Sabtu, 02 November 2013

Biografi Imam Al Barbahari

Imam Al Barbahari (wafat 329 H)

Nama, Kunyah, dan Nasab
Beliau adalah Al-Imam Al-Hafidz Al-Mutqin Ats-Tsiqah Al-Faqih Al-Mujahid Syaikh Hanabilah sekaligus pemuka mereke pada masanya Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Khalaf Al-Barbahari, sebuah nama yang dinisbahkan kepada Barbahar yaitu obat-obatan yang didatangkan dari India (1)
Tempat Kelahiran dan Tanah Air
Berkata Syaikh ArRadadi: “Tidak ada satu pun sumber (rujukan) yang berada di tangan kami yang menyebutkan tentang kelahiran dan pertumbuhan beliau. Hanya saja yang nampak bagi saya bahwa beliau dilahirkan dan tumbuh di Baghdad. Yang demikian itu dikarenakan di tempat itulah tersiar reputasi dan kemasyhuran beliau di kalangan masyarakat umum, terlebih lagi orang-orang khusus diantara mereka. Selain itu Al-Imam Al-Barbahari juga bersahabat erat dengan beberapa sahabat Imam AhlusSunnah wal Jama’ah yakni Ahmad bin Hanbal rahimahullah serta menimba ilmu dari mereka, sedangkan mayoritas mereka berasal dari Baghdad -sebagaimana yang akan datang penjelasannya-. Inilah diantara hal-hal yang menunjukkan bahwa beliau tumbuh di tengah-tengah alam yang penuh ilmu Sunnah yang sangat berpengaruh terhadap karakteristik kepribadiannya.” [Lihat kitab Thabaqat Al-Hanabilah (2/64)].
Berkata syaikh Al-Qahthani: “Imam Al-Barbahari bersahabat erat dengan beberapa sahabat Imam Ahmad rahimahullah diantaranya Imam Ahmad bin Muhammad Abu Bakar Al-Mawarzi salah seorang murid utama Imam Ahmad. Selain itu beliau juga bersahabat dengan Sahl bin ‘Abdillah At-Tustari, yang mana beliau meriwayatkan perkataan darinya: “Sesungguhnya Allah ‘aza wa jalla telah menciptakan dunia dan menjadikannya di dalamnya orang-orang bodoh dan para ulama, seutama-utama ilmu adalah yang diamalkan, semua ilmu akan menjadi hujjah kecuali yang diamalkan dan beramal dengannya adalah keindahan semata kecuali yang benar, dan amalan yang benar aku tidak memastikannya kecuali dengan istisna’ (pengecualian) masya Allah.” [Thabaqat Hanabilah (2/43)].
Kemuliaan, Keilmuan, dan Pujian Ulama terhadap Beliau
Berkata syaikh ArRadadi: “Imam Al-Barbahari adalah seorang Imam yang disegani, senantiasa berbicara dan mengajak kepada kebenaran serta seorang da’i yang senantiasa menyeru kepada Sunnah dan mengikuti atsar. Beliau memiliki kewibawaan dan kemuliaan disisi para penguasa. Majelis beliau makmur dengan halaqah hadits, atsar, dan fiqih serta dihadiri sebagian besar para Imam AhlulHadits dan Fiqih.”
Berkata Abu ‘Abdillah Al-Faqih: “Apabila kamu melihat seorang penduduk Baghdad mencintai Abul Hasan bin Basyar dan Abu Muhammad Al-Barbahari maka ketahuilah bahwa ia Shahibu Sunnah (orang yang mengikuti Sunnah)!” [Thabaqat Al-Hanabilah 2/58].
Berkata syaikh Al-Qahthani: “Para ulama ahli sejarah menyebutkan sebuah kisah yang menerangkan akan agungnya kemuliaan Imam Al-Barbahari. Pada suatu hari Qaramithah (salah satu sekte Syi’ah) merampok jamaah haji, maka bangkitlah Imam Al-Barbahari seraya mengatakan: “Wahai saudara sekalian! Bagi siapa saja yang membutuhkan bantuan sebesar seratus ribu dinar…(beliau ulangi 5 kali) datanglah kepadaku niscaya aku akan membantunya!
Berkata Ibnu Baththah: “Andaikata ada yang membutuhkan bantuan tersebut niscya akan beliau bantu.”
Berkata syaikh Ar-Radadi: “Adapun pujian ulama terhadap beliau banyak sekali, berkata Ibnu Abi Ya’la: “…Seorang syaikh, pemuka kaum pada masanya dan orang yang paling depan dalam mengingkari Ahlul Bid’ah serta menghadapi mereka dengan tangan dan lisan. Beliau terdepan di kalangan sahabat-sahabatnya, salah satu imam yang bijaksana dan penuh dengan hikmah, salah satu hufadz ilmu ushul yang mutqin serta salah satu orang yang tsiqah di kalangan mukminin.”
Berkata Imam Adz-Dzahabi dalam “Al-`Ibar”: “….Al-Faqih Al-Qudwah (panutan) syaikh Hanabilah di Irak baik ucapan, keadaan, maupun hafalan. Beliau memiliki kedudukan terhormat dan kemuliaan yang sempurna.”
Berkata Ibnul Jauzi: “…pengumpul ilmu, zuhud, dan sangat keras terhadap ahlul bid’ah.”
Berkata Ibnu Katsir: “Al-’Alim, Az-Zahid, Al-Faqih, Al-Hanbali, Al-Wa’idh (pemberi nasehat)…, sangat keras terhadap ahlul bid’ah dan maksiat. Beliau memiliki kedudukan yang tinggi yang sangat disegani oleh orang-orang khusus dan masyarakat umum.
Berkata Syaikh Al-Qahthani: “Diantara hal yang menunjukkan ketinggian kedudukan beliau adalah tatkala Abu ‘Abdillah bin ‘arafah yang terkenal dengan sebutan Nawthawaif meninggal pada bulan Shafar 313 H, yang mana jenazahnya dihadiri oleh segenap anak-anak dunia dan dien, majulah Imam AlBarbahari mengimani manusia. Pada tahun itulah bertambah harum nama dan kewibawaan Al-Imam Al-Barbahari, menjadi tinggi kalimatnya dan mulailah muncul sahabat-sahabat beliau sehingga mereka tersebar merata dalam mengingkari ahlul bid’ah. Telah sampai berita kepada kami bahwa Imam Al-Barbahari pernah melewati sisi barat kota, tiba-tiba saja beliau bersin. Maka dengan serempak para sahabat beliau mengucapkan “Yarhamukallah…”(semoga Allah merahmatimu) sehingga suara gemuruh mereka terdengar oleh Khalifah yang pada waktu itu sedang berada didalam rumah/istana-nya, khalifah pun bertanya tentang apa yang terjadi? Setelah diberitahukan khalifah memaklumi hal itu.” [Thabaqat Hanabilah 2/44]
Sifat Zuhud dan Wara’
Berkata syaikh Al-Qahthani: “Imam Al-Barbahari sangat terkenal dengan sifat zuhudnya terhadap harta benda dan perhiasan dunia, zuhud orang yang menguasai dunia, akan tetapi dunia tersebut beliau letakkan di telapak tangan beliau. Adapun kecintaan terhadap Allah ‘aza wa jalla dan Rasul-Nya sholallohu ‘alaihi wasallam serta meninggikan al-haq berada didalam lubuk hati hatinya. Oleh karena itu ulama yang menulis biografi beliau menyebutkan bahwa beliau melepaskan warisan ayahnya sejumlah 70.000 dirham [Thabaqat Hanabilah 2/43]
Murid-Murid Beliau
Berkata syaikh ArRadadi: “Banyak sekali penuntut ilmu yang menimba ilmu dan mengambil faedah dari Imam Al-Barbahari. Beliau rahimahullah adalah seorang panutan baik dalam tingkah laku maupun perkataannya. Diantara murid-murid beliau adalah:
  1. Al-Imam Al-Qudwah Al-Faqih Abu ‘Abdillah bin ‘Ubaidillah bin Muhammad Al-‘Ukbari yang terkenal dengan Ibnu Baththah, meninggal pada bulan Muharram 387 H. [Lihat biografinya dalam Al-`Ibar 2/171 dan As-Siyar 16/529]
  2. Al-Imam Al-Qudwah yang berbicara dengan penuh hikmah Muhammad bin Ahmad bin Isma’il Al-Baghdadi Abul Husam bin Sam’un, pemberi nasihat, pemilik berbagai ahwal dan maqam, meninggal pada pertengahan Dzulqa’dah 387 H. [Lihat biografinya dalam Al-`Ibar 2/172 dan As-Siyar 16/505]
  3. Ahmad bin Kamil bin Khalaf bin Syajarah Abu Bakar perawi kitab ini dari penulis.
  4. Muhammad bin Khalaf bin ‘Utsman Abu Bakar, berkata Al-Khatib Al-Baghdadi: “Berita yang sampai kepadaku dia adalah orang yang menampakkan kezuhudan dan kebagusan madzhab, hanya saja dia banyak sekali meriwayatkan hadits-hadits munkar dan batil.” [Lihat biografinya dalam Tarikh Baghdad 3/225 dan Al-Mizan 4/28]
Beberapa Kutipan Ucapan Beliau
Berkata syaikh Al-Qahthani: Berkata Imam Al-Barbahari: “Permisalan ahlul bid’ah adalah seperti Kalajengking, mereka sembunyikan kepala dan tangan-tangan mereka didalam tanah dan mereka keluarkan ekor-ekor mereka. Apabila mereka sudah merasa kuat, mulailah mereka menyengat. Demikian juga halnya ahlul bid’ah mereka sembuyikan diri-diri mereka di tengah-tengah manusia dan apabila mereka sudah kuat mulailah mereka meyebarkan (melancarkan aksi) apa yang mereka inginkan. [Al-Minhaj Al-Ahmad 3/37]
Dan diantara ucapan beliau yang sangat bermanfaat adalah: “Bermajelis untuk saling nasehat-menasehati membuka pintu-pintu faedah sedangkan bermajelis untuk berdebat menutup pintu-pintu faedah.”
Diantara syair yang beliau ucapkan:
Barang siapa yang qona`ah (merasa cukup) dengan bekalnya
Niscaya dia akan menjadi kaya dan hidup dengan penuh ketentraman
Aduhai, betapa indahnya sikap qona’ah. Betapa banyak orang yang rendah terangkat karenanya
Jiwa seorang pemuda akan menjadi sempit apabila merasa butuh
Andai saja ia mau mencari kemuliaan dengan Rabb-nya niscaya akan menjadi lapang
Tulisan-Tulisan Beliau
Berkata syaikh ArRadadi: “Para ulama yang menulis biografi beliau menyebutkan bahwa beliau memiliki karya tulis yang sangat banyak hanya saja tidak nampak bagi kami karya-karya beliau selain kitab ini.”
Ujian yang Beliau Alami dan Kisah Wafat Beliau
Berkata Syaikh Al-Qahthani: “Imam ini (Al-Barbahari) mendapatkan ujian sebagaimana orang-orang shalih sebelumnya mendapat ujian. Ahlul bid’ah senantiasa menghembus-hembuskan kebencian terhadap beliau kedalam hati penguasa. Pada tahun 321 H, masa Khalifah Al-Qahir dan menterinya Ibnu Muqillah berusaha menangkap Imam Al-Barbahari sehingga beliau bersembunyi. Namun dia berhasil menangkap beberapa sahabat dekat Imam Al-Barbahari dan membuang mereka ke Bashrah. Namun kemudian Allah ‘aza wa jalla menghukum Ibnu Muqillah atas perbuatan yang telah ia lakukan, yaitu Allah ‘aza wa jalla membuat Khalifah Al-Qahir Billah menjadi marah kepada Ibnu Muqillah sehingga Ibnu Muqillah melarikan diri dan Al-Qahir memecat dia dari jabatan kementriannya serta membakar habis rumahnya. Hingga akhirnya ia tertangkap oleh Al-Qahir Billah pada tahun 322 H, kemudian ia diturunkan dari kekhalifahan dan dicukil kedua matanya hingga mengucur darah dari kedua matanya yang akhirnya ia buta.
Kemudian datanglah khalifah ArRadhi. Ahlul bid’ah pun senantiasa menyusupkan kebencian kedalam hati khalifah sehinggah diserukan di Baghdad: “Jangan sampai ada dua shahabat Al-Barbahari yang berkumpul!” Sehingga mereka (Imam Al-Barbahari dan para shahabatnya) kembali bersembunyi. Ketika itu, Imam Al-Barbahari singgah di arah barat kota di suatu tempat yang bernama Babul Muhawwil. Kemudian beliau pindah ke arah timur kota untuk bersembunyi hingga akhirnya beliau meninggal dalam persembunyiannya pada bulan Rajab 329 H, saat itu beliau berumur 97 tahun. Ada yang mengatakan juga bahwa beliau hidup selama 77 tahun dan pada akhir hayatnya beliau sempat menikah dengan seorang budak wanita.” [Thabaqat Hanabilah 2/44, Siyar A’lamin Nubala` 15/93, dan Al-Minhajul Ahmad 2/38]
Berkata syaikh Ar-Radadi hafidzahullah ta’ala menukil perkataan Ibnu Abi Ya’la dalam Thabaqat Al-Hanabilah, ia berkata: “Telah menghikayatkan kepadaku kakekku dan nenekku, keduanya berkata: “Dahulu Abu Muhammad Al Barbahari bersembunyi di tempat saudara wanita Tazun yang berada di arah timur kota di suatu tempat yang bernama Darbul Hammam jalan Darbus Silsilah. Beliau tinggal disana sekitar 1 bulan hingga beliau dijemput oleh ajal di tempat tersebut. Maka berkatalah saudara wanita Tuzun tersebut kepada pembantunya: “Al-Barbahari telah meninggal, carilah siapa kira-kira orang yang bisa memandikannya?!” Tak lama kemudian pembantu tadi datang dengan orang yang akan memandikannya. Kemudian beliau pun dimandikan. Setelah itu pembantu tersebut mengunci seluruh pintu hingga tidak ada seorang pun yang mengetahuinya lantas ia berdiri menshalatkan jenazah Al-Imam Al-Barbahari sendirian. Ketika pemilik rumah tersebut mengintip, dia melihat ruangan tersebut telah dipenuhi oleh laki-laki yang mengenakkan pakaian bewarna putih dan hijau. Tatkala telah salan pembantu tadi tidak melihat seorangpun. Wanita pemilik rumah tersebut lantas memanggilnya seraya mengatakan: “Ya Hijam, kamu telah membinasakanku dan saudaraku!” Maka pembantu tadi menjawab: “Wahai nyonya bukankah nyonya melihat sendiri (apa yang telah aku lakukan)?” “Ya!” jawab si pemilik rumah. Lalu pembantu tadi berkata: “Ini semua kunci-kunci pintunya, semua tertutup.” Maka tuan wanita berkata: “Kuburkan dia di rumahku, apabila aku mati kuburkanlah aku disisinya…!”
Dengan demikian wahai saudara pembaca sekalian usai sudah biografi Imam Al-Barbahari rahimahullah yang tidak lain semua itu menunjukkan tingginya kemuliaan dan kedudukan beliau diantara ahlul ilmi. Untuk menambah wawasan tentang kisah perjalanan beliau rahimahullah silahkan merujuk sumber-sumber yang telah disebutkan oleh Syaikh ArRadadi hafidzahullah ta’ala berikut ini yang semoga bisa membangkitkan semangat untuk meneladani tingkah dan perilaku beliau baik yang berupa ilmu dan amal shalih maupun sikap zuhud terhadap dunia yang diberikan oleh Allah kepadanya serta sikap beliau yang mengedepankan sesuatu yang kekal daripada yang akan lenyap.
Akhirnya kita memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala semoga melimpahkan keluasan karunia dan rahmatNya kepada beliau dan seluruh ulama Muslimin yang masih hidup maupun yang sudah tiada serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan hingga tegaknya Hari Pembalasan.
  1. Thabaqat AlHanabilah, Ibnu Abi Ya’la (2/18-45)
  2. Al-Muntadham, Ibnul Jauzi (14/14-15)
  3. Al-Kamil fit Tarikh, Ibnul Atsir (8/378)
  4. Al-`Ibar fi Khabari man Ghabar, Adz Dzahabi (2/33)
  5. Siyar A’lamin Nubala`, Adz-Dzahabi (15/90-93)
  6. Tarikhul Islam, Adz-Dzahabi (Hawadits wa wafyiat 321-330 H, hal 258-260)
  7. Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir (11/213-214)
  8. Al-Wafiy bil Wafiyat, Ash Shafadi (12/146-147)
  9. Mir’atul Janan, Al Yafi’i (2/286-287)
  10. Syidzaratu Adz Dzahab, Ibnul ‘Imad (2/319-323)
  11. Al-Minhajul Ahmad, Al-‘Alimi (2/26-39)
  12. Al-Maqashidul Arsyad, Ibnu Muflih (1/228-230)
  13. Al-Manaqib Al-Imam Ahmad, Ibnul Jauzi (hal 512-513)
  14. Jam’ul Juyusy wad Dasakir ‘ala Ibni ‘Asakir, Yusuf Ibnu ‘Abdil Hadi (Lam/81 Ba’)
  15. Al-A’lam, Az-Zarkali (2/201)
  16. Mu’jamul Mu’allifiin, Ridha Kahalah (3/253)
  17. Tarikh At-Turats Al-‘Arabi, Sazkin (1/234-235)
Dikutip dari buku Penjelasan Syarhus Sunnah Imam Al Barbahari Meniti Sunnah ditengah badai fitnah karya Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi (buku 1), penerbit Maktabah AlGhuroba` hal 25-33 dengan sedikit perubahan.
(1) Berkata Syaikh ArRadadi: “Lihat dalam penisbahannya “AlAnsab” karya AsSam’ani (1/307) dan “AlLubab” karya Ibnu Atsir (1/133)”

Biografi Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah

Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah (wafat 656 H)

Nama seberanya adalah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’ad bin Huraiz az-Zar’i, kemudian ad-Dimasyqi. Dikenal dengan ibnul Qayyim al-Jauziyyah nisbat kepada sebuah madrasah yang dibentuk oleh Muhyiddin Abu al-Mahasin Yusuf bin Abdil Rahman bin Ali al-Jauzi yang wafat pada tahun 656 H, sebab ayah Ibnul Qayyim adalah tonggak bagi madrasah itu. Ibnul Qayyim dilahirkan di tengah keluarga berilmu dan terhormat pada tanggal 7 Shaffar 691 H. Di kampung Zara’ dari perkampungan Hauran, sebelah tenggara Dimasyq (Damaskus) sejauh 55 mil.
Pertumbuhan Dan Thalabul Ilminya
Ia belajar ilmu faraidl dari bapaknya karena beliau sangat menonjol dalam ilmu itu. Belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al-Baththiy dengan membaca kitab-kitab: (al-Mulakhkhas li Abil Balqa’ kemudian kitab al-Jurjaniyah, kemudian Alfiyah Ibnu Malik, juga sebagian besar Kitab al-kafiyah was Syafiyah dan sebagian at-Tas-hil). Di samping itu belajar dari syaikh Majduddin at-Tunisi satu bagian dari kitab al-Muqarrib li Ibni Ushfur.
Belajar ilmu Ushul dari Syaikh Shafiyuddin al-Hindi, Ilmu Fiqih dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Isma’il bin Muhammad al-Harraniy.
Beliau amat cakap dalam hal ilmu melampaui teman-temannya, masyhur di segenap penjuru dunia dan amat dalam pengetahuannya tentang madzhab-madzhab Salaf.
Pada akhirnya beliau benar-benar bermulazamah secara total (berguru secara intensif) kepada Ibnu Taimiyah sesudah kembalinya Ibnu Taimiyah dari Mesir tahun 712 H hingga wafatnya tahun 728 H.
Pada masa itu, Ibnul Qayyim sedang pada awal masa-masa mudanya. Oleh karenanya beliau sempat betul-betul mereguk sumber mata ilmunya yang luas. Beliau dengarkan pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah yang penuh kematangan dan tepat. Oleh karena itulah Ibnul Qayyim amat mencintainya, sampai-sampai beliau mengambil kebanyakan ijtihad-ijtihadnya dan memberikan pembelaan atasnya. Ibnul Qayyim yang menyebarluaskan ilmu Ibnu Taimiyah dengan cara menyusun karya-karyanya yang bagus dan dapat diterima.
Ibnul Qayyim pernah dipenjara, dihina dan diarak berkeliling bersama Ibnu Taimiyah sambil didera dengan cambuk di atas seekor onta. Setelah Ibnu Taimiyah wafat, Ibnul Qayyim pun dilepaskan dari penjara.
Sebagai hasil dari mulazamahnya (bergurunya secara intensif) kepada Ibnu Taimiyah, beliau dapat mengambil banyak faedah besar, diantaranya yang penting ialah berdakwah mengajak orang supaya kembali kepada kitabullah Ta’ala dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahihah, berpegang kepada keduanya, memahami keduanya sesuai dengan apa yang telah difahami oleh as-Salafus ash-Shalih, membuang apa-apa yang berselisih dengan keduanya, serta memperbaharui segala petunjuk ad-Din yang pernah dipalajarinya secara benar dan membersihkannya dari segenap bid’ah yang diada-adakan oleh kaum Ahlul Bid’ah berupa manhaj-manhaj kotor sebagai cetusan dari hawa-hawa nafsu mereka yang sudah mulai berkembang sejak abad-abad sebelumnya, yakni: Abad kemunduran, abad jumud dan taqlid buta.
Beliau peringatkan kaum muslimin dari adanya khurafat kaum sufi, logika kaum filosof dan zuhud model orang-orang hindu ke dalam fiqrah Islamiyah.
Ibnul Qayyim rahimahullah telah berjuang untuk mencari ilmu serta bermulazamah bersama para Ulama supaya dapat memperoleh ilmu mereka dan supaya bisa menguasai berbagai bidang ilmu Islam.
Penguasaannya terhadap Ilmu Tafsir tiada bandingnya, pemahamannya terhadap Ushuluddin mencapai puncaknya dan pengetahuannya mengenai Hadits, makna hadits, pemahaman serta Istinbath-Istinbath rumitnya, sulit ditemukan tandingannya.
Semuanya itu menunjukkan bahwa beliau rahimahullah amat teguh berpegang pada prinsip, yakni bahwa “Baiknya” perkara kaum Muslimin tidak akan pernah terwujud jika tidak kembali kepada madzhab as-Salafus ash-Shalih yang telah mereguk ushuluddin dan syari’ah dari sumbernya yang jernih yaitu Kitabullah al-‘Aziz serta sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam asy-syarifah.
Oleh karena itu beliau berpegang pada (prinsip) ijtihad serta menjauhi taqlid. Beliau ambil istinbath hukum berdasarkan petunjuk al-Qur’anul Karim, Sunnah Nabawiyah syarifah, fatwa-fatwa shahih para shahabat serta apa-apa yang telah disepakati oleh ahlu ats tsiqah (ulama terpercaya) dan A’immatul Fiqhi (para imam fiqih).
Dengan kemerdekaan fikrah dan gaya bahasa yang logis, beliau tetapkan bahwa setiap apa yang dibawa oleh Syari’ah Islam, pasti sejalan dengan akal dan bertujuan bagi kebaikan serta kebahagiaan manusia di dunia maupun di akhirat.
Beliau rahimahullah benar-benar menyibukkan diri dengan ilmu dan telah benar-benar mahir dalam berbagai disiplin ilmu, namun demikian beliau tetap terus banyak mencari ilmu, siang maupun malam dan terus banyak berdo’a.
Sasarannya
Sesungguhnya Hadaf (sasaran) dari Ulama Faqih ini adalah hadaf yang agung. Beliau telah susun semua buku-bukunya pada abad ke-tujuh Hijriyah, suatu masa dimana kegiatan musuh-musuh Islam dan orang-orang dengki begitu gencarnya. Kegiatan yang telah dimulai sejak abad ketiga Hijriyah ketika jengkal demi jengkal dunia mulai dikuasai Isalam, ketika panji-panji Islam telah berkibar di semua sudut bumi dan ketika berbagai bangsa telah banyak masuk Islam; sebahagiannya karena iman, tetapi sebahagiannya lagi terdiri dari orang-orang dengki yang menyimpan dendam kesumat dan bertujuan menghancurkan (dari dalam pent.) dinul Hanif (agama lurus). Orang-orang semacam ini sengaja melancarkan syubhat (pengkaburan)-nya terhadap hadits-hadits Nabawiyah Syarif dan terhadap ayat-ayat al-Qur’anul Karim.
Mereka banyak membuat penafsiran, ta’wil-ta’wil, tahrif, serta pemutarbalikan makna dengan maksud menyebarluaskan kekaburan, bid’ah dan khurafat di tengah kaum Mu’minin.
Maka adalah satu keharusan bagi para A’immatul Fiqhi serta para ulama yang memiliki semangat pembelaan terhadap ad-Din, untuk bertekad memerangi musuh-musuh Islam beserta gang-nya dari kalangan kaum pendengki, dengan cara meluruskan penafsiran secara shahih terhadap ketentuan-ketentuan hukum syari’ah, dengan berpegang kepada Kitabullah wa sunnatur Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk pengamalan dari Firman Allah Ta’ala: “Dan Kami turunkan Al Qur’an kepadamu, agar kamu menerangkan kepada Umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (an-Nahl:44).
Juga firman Allah Ta’ala, “Dan apa-apa yang dibawa Ar Rasul kepadamu maka ambillah ia, dan apa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (al-Hasyr:7).
Murid-Muridnya
Ibnul Qayyim benar-benar telah menyediakan dirinya untuk mengajar, memberi fatwa, berdakwah dan melayani dialog. Karena itulah banyak manusia-manusia pilihan dari kalangan para pemerhati yang menempatkan ilmu sebagai puncak perhatiannya, telah benar-benar menjadi murid beliau. Mereka itu adalah para Ulama terbaik yang telah terbukti keutamaannya, di antaranya ialah: anak beliau sendiri bernama Syarafuddin Abdullah, anaknya yang lain bernama Ibrahim, kemudian Ibnu Katsir ad-Dimasyqiy penyusun kitab al-Bidayah wan Nihayah, al-Imam al-Hafizh Abdurrahman bin Rajab al-Hambali al-Baghdadi penyusun kitab Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Abdil Hadi al-Maqdisi, Syamsuddin Muhammad bin Abdil Qadir an-Nablisiy, Ibnu Abdirrahman an-Nablisiy, Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz adz-Dzhahabi at-Turkumaniy asy-Syafi’i, Ali bin Abdil Kafi bin Ali bin Taman As Subky, Taqiyussssddin Abu ath-Thahir al-Fairuz asy-Syafi’i dan lain-lain.
Aqidah Dan Manhajnya
Adalah Aqidah Ibnul Qayyim begitu jernih, tanpa ternodai oleh sedikit kotoran apapun, itulah sebabnya, ketika beliau hendak membuktikan kebenaran wujudnya Allah Ta’ala, beliau ikuti manhaj al-Qur’anul Karim sebagai manhaj fitrah, manhaj perasaan yang salim dan sebagai cara pandang yang benar. Beliau –rahimahullah- sama sekali tidak mau mempergunakan teori-teori kaum filosof.
Ibnul Qayiim rahimahullah mengatakan, “Perhatikanlah keadaan alam seluruhnya –baik alam bawah maupun- alam atas dengan segala bagian-bagaiannya, niscaya anda akan temui semua itu memberikan kesaksian tentang adanya Sang Pembuat, Sang Pencipta dan Sang Pemiliknya. Mengingkari adanya Pencipta yang telah diakui oleh akal dan fitrah berarti mengingkari ilmu, tiada beda antara keduanya. Bahwa telah dimaklumi; adanya Rabb Ta’ala lebih gamblang bagi akal dan fitrah dibandingkan dengan adanya siang hari. Maka barangsiapa yang akal serta fitrahnya tidak mampu melihat hal demikian, berarti akal dan fitrahnya perlu dipertanyakan.”
Hadirnya Imam Ibnul Qayyim benar-benar tepat ketika zaman sedang dilanda krisis internal berupa kegoncangan dan kekacauan (pemikiran Umat Islam–Pent.) di samping adanya kekacauan dari luar yang mengancam hancurnya Daulah Islamiyah. Maka wajarlah jika anda lihat Ibnul Qayyim waktu itu memerintahkan untuk membuang perpecahan sejauh-jauhnya dan menyerukan agar umat berpegang kepada Kitabullah Ta’ala serta Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Manhaj serta hadaf Ibnul Qayyim rahimahullah ialah kembali kepada sumber-sumber dinul Islam yang suci dan murni, tidak terkotori oleh ra’yu-ra’yu (pendapat-pendapat) Ahlul Ahwa’ wal bida’ (Ahli Bid’ah) serta helah-helah (tipu daya) orang-orang yang suka mempermainkan agama.
Oleh sebab itulah beliau rahimahullah mengajak kembali kepada madzhab salaf; orang-orang yang telah mengaji langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah sesungguhnya yang dikatakan sebagai ulama waratsatun nabi (pewaris nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam pada itu, tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewariskan dinar atau dirham, tetapi beliau mewariskan ilmu. Berkenaan dengan inilah, Sa’id meriwayatkan dari Qatadah tentang firman Allah Ta’ala,
“Dan orang-orang yang diberi ilmu (itu) melihat bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb mu itulah yang haq.” (Saba’:6).
Qotadah mengatakan, “Mereka (orang-orang yang diberi ilmu) itu ialah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Di samping itu, Ibnul Qayyim juga mengumandangkan bathilnya madzhab taqlid.
Kendatipun beliau adalah pengikut madzhab Hanbali, namun beliau sering keluar dari pendapatnya kaum Hanabilah, dengan mencetuskan pendapat baru setelah melakukan kajian tentang perbandingan madzhab-madzhab yang masyhur.
Mengenai pernyataan beberapa orang bahwa Ibnul Qayyim telah dikuasai taqlid terhadap imam madzhab yang empat, maka kita memberi jawaban sebagai berikut, Sesungguhnya Ibnul Qayyim rahimahullah amat terlalu jauh dari sikap taqlid. Betapa sering beliau menyelisihi madzhab Hanabilah dalam banyak hal, sebaliknya betapa sering beliau bersepakat dengan berbagai pendapat dari madzhab-madzhab yang bermacam-macam dalam berbagai persoalan lainnya.
Memang, prinsip beliau adalah ijtihad dan membuang sikap taqlid. Beliau rahimahullah senantiasa berjalan bersama al-Haq di mana pun berada, ittijah (cara pandang)-nya dalam hal tasyari’ adalah al-Qur’an, sunnah serta amalan-amalan para sahabat, dibarengi dengan ketetapannya dalam berpendapat manakala melakukan suatu penelitian dan manakala sedang berargumentasi.
Di antara da’wahnya yang paling menonjol adalah da’wah menuju keterbukaan berfikir. Sedangkan manhajnya dalam masalah fiqih ialah mengangkat kedudukan nash-nash yang memberi petunjuk atas adanya sesuatu peristiwa, namun peristiwa itu sendiri sebelumnya belum pernah terjadi.
Adapun cara pengambilan istinbath hukum, beliau berpegang kepada al-Kitab, as-Sunnah, Ijma’ Fatwa-fatwa shahabat, Qiyas, Istish-habul Ashli (menyandarkan persoalan cabang pada yang asli), al-Mashalih al-Mursalah, Saddu adz-Dzari’ah (tindak preventif) dan al-‘Urf (kebiasaan yang telah diakui baik).
Ujian Yang Dihadapi
Adalah wajar jika orang ‘Alim ini, seorang yang berada di luar garis taqlid turun temurun dan menjadi penentang segenap bid’ah yang telah mengakar, mengalami tantangan seperti banyak dihadapi oleh orang-orang semisalnya, menghadapi suara-suara sumbang terhadap pendapat-pendapat barunya.
Orang-orang pun terbagi menjadi dua kubu: Kubu yang fanatik kepadanya dan kubu lainnya kontra. Oleh karena itu, beliau rahimahullah menghadapi berbagai jenis siksaan. Beliau seringkali mengalami gangguan. Pernah dipenjara bersama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah secara terpisah-pisah di penjara al-Qal’ah dan baru dibebaskan setelah Ibnu Taimiyah wafat.
Hal itu disebabkan karena beliau menentang adanya anjuran agar orang pergi berziarah ke kuburan para wali. Akibatnya beliau disekap, dihinakan dan diarak berkeliling di atas seekor onta sambil didera dengan cambuk.
Pada saat di penjara, beliau menyibukkan diri dengan membaca al-Qur’an, tadabbur dan tafakkur. Sebagai hasilnya, Allah membukakan banyak kebaikan dan ilmu pengetahuan baginya. Di samping ujian di atas, ada pula tantangan yang dihadapi dari para qadhi karena beliau berfatwa tentang bolehnya perlombaan pacuan kuda asalkan tanpa taruhan. Sungguhpun demikian Ibnul Qayyim rahimahullah tetap konsisten (teguh) menghadapi semua tantangan itu dan akhirnya menang. Hal demikian disebabkan karena kekuatan iman, tekad serta kesabaran beliau. Semoga Allah melimpahkan pahala atasnya, mengampuninya dan mengampuni kedua orang tuanya serta segenap kaum muslimin.
Pujian Ulama Terhadapnya
Sungguh Ibnul Qayyim rahimahullah teramat mendapatkan kasih sayang dari guru-guru maupun muridnya. Beliau adalah orang yang teramat dekat dengan hati manusia, amat dikenal, sangat cinta pada kebaikan dan senang pada nasehat. Siapa pun yang mengenalnya tentu ia akan mengenangnya sepanjang masa dan akan menyatakan kata-kata pujian bagi beliau. Para Ulama pun telah memberikan kesaksian akan keilmuan, kewara’an, ketinggian martabat serta keluasan wawasannya.
Ibnu Hajar pernah berkata mengenai pribadi beliau, “Dia adalah seorang yang berjiwa pemberani, luas pengetahuannya, faham akan perbedaan pendapat dan madzhab-madzhab salaf.”
Di sisi lain, Ibnu Katsir mengatakan, “Beliau seorang yang bacaan Al-Qur’an serta akhlaqnya bagus, banyak kasih sayangnya, tidak iri, dengki, menyakiti atau mencaci seseorang. Cara shalatnya panjang sekali, beliau panjangkan ruku’ serta sujudnya hingga banyak di antara para sahabatnya yang terkadang mencelanya, namun beliau rahimahullah tetap tidak bergeming.”
Ibnu Katsir berkata lagi, “Beliau rahimahullah lebih didominasi oleh kebaikan dan akhlaq shalihah. Jika telah usai shalat Shubuh, beliau masih akan tetap duduk di tempatnya untuk dzikrullah hingga sinar matahari pagi makin meninggi. Beliau pernah mengatakan, ‘Inilah acara rutin pagi buatku, jika aku tidak mengerjakannya nicaya kekuatanku akan runtuh.’ Beliau juga pernah mengatakan, ‘Dengan kesabaran dan perasaan tanpa beban, maka akan didapat kedudukan imamah dalam hal din (agama).’”
Ibnu Rajab pernah menukil dari adz-Dzahabi dalam kitabnya al-Mukhtashar, bahwa adz-Dzahabi mengatakan, “Beliau mendalami masalah hadits dan matan-matannya serta melakukan penelitian terhadap rijalul hadits (para perawi hadits). Beliau juga sibuk mendalami masalah fiqih dengan ketetapan-ketetapannya yang baik, mendalami nahwu dan masalah-masalah Ushul.”
Tsaqafahnya
Ibnul Qayyim rahimahullah merupakan seorang peneliti ulung yang ‘Alim dan bersungguh-sungguh. Beliau mengambil semua ilmu dan mengunyah segala tsaqafah yang sedang jaya-jayanya pada masa itu di negeri Syam dan Mesir.
Beliau telah menyusun kitab-kitab fiqih, kitab-kitab ushul, serta kitab-kitab sirah dan tarikh. Jumlah tulisan-tulisannya tiada terhitung banyaknya, dan diatas semua itu, keseluruhan kitab-kitabnya memiliki bobot ilmiah yang tinggi. Oleh karenanyalah Ibnul Qayyim pantas disebut kamus segala pengetahuan ilmiah yang agung.
Karya-Karyanya
Beliau rahimahullah memang benar-benar merupakan kamus berjalan, terkenal sebagai orang yang mempunyai prinsip dan beliau ingin agar prinsipnya itu dapat tersebarluaskan. Beliau bekerja keras demi pembelaannya terhadap Islam dan kaum muslimin. Buku-buku karangannya banyak sekali, baik yang berukuran besar maupun berukuran kecil. Beliau telah menulis banyak hal dengan tulisan tangannya yang indah. Beliau mampu menguasai kitab-kitab salaf maupun khalaf, sementara orang lain hanya mampun menguasai sepersepuluhnya. Beliau teramat senang mengumpulkan berbagai kitab. Oleh sebab itu Imam ibnul Qayyim terhitung sebagai orang yang telah mewariskan banyak kitab-kitab berbobot dalam pelbagai cabang ilmu bagi perpustakaan-perpustakaan Islam dengan gaya bahasanya yang khas; ilmiah lagi meyakinkan dan sekaligus mengandung kedalaman pemikirannya dilengkapi dengan gaya bahasa nan menarik.
Beberapa Karyanya
1. Tahdzib Sunan Abi Daud,
2. I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin,
3. Ighatsatul Lahfan fi Hukmi Thalaqil Ghadlban,
4. Ighatsatul Lahfan fi Masha`id asy-Syaithan,
5. Bada I’ul Fawa’id,
6. Amtsalul Qur’an,
7. Buthlanul Kimiya’ min Arba’ina wajhan,
8. Bayan ad-Dalil ’ala istighna’il Musabaqah ‘an at-Tahlil,
9. At-Tibyan fi Aqsamil Qur’an,
10. At-Tahrir fi maa yahillu wa yahrum minal haris,
11. Safrul Hijratain wa babus Sa’adatain,
12. Madarijus Salikin baina manazil Iyyaka na’budu wa Iyyaka nasta’in,
13. Aqdu Muhkamil Ahya’ baina al-Kalimit Thayyib wal Amais Shalih al-Marfu’ ila Rabbis Sama’
14. Syarhu Asma’il Kitabil Aziz,
15. Zaadul Ma’ad fi Hadyi Kairul Ibad,
16. Zaadul Musafirin ila Manazil as-Su’ada’ fi Hadyi Khatamil Anbiya’
17. Jala’ul Afham fi dzkris shalati ‘ala khairil Am,.
18. Ash-Shawa’iqul Mursalah ‘Alal Jahmiyah wal Mu’aththilah,
19. Asy-Syafiyatul Kafiyah fil Intishar lil firqatin Najiyah,
20. Naqdul Manqul wal Muhakkil Mumayyiz bainal Mardud wal Maqbul,
21. Hadi al-Arwah ila biladil Arrah,
22. Nuz-hatul Musytaqin wa raudlatul Muhibbin,
23. al-Jawabul Kafi Li man sa`ala ’anid Dawa`is Syafi,
24. Tuhfatul Wadud bi Ahkamil Maulud,
25. Miftah daris Sa’adah,
26. Ijtima’ul Juyusy al-Islamiyah ‘ala Ghazwi Jahmiyyah wal Mu’aththilah,
27. Raf’ul Yadain fish Shalah,
28. Nikahul Muharram,
29. Kitab tafdlil Makkah ‘Ala al-Madinah,
30. Fadl-lul Ilmi,
31. ‘Uddatus Shabirin wa Dzakhiratus Syakirin,
32. al-Kaba’ir,
33. Hukmu Tarikis Shalah,
34. Al-Kalimut Thayyib,
35. Al-Fathul Muqaddas,
36. At-Tuhfatul Makkiyyah,
37. Syarhul Asma il Husna,
38. Al-Masa`il ath-Tharablusiyyah,
39. Ash-Shirath al-Mustaqim fi Ahkami Ahlil Jahim,
40. Al-Farqu bainal Khullah wal Mahabbah wa Munadhorotul Khalil li qaumihi,
41. Ath-Thuruqul Hikamiyyah, dan masih banyak lagi kitab-kitab serta karya-karya besar beliau yang digemari oleh berbagai pihak.

Wafatnya
Ibnul-Qoyyim meninggal dunia pada waktu isya’ tanggal 13 Rajab 751 H. Ia dishalatkan di Mesjid Jami’ Al-Umawi dan setelah itu di Masjid Jami’ Jarrah; kemudian dikuburkan di Pekuburan Babush Shagir.
Sumber:
1. Al-Bidayah wan Nihayah libni Katsir,
2. Muqaddimah Zaadil Ma’ad fi Hadyi Khairil Ibad, Tahqiq: Syu’ab wa Abdul Qadir al-Arna`uth,
3. Muqaddimah I’lamil Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘alamin; Thaha Abdur Ra’uf Sa’d,
4. Al-Badrut Thali’ Bi Mahasini ma Ba’dal Qarnis Sabi’ karya Imam asy-Syaukani,
5. Syadzaratudz dzahab karya Ibn Imad,
6. Ad-Durar al-Kaminah karya Ibn Hajar al-‘Asqalani,
7. Dzail Thabaqat al-Hanabilah karya Ibn Rajab Al Hanbali,
8. Al Wafi bil Wafiyat li Ash Shafadi,
9. Bughyatul Wu’at karya Suyuthi,
10. Jala’ul ‘Ainain fi Muhakamah al-Ahmadin karya al-Alusi,

Ulama Ahlul Hadits

Imam An-Nawawi (631-676H)

Nama dan Nasabnya
Beliau adalah Al Imam Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Murri bin Hasan bin Hussain bin Jumu’ah bin Hizam Al Hizamy An Nawawi Asy Syafi’i.

Kelahirannya

Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 631 H di Nawa daerah Hauran termasuk wilayah Damaskus Syiria.

Sifat – sifatnya

Beliau adalah tauladan dalam kezuhudan, wara’, dan memerintah pada yang ma’ruf dan melarang pada yang mungkar.

Pertumbuhannya

Ayahandanya mendidik, mengajarnya, dan menumbuhkan kecintaan kepada ilmu sejak usia dini. Beliau mengkhatamkan Al Qur’an sebelum baligh. Ketika Nawa tempat kelahirannya tidak mencukupi kebutuhannya akan ilmu, maka ayahandanya membawanya ke Damaskus untuk menuntut ilmu, waktu itu beliau berusia 19 tahun. Dalam waktu empat setengah bulan beliau hafal Tanbih oleh Syairazi, dan dalam waktu kurang dari setahun hafal Rubu’ Ibadat dari kitab muhadzdzab.
Setiap hari beliau menelaah 12 pelajaran, yaitu dua pelajaran dalam Al Wasith, satu pelajaran dalam Muhadzdzab, satu pelajaran dalam Jamu’ baina shahihain, satu pelajaran dalam Shahih Muslim, satu pelajaran dalam Luma’ oleh Ibnu Jinny, satu pelajaran dalam Ishlahul Manthiq, satu pelajaran dalam tashrif, satu pelajaran dalam Ushul Fiqh, satu pelajaran dalam Asma’ Rijal, dan satu pelajaran dalam Ushuluddin.

Guru – guru

Di antara guru – gurunya dalam ilmu fiqh dan ushulnya adalah Ishaq bin Ahmad bin Utsman Al Maghriby, Abdurrahman bin Nuh bin Muhammad Al Maqdisy, Sallar bin Hasan Al Irbily, Umar bin Indar At Taflisy, Abdurrahman bin Ibrahim Al Fazary.
Adapun guru – gurunya dalam bidang hadits adalah Abdurrahman bin Salim Al Anbary, Abdul Aziz bin Muhammad Al Anshory, Khalid bin Yusuf An Nabilisy, Ibrahim bin Isa Al Murady, Ismail bin Ishaq At Tanukhy, dan Abdurrahman bin Umar Al Maqdisy.
Adapun guru – gurunya dalam bidang Nahwu dan Lughah adalah Ahmad bin Salim Al Mishry dan Izzuddin Al Maliky.

Murid – muridnya

Di antara murid muridnya adalah Sulaiman bin Hilal Al Ja’fary, Ahmad bin Farrah Al Isybily, Muhammad bin Ibrahim bin Jama’ah, Ali bin Ibrahim Ibnul Aththar, Syamsuddin bin Naqib, Syamsuddin bin Ja’wan dan yang lainnya.

Pujian para ulama kepadanya

Ibnul Aththar berkata,
“Guru kami An Nawawi disamping selalu bermujahadah, wara’, muraqabah, dan mensucikan jiwanya, beliau adalah seorang yang hafidz terhadap hadits, bidang – bidangnya, rijalnya, dan ma’rifat shahih dan dha’ifnya, beliau juga seorang imam dalam madzhab fiqh.”
Quthbuddin Al Yuniny berkata,
“Beliau adalah teladan zamannya dalam ilmu, wara’, ibadah, dan zuhud.”
Syamsuddin bin Fakhruddin Al Hanbaly,
“Beliau adalah seorang imam yang menonjol, hafidz yang mutqin, sangat wara’ dan zuhud.”

Aqidahnya

Al Imam An Nawawi terpengaruh dengan pikiran Asy ‘ariyyah sebagaimana nampak dalam Syarh Shahih Muslim dalam mentakwil hadits – hadits tentang sifat – sifat Allah. Hal ini memiliki sebab – sebab yang banyak di antaranya ;
  1. Terpengaruh dengan pensyarah Shahih Muslim yang sebelumnya seperti Qadhi Iyadh, Maziry, dan yang lainnya, karena beliau banyak menukil dari mereka ketika mensyarah Shahih Muslim.
  2. Beliau belum sempat secara penuh mengoreksi dan mentahqiq tulisan – tulisannya, tetapi beliau tidak mengikuti semua pemikiran Asy’ariyyah bahkan menyelisihi mereka dalam banyak masalah.
  3. Beliau tidak banyak mendalami masalah Asma’ wa Sifat, sehingga banyak terpengaruh dengan pemikiran Aay’ariyyah yang berkembang pesat di zamannya.

Di antara keadaan – keadaannya

Ibnul Aththar berkata,
“Guru kami An Nawawi menceritakan kepadaku bahwa beliau tidak pernah sama sekali menyia – nyiakan waktu , tidak di waktu malam atau di waktu siang bahkan sampai di jalan beliau terus dalam menelaah dan manghafal.”
Rasyid bin Mu’aliim berkata,
“Syaikh Muhyiddin An Nawawi sangat jarang masuk kamar kecil, sangat sedikit makan dan minumya, sangat takut mendapat penyakit yang menghalangi kesibukannya, sangat menghindari buah – buahan dan mentimun karena takut membasahkan jasadnya dan membawa tidur, beliau sehari semalam makan sekali dan minum seteguk air di waktu sahur.”

Kitab-kitabnya

Di antara tulisan – tulisannya dalam bidang hadits adalah Syarah Shahih Muslim, Al Adzkar, Arba’in, Syarah Shahih Bukhary, Syarah Sunan Abu Dawud, dan Riyadhus Shalihin.
Diantara tulisan – tulisannya dalam bidang ilmu Al Qur’an adalah At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an.

Wafat

Al Imam An Nawawi wafat di Nawa pada 24 Rajab tahun 676 H dalam usia 45 tahun dan dikuburkan di Nawa. semoga Allah meridhoinya dan menempatkannya dalam keluasan jannahNya.
Sumber: Tadzkiratul Huffadzoleh Adz Dzahaby 4 / 1470 – 1473 dan Bidayah wan Nihayah oleh Ibnu Katsir 13/230 – 231.

Biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani

Abdul Qadir Al Jailani (471-561 H)

Biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani termuat dalam kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali. Tetapi, buku ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Beliau adalah seorang ulama besar sehingga suatu kewajaran jika sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjungnya dan mencintainya. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau berada di atas Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka hal ini merupakan suatu kekeliruan. Karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah rasul yang paling mulia di antara para nabi dan rasul yang derajatnya tidak akan pernah bisa dilampaui di sisi Allah oleh manusia siapapun.
Ada juga sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah (perantara) dalam do’a mereka. Berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaraannya. Ini juga merupakan kesesatan.
Menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai perantara tidak ada syari’atnya dan ini sangat diharamkan. Apalagi kalau ada yang berdo’a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do’a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak boleh diberikan kepada selain Allah. Allah melarang makhluknya berdo’a kepada selainNya. Allah berfirman, yang artinya:
Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al Jin:18)
Kelahirannya
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang ‘alim di Baghdad yang lahir pada tahun 490/471 H di kota Jailan atau disebut juga Kailan. Sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliy.
Pendidikannya
Pada usia yang masih muda beliau telah merantau ke Baghdad dan meninggalkan tanah kelahirannya. Di sana beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthath, Abul Husein Al Farra’ dan juga Abu Sa’ad Al Mukharrimi sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.
Pemahamannya
Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau. Beliau adalah seorang alim yang beraqidah ahlus sunnah mengikuti jalan Para Pendahulu Islam Yang Sholeh. Dikenal banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak pula orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, “thariqah” yang berbeda dengan jalan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya dan lainnya.
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, “Dia (Allah) di arah atas, berada di atas ‘ArsyNya, meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu. “Kemudian beliau menyebutkan ayat-ayat dan hadits-hadits, lalu berkata, “Sepantasnya menetapkan sifat istiwa’ (Allah berada di atas ‘ArsyNya) tanpa takwil (menyimpangkan kepada makna lain, -seperti Allah dihati atau dimana-mana, ini adalah keyakinan batil-). Dan hal itu merupakan istiwa’ dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas ‘Arsy.
Dakwahnya
Suatu ketika Abu Sa’ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil di sebuah daerah yang bernama Babul Azaj dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada Syaikh Abdul Qadir. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memeberikan nasehat kepada orang-orang yang ada di sana, sampai beliau meninggal dunia di daerah tersebut.
Banyak sudah orang yang bertaubat demi mendengar nasihat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau. Sehingga sekolah ini tidak kuat menampungnya. Maka diadakan perluasan.
Imam Adz Dzahabi dalam menyebutkan biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, menukilkan perkataan Syaikh sebagai berikut, “Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”
Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Ibnu Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.
Wafatnya
Beliau Wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.
Pendapat Para Ulama tentang Beliau
Ketika ditanya tentang Syaikh Abdul Qadir Al jailani, Ibnu Qudamah menjawab, “Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian kepada kami. Kadang beliau mengutus putra beliau Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Terkadang beliau juga mengirimkan makanan buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu.”
Ibnu Rajab di antaranya mengatakan, “Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para syaikh, baik ulama dan para ahli zuhud. Beliau memiliki banyak keutamaan dan karamah. Tetapi ada seorang yang bernama Al Muqri’ Abul Hasan Asy Syathnufi Al Mishri (orang Mesir) mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam tiga jilid kitab. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya). Cukuplah seorang itu dikatakan berdusta, jika dia menceritakan segala yang dia dengar. Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tenteram untuk meriwayatkan apa yang ada di dalamnya, kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari kitab selain ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh (dari agama dan akal), kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak terbatas. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. Kemudian aku dapatkan bahwa Al Kamal Ja’far al Adfawi telah menyebutkan bahwa Asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.”
Ibnu Rajab juga berkata, “Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki pendapat yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara yang banyak berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang pada sunnah. “
Imam Adz Dzahabi mengatakan, “intinya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang-orang beriman). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”
Imam Adz Dzahabi juga berkata, “Tidak ada seorangpun para ulama besar yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi.”