mengatakan kalimat-kalimat yang justu menekankan bahwa ikatan akidah lebih kuat dari pada ikatan darah. Beliau berkata: “tetapi darah adalah darah dan kehancuran adalah kehancuran. Aku dari kalian dan kalian dariku aku akan memerangi orang-orang yang kalian perangi dan aku akan berdamai dengan orang-orang yang kalian berdamai dengan mereka.”
Akhirnya, penduduk Madinah pergi dan kembali ke negeri mereka. Kemudian berita tentang baiat ini sampai ketelinga orang-orang Mekah dan para tokoh musyrik, lalu mereka justru menambah penekanan kepada Rasulullah saw dan kaum muslim.
Para preman Mekah berkumpul di Darul Nadwah. Mereka menetapkan akan mengambil suatu keputusan penting berkaitan dengan Nabi. Salah seorang dari mereka mengusulkan agar beliau di belenggu dengan besi lalu di buang ke penjara sehingga beliau mati kelaparan. Sebagian lagi mengusulkan agar beliau di buang dari Mekkah dan diusir. Abu Jahal mengusulkan agar mereka mengambil dari setiap keluarga dari keluarga-keluarga Quraisy seorang pemuda yang kuat, kemudian setiap dari mereka di beri pedang yang terhunus dan hendaklah mereka memukulkan pedang itu ke tubuh Nabi. Jika mereka berhasil membunuhnya niscaya semua kabilah bertanggung jawab darah sang Nabi dan Bani Hasyim tidak akan mampu menuntut dan memerangi orang Arab semuanya dan mereka akan menerima diat sebagai tebusan dari pembunuhan itu. Demikianlah persekongkolan itu di gelar dan mereka sepakat untuk melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur’an al-Karim menyingkap persekongkolan yang dilakukan orang-orang kafir itu dalam firman-Nya:
dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan tipu daya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (QS. Al –Anfal:30)
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi-Nya agar dia berhijrah. Lalu Nabi mulai menyiapkan sarana-sarana untuk hijrahnya. Beliau menyembunyikan urusan tersebut bahkan beliau tidak memberitahu sahabat yang akan menemaninya. Rasulullah saw menyewa seorang penunjuk jalan yang pengalaman yang mengenal padang gurun seperti mengenal garis-garis tangannya. Yang mengherankan penunjuk jalan itu adalah seorang musyrik. Demikianlah Nabi meminta bantuan kepada orang yang ahli tanpa memperhatikan keyakinannya.
Kemudian datanglah malam pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidurnya di malam tersebut. Datanglah pertengahan malam dan Rasulullah saw pun keluar dari rumahnya. Para pemuda Mekkah mengepung rumah. Mereka menghunuskan pedangnya. Nabi menggenggam tanah lalu beliau melemparnya ke arah kaum sehingga mereka pun merasa kantuk sehingga Nabi saw dapat menembus kepungan mereka. Beliau keluar dari Mekkah dan berhijrah.
Dengan langkah yang di berkati ini, kaum Muslim menanggali tahun-tahun mereka. Tahun dalam Islam adalah tahun Hijiriah, sedangkan kaum Masehi menanggali tahun mereka dengan kelahiran Isa dan ini di sebut dengan tahun Masehi. Adapun tahun-tahun Islam maka ia di tanggali pertama kalinya saat Rasulullah saw keluar berhijrah di jalan Allah SWT