Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah (wafat 656 H)
Nama
seberanya adalah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub
bin Sa’ad bin Huraiz az-Zar’i, kemudian ad-Dimasyqi. Dikenal dengan
ibnul Qayyim al-Jauziyyah nisbat kepada sebuah madrasah yang dibentuk
oleh Muhyiddin Abu al-Mahasin Yusuf bin Abdil Rahman bin Ali al-Jauzi
yang wafat pada tahun 656 H, sebab ayah Ibnul Qayyim adalah tonggak bagi
madrasah itu. Ibnul Qayyim dilahirkan di tengah keluarga berilmu dan
terhormat pada tanggal 7 Shaffar 691 H. Di kampung Zara’ dari
perkampungan Hauran, sebelah tenggara Dimasyq (Damaskus) sejauh 55 mil.
Pertumbuhan Dan Thalabul Ilminya
Ia belajar
ilmu faraidl dari bapaknya karena beliau sangat menonjol dalam ilmu itu.
Belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al-Baththiy dengan membaca
kitab-kitab: (al-Mulakhkhas li Abil Balqa’ kemudian kitab al-Jurjaniyah,
kemudian Alfiyah Ibnu Malik, juga sebagian besar Kitab al-kafiyah was
Syafiyah dan sebagian at-Tas-hil). Di samping itu belajar dari syaikh
Majduddin at-Tunisi satu bagian dari kitab al-Muqarrib li Ibni Ushfur.
Belajar
ilmu Ushul dari Syaikh Shafiyuddin al-Hindi, Ilmu Fiqih dari Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Isma’il bin Muhammad al-Harraniy.
Beliau amat
cakap dalam hal ilmu melampaui teman-temannya, masyhur di segenap
penjuru dunia dan amat dalam pengetahuannya tentang madzhab-madzhab
Salaf.
Pada
akhirnya beliau benar-benar bermulazamah secara total (berguru secara
intensif) kepada Ibnu Taimiyah sesudah kembalinya Ibnu Taimiyah dari
Mesir tahun 712 H hingga wafatnya tahun 728 H.
Pada masa itu, Ibnul Qayyim sedang pada awal masa-masa mudanya. Oleh karenanya beliau sempat betul-betul mereguk sumber mata ilmunya yang luas. Beliau dengarkan pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah yang penuh kematangan dan tepat. Oleh karena itulah Ibnul Qayyim amat mencintainya, sampai-sampai beliau mengambil kebanyakan ijtihad-ijtihadnya dan memberikan pembelaan atasnya. Ibnul Qayyim yang menyebarluaskan ilmu Ibnu Taimiyah dengan cara menyusun karya-karyanya yang bagus dan dapat diterima.
Pada masa itu, Ibnul Qayyim sedang pada awal masa-masa mudanya. Oleh karenanya beliau sempat betul-betul mereguk sumber mata ilmunya yang luas. Beliau dengarkan pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah yang penuh kematangan dan tepat. Oleh karena itulah Ibnul Qayyim amat mencintainya, sampai-sampai beliau mengambil kebanyakan ijtihad-ijtihadnya dan memberikan pembelaan atasnya. Ibnul Qayyim yang menyebarluaskan ilmu Ibnu Taimiyah dengan cara menyusun karya-karyanya yang bagus dan dapat diterima.
Ibnul
Qayyim pernah dipenjara, dihina dan diarak berkeliling bersama Ibnu
Taimiyah sambil didera dengan cambuk di atas seekor onta. Setelah Ibnu
Taimiyah wafat, Ibnul Qayyim pun dilepaskan dari penjara.
Sebagai
hasil dari mulazamahnya (bergurunya secara intensif) kepada Ibnu
Taimiyah, beliau dapat mengambil banyak faedah besar, diantaranya yang
penting ialah berdakwah mengajak orang supaya kembali kepada kitabullah
Ta’ala dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
shahihah, berpegang kepada keduanya, memahami keduanya sesuai dengan
apa yang telah difahami oleh as-Salafus ash-Shalih, membuang apa-apa
yang berselisih dengan keduanya, serta memperbaharui segala petunjuk
ad-Din yang pernah dipalajarinya secara benar dan membersihkannya dari
segenap bid’ah yang diada-adakan oleh kaum Ahlul Bid’ah berupa
manhaj-manhaj kotor sebagai cetusan dari hawa-hawa nafsu mereka yang
sudah mulai berkembang sejak abad-abad sebelumnya, yakni: Abad
kemunduran, abad jumud dan taqlid buta.
Beliau
peringatkan kaum muslimin dari adanya khurafat kaum sufi, logika kaum
filosof dan zuhud model orang-orang hindu ke dalam fiqrah Islamiyah.
Ibnul
Qayyim rahimahullah telah berjuang untuk mencari ilmu serta bermulazamah
bersama para Ulama supaya dapat memperoleh ilmu mereka dan supaya bisa
menguasai berbagai bidang ilmu Islam.
Penguasaannya
terhadap Ilmu Tafsir tiada bandingnya, pemahamannya terhadap Ushuluddin
mencapai puncaknya dan pengetahuannya mengenai Hadits, makna hadits,
pemahaman serta Istinbath-Istinbath rumitnya, sulit ditemukan
tandingannya.
Semuanya itu menunjukkan bahwa beliau rahimahullah
amat teguh berpegang pada prinsip, yakni bahwa “Baiknya” perkara kaum
Muslimin tidak akan pernah terwujud jika tidak kembali kepada madzhab
as-Salafus ash-Shalih yang telah mereguk ushuluddin dan syari’ah dari
sumbernya yang jernih yaitu Kitabullah al-‘Aziz serta sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam asy-syarifah.
Oleh karena
itu beliau berpegang pada (prinsip) ijtihad serta menjauhi taqlid.
Beliau ambil istinbath hukum berdasarkan petunjuk al-Qur’anul Karim,
Sunnah Nabawiyah syarifah, fatwa-fatwa shahih para shahabat serta
apa-apa yang telah disepakati oleh ahlu ats tsiqah (ulama terpercaya)
dan A’immatul Fiqhi (para imam fiqih).
Dengan
kemerdekaan fikrah dan gaya bahasa yang logis, beliau tetapkan bahwa
setiap apa yang dibawa oleh Syari’ah Islam, pasti sejalan dengan akal
dan bertujuan bagi kebaikan serta kebahagiaan manusia di dunia maupun di
akhirat.
Beliau
rahimahullah benar-benar menyibukkan diri dengan ilmu dan telah
benar-benar mahir dalam berbagai disiplin ilmu, namun demikian beliau
tetap terus banyak mencari ilmu, siang maupun malam dan terus banyak
berdo’a.
Sasarannya
Sesungguhnya Hadaf
(sasaran) dari Ulama Faqih ini adalah hadaf yang agung. Beliau telah
susun semua buku-bukunya pada abad ke-tujuh Hijriyah, suatu masa dimana
kegiatan musuh-musuh Islam dan orang-orang dengki begitu gencarnya.
Kegiatan yang telah dimulai sejak abad ketiga Hijriyah ketika jengkal
demi jengkal dunia mulai dikuasai Isalam, ketika panji-panji Islam telah
berkibar di semua sudut bumi dan ketika berbagai bangsa telah banyak
masuk Islam; sebahagiannya karena iman, tetapi sebahagiannya lagi
terdiri dari orang-orang dengki yang menyimpan dendam kesumat dan
bertujuan menghancurkan (dari dalam pent.) dinul Hanif (agama lurus).
Orang-orang semacam ini sengaja melancarkan syubhat (pengkaburan)-nya
terhadap hadits-hadits Nabawiyah Syarif dan terhadap ayat-ayat
al-Qur’anul Karim.
Mereka
banyak membuat penafsiran, ta’wil-ta’wil, tahrif, serta pemutarbalikan
makna dengan maksud menyebarluaskan kekaburan, bid’ah dan khurafat di
tengah kaum Mu’minin.
Maka adalah
satu keharusan bagi para A’immatul Fiqhi serta para ulama yang memiliki
semangat pembelaan terhadap ad-Din, untuk bertekad memerangi
musuh-musuh Islam beserta gang-nya dari kalangan kaum pendengki, dengan
cara meluruskan penafsiran secara shahih terhadap ketentuan-ketentuan
hukum syari’ah, dengan berpegang kepada Kitabullah wa sunnatur Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk pengamalan dari Firman
Allah Ta’ala: “Dan Kami turunkan Al Qur’an kepadamu, agar kamu menerangkan kepada Umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (an-Nahl:44).
Juga firman Allah Ta’ala, “Dan apa-apa yang dibawa Ar Rasul kepadamu maka ambillah ia, dan apa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (al-Hasyr:7).
Murid-Muridnya
Ibnul
Qayyim benar-benar telah menyediakan dirinya untuk mengajar, memberi
fatwa, berdakwah dan melayani dialog. Karena itulah banyak
manusia-manusia pilihan dari kalangan para pemerhati yang menempatkan
ilmu sebagai puncak perhatiannya, telah benar-benar menjadi murid
beliau. Mereka itu adalah para Ulama terbaik yang telah terbukti
keutamaannya, di antaranya ialah: anak beliau sendiri bernama
Syarafuddin Abdullah, anaknya yang lain bernama Ibrahim, kemudian Ibnu
Katsir ad-Dimasyqiy penyusun kitab al-Bidayah wan Nihayah, al-Imam
al-Hafizh Abdurrahman bin Rajab al-Hambali al-Baghdadi penyusun kitab
Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Abdil Hadi al-Maqdisi, Syamsuddin Muhammad
bin Abdil Qadir an-Nablisiy, Ibnu Abdirrahman an-Nablisiy, Muhammad bin
Ahmad bin Utsman bin Qaimaz adz-Dzhahabi at-Turkumaniy asy-Syafi’i, Ali
bin Abdil Kafi bin Ali bin Taman As Subky, Taqiyussssddin Abu ath-Thahir
al-Fairuz asy-Syafi’i dan lain-lain.
Aqidah Dan Manhajnya
Adalah
Aqidah Ibnul Qayyim begitu jernih, tanpa ternodai oleh sedikit kotoran
apapun, itulah sebabnya, ketika beliau hendak membuktikan kebenaran
wujudnya Allah Ta’ala, beliau ikuti manhaj al-Qur’anul Karim sebagai
manhaj fitrah, manhaj perasaan yang salim dan sebagai cara pandang yang
benar. Beliau –rahimahullah- sama sekali tidak mau mempergunakan
teori-teori kaum filosof.
Ibnul
Qayiim rahimahullah mengatakan, “Perhatikanlah keadaan alam seluruhnya
–baik alam bawah maupun- alam atas dengan segala bagian-bagaiannya,
niscaya anda akan temui semua itu memberikan kesaksian tentang adanya
Sang Pembuat, Sang Pencipta dan Sang Pemiliknya. Mengingkari adanya
Pencipta yang telah diakui oleh akal dan fitrah berarti mengingkari
ilmu, tiada beda antara keduanya. Bahwa telah dimaklumi; adanya Rabb
Ta’ala lebih gamblang bagi akal dan fitrah dibandingkan dengan adanya
siang hari. Maka barangsiapa yang akal serta fitrahnya tidak mampu
melihat hal demikian, berarti akal dan fitrahnya perlu dipertanyakan.”
Hadirnya
Imam Ibnul Qayyim benar-benar tepat ketika zaman sedang dilanda krisis
internal berupa kegoncangan dan kekacauan (pemikiran Umat Islam–Pent.)
di samping adanya kekacauan dari luar yang mengancam hancurnya Daulah
Islamiyah. Maka wajarlah jika anda lihat Ibnul Qayyim waktu itu
memerintahkan untuk membuang perpecahan sejauh-jauhnya dan menyerukan
agar umat berpegang kepada Kitabullah Ta’ala serta Sunnah Rasul-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Manhaj serta hadaf Ibnul Qayyim rahimahullah
ialah kembali kepada sumber-sumber dinul Islam yang suci dan murni,
tidak terkotori oleh ra’yu-ra’yu (pendapat-pendapat) Ahlul Ahwa’ wal
bida’ (Ahli Bid’ah) serta helah-helah (tipu daya) orang-orang yang suka
mempermainkan agama.
Oleh sebab
itulah beliau rahimahullah mengajak kembali kepada madzhab salaf;
orang-orang yang telah mengaji langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah sesungguhnya yang dikatakan sebagai ulama waratsatun nabi (pewaris nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam pada itu, tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mewariskan dinar atau dirham, tetapi beliau mewariskan ilmu. Berkenaan
dengan inilah, Sa’id meriwayatkan dari Qatadah tentang firman Allah Ta’ala,
“Dan orang-orang yang diberi ilmu (itu) melihat bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb mu itulah yang haq.” (Saba’:6).
“Dan orang-orang yang diberi ilmu (itu) melihat bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb mu itulah yang haq.” (Saba’:6).
Qotadah mengatakan, “Mereka (orang-orang yang diberi ilmu) itu ialah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Di samping itu, Ibnul Qayyim juga mengumandangkan bathilnya madzhab taqlid.
Kendatipun
beliau adalah pengikut madzhab Hanbali, namun beliau sering keluar dari
pendapatnya kaum Hanabilah, dengan mencetuskan pendapat baru setelah
melakukan kajian tentang perbandingan madzhab-madzhab yang masyhur.
Mengenai
pernyataan beberapa orang bahwa Ibnul Qayyim telah dikuasai taqlid
terhadap imam madzhab yang empat, maka kita memberi jawaban sebagai
berikut, Sesungguhnya Ibnul Qayyim rahimahullah amat terlalu
jauh dari sikap taqlid. Betapa sering beliau menyelisihi madzhab
Hanabilah dalam banyak hal, sebaliknya betapa sering beliau bersepakat
dengan berbagai pendapat dari madzhab-madzhab yang bermacam-macam dalam
berbagai persoalan lainnya.
Memang,
prinsip beliau adalah ijtihad dan membuang sikap taqlid. Beliau
rahimahullah senantiasa berjalan bersama al-Haq di mana pun berada,
ittijah (cara pandang)-nya dalam hal tasyari’ adalah al-Qur’an, sunnah
serta amalan-amalan para sahabat, dibarengi dengan ketetapannya dalam
berpendapat manakala melakukan suatu penelitian dan manakala sedang
berargumentasi.
Di antara
da’wahnya yang paling menonjol adalah da’wah menuju keterbukaan
berfikir. Sedangkan manhajnya dalam masalah fiqih ialah mengangkat
kedudukan nash-nash yang memberi petunjuk atas adanya sesuatu peristiwa,
namun peristiwa itu sendiri sebelumnya belum pernah terjadi.
Adapun cara
pengambilan istinbath hukum, beliau berpegang kepada al-Kitab,
as-Sunnah, Ijma’ Fatwa-fatwa shahabat, Qiyas, Istish-habul Ashli
(menyandarkan persoalan cabang pada yang asli), al-Mashalih al-Mursalah,
Saddu adz-Dzari’ah (tindak preventif) dan al-‘Urf (kebiasaan yang telah
diakui baik).
Ujian Yang Dihadapi
Adalah
wajar jika orang ‘Alim ini, seorang yang berada di luar garis taqlid
turun temurun dan menjadi penentang segenap bid’ah yang telah mengakar,
mengalami tantangan seperti banyak dihadapi oleh orang-orang semisalnya,
menghadapi suara-suara sumbang terhadap pendapat-pendapat barunya.
Orang-orang
pun terbagi menjadi dua kubu: Kubu yang fanatik kepadanya dan kubu
lainnya kontra. Oleh karena itu, beliau rahimahullah menghadapi berbagai
jenis siksaan. Beliau seringkali mengalami gangguan. Pernah dipenjara
bersama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah secara terpisah-pisah di penjara
al-Qal’ah dan baru dibebaskan setelah Ibnu Taimiyah wafat.
Hal itu
disebabkan karena beliau menentang adanya anjuran agar orang pergi
berziarah ke kuburan para wali. Akibatnya beliau disekap, dihinakan dan
diarak berkeliling di atas seekor onta sambil didera dengan cambuk.
Pada saat
di penjara, beliau menyibukkan diri dengan membaca al-Qur’an, tadabbur
dan tafakkur. Sebagai hasilnya, Allah membukakan banyak kebaikan dan
ilmu pengetahuan baginya. Di samping ujian di atas, ada pula tantangan
yang dihadapi dari para qadhi karena beliau berfatwa tentang bolehnya
perlombaan pacuan kuda asalkan tanpa taruhan. Sungguhpun demikian Ibnul
Qayyim rahimahullah tetap konsisten (teguh) menghadapi semua tantangan
itu dan akhirnya menang. Hal demikian disebabkan karena kekuatan iman,
tekad serta kesabaran beliau. Semoga Allah melimpahkan pahala atasnya,
mengampuninya dan mengampuni kedua orang tuanya serta segenap kaum
muslimin.
Pujian Ulama Terhadapnya
Sungguh Ibnul Qayyim rahimahullah
teramat mendapatkan kasih sayang dari guru-guru maupun muridnya. Beliau
adalah orang yang teramat dekat dengan hati manusia, amat dikenal,
sangat cinta pada kebaikan dan senang pada nasehat. Siapa pun yang
mengenalnya tentu ia akan mengenangnya sepanjang masa dan akan
menyatakan kata-kata pujian bagi beliau. Para Ulama pun telah memberikan
kesaksian akan keilmuan, kewara’an, ketinggian martabat serta keluasan
wawasannya.
Ibnu Hajar pernah berkata mengenai pribadi beliau, “Dia adalah seorang yang berjiwa pemberani, luas pengetahuannya, faham akan perbedaan pendapat dan madzhab-madzhab salaf.”
Di sisi lain, Ibnu Katsir mengatakan, “Beliau
seorang yang bacaan Al-Qur’an serta akhlaqnya bagus, banyak kasih
sayangnya, tidak iri, dengki, menyakiti atau mencaci seseorang. Cara
shalatnya panjang sekali, beliau panjangkan ruku’ serta sujudnya hingga
banyak di antara para sahabatnya yang terkadang mencelanya, namun beliau
rahimahullah tetap tidak bergeming.”
Ibnu Katsir berkata lagi, “Beliau
rahimahullah lebih didominasi oleh kebaikan dan akhlaq shalihah. Jika
telah usai shalat Shubuh, beliau masih akan tetap duduk di tempatnya
untuk dzikrullah hingga sinar matahari pagi makin meninggi. Beliau
pernah mengatakan, ‘Inilah acara rutin pagi buatku, jika aku tidak
mengerjakannya nicaya kekuatanku akan runtuh.’ Beliau juga pernah
mengatakan, ‘Dengan kesabaran dan perasaan tanpa beban, maka akan
didapat kedudukan imamah dalam hal din (agama).’”
Ibnu Rajab pernah menukil dari adz-Dzahabi dalam kitabnya al-Mukhtashar, bahwa adz-Dzahabi mengatakan, “Beliau
mendalami masalah hadits dan matan-matannya serta melakukan penelitian
terhadap rijalul hadits (para perawi hadits). Beliau juga sibuk
mendalami masalah fiqih dengan ketetapan-ketetapannya yang baik,
mendalami nahwu dan masalah-masalah Ushul.”
Tsaqafahnya
Ibnul Qayyim rahimahullah
merupakan seorang peneliti ulung yang ‘Alim dan bersungguh-sungguh.
Beliau mengambil semua ilmu dan mengunyah segala tsaqafah yang sedang
jaya-jayanya pada masa itu di negeri Syam dan Mesir.
Beliau
telah menyusun kitab-kitab fiqih, kitab-kitab ushul, serta kitab-kitab
sirah dan tarikh. Jumlah tulisan-tulisannya tiada terhitung banyaknya,
dan diatas semua itu, keseluruhan kitab-kitabnya memiliki bobot ilmiah
yang tinggi. Oleh karenanyalah Ibnul Qayyim pantas disebut kamus segala
pengetahuan ilmiah yang agung.
Karya-Karyanya
Beliau rahimahullah
memang benar-benar merupakan kamus berjalan, terkenal sebagai orang
yang mempunyai prinsip dan beliau ingin agar prinsipnya itu dapat
tersebarluaskan. Beliau bekerja keras demi pembelaannya terhadap Islam
dan kaum muslimin. Buku-buku karangannya banyak sekali, baik yang
berukuran besar maupun berukuran kecil. Beliau telah menulis banyak hal
dengan tulisan tangannya yang indah. Beliau mampu menguasai kitab-kitab
salaf maupun khalaf, sementara orang lain hanya mampun menguasai
sepersepuluhnya. Beliau teramat senang mengumpulkan berbagai kitab. Oleh
sebab itu Imam ibnul Qayyim terhitung sebagai orang yang telah
mewariskan banyak kitab-kitab berbobot dalam pelbagai cabang ilmu bagi
perpustakaan-perpustakaan Islam dengan gaya bahasanya yang khas; ilmiah
lagi meyakinkan dan sekaligus mengandung kedalaman pemikirannya
dilengkapi dengan gaya bahasa nan menarik.
Beberapa Karyanya1. Tahdzib Sunan Abi Daud,
2. I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin,
3. Ighatsatul Lahfan fi Hukmi Thalaqil Ghadlban,
4. Ighatsatul Lahfan fi Masha`id asy-Syaithan,
5. Bada I’ul Fawa’id,
6. Amtsalul Qur’an,
7. Buthlanul Kimiya’ min Arba’ina wajhan,
8. Bayan ad-Dalil ’ala istighna’il Musabaqah ‘an at-Tahlil,
9. At-Tibyan fi Aqsamil Qur’an,
10. At-Tahrir fi maa yahillu wa yahrum minal haris,
11. Safrul Hijratain wa babus Sa’adatain,
12. Madarijus Salikin baina manazil Iyyaka na’budu wa Iyyaka nasta’in,
13. Aqdu Muhkamil Ahya’ baina al-Kalimit Thayyib wal Amais Shalih al-Marfu’ ila Rabbis Sama’
14. Syarhu Asma’il Kitabil Aziz,
15. Zaadul Ma’ad fi Hadyi Kairul Ibad,
16. Zaadul Musafirin ila Manazil as-Su’ada’ fi Hadyi Khatamil Anbiya’
17. Jala’ul Afham fi dzkris shalati ‘ala khairil Am,.
18. Ash-Shawa’iqul Mursalah ‘Alal Jahmiyah wal Mu’aththilah,
19. Asy-Syafiyatul Kafiyah fil Intishar lil firqatin Najiyah,
20. Naqdul Manqul wal Muhakkil Mumayyiz bainal Mardud wal Maqbul,
21. Hadi al-Arwah ila biladil Arrah,
22. Nuz-hatul Musytaqin wa raudlatul Muhibbin,
23. al-Jawabul Kafi Li man sa`ala ’anid Dawa`is Syafi,
24. Tuhfatul Wadud bi Ahkamil Maulud,
25. Miftah daris Sa’adah,
26. Ijtima’ul Juyusy al-Islamiyah ‘ala Ghazwi Jahmiyyah wal Mu’aththilah,
27. Raf’ul Yadain fish Shalah,
28. Nikahul Muharram,
29. Kitab tafdlil Makkah ‘Ala al-Madinah,
30. Fadl-lul Ilmi,
31. ‘Uddatus Shabirin wa Dzakhiratus Syakirin,
32. al-Kaba’ir,
33. Hukmu Tarikis Shalah,
34. Al-Kalimut Thayyib,
35. Al-Fathul Muqaddas,
36. At-Tuhfatul Makkiyyah,
37. Syarhul Asma il Husna,
38. Al-Masa`il ath-Tharablusiyyah,
39. Ash-Shirath al-Mustaqim fi Ahkami Ahlil Jahim,
40. Al-Farqu bainal Khullah wal Mahabbah wa Munadhorotul Khalil li qaumihi,
41. Ath-Thuruqul Hikamiyyah, dan masih banyak lagi kitab-kitab serta karya-karya besar beliau yang digemari oleh berbagai pihak.
Wafatnya
Ibnul-Qoyyim
meninggal dunia pada waktu isya’ tanggal 13 Rajab 751 H. Ia dishalatkan
di Mesjid Jami’ Al-Umawi dan setelah itu di Masjid Jami’ Jarrah;
kemudian dikuburkan di Pekuburan Babush Shagir.
Sumber: 1. Al-Bidayah wan Nihayah libni Katsir,
2. Muqaddimah Zaadil Ma’ad fi Hadyi Khairil Ibad, Tahqiq: Syu’ab wa Abdul Qadir al-Arna`uth,
3. Muqaddimah I’lamil Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘alamin; Thaha Abdur Ra’uf Sa’d,
4. Al-Badrut Thali’ Bi Mahasini ma Ba’dal Qarnis Sabi’ karya Imam asy-Syaukani,
5. Syadzaratudz dzahab karya Ibn Imad,
6. Ad-Durar al-Kaminah karya Ibn Hajar al-‘Asqalani,
7. Dzail Thabaqat al-Hanabilah karya Ibn Rajab Al Hanbali,
8. Al Wafi bil Wafiyat li Ash Shafadi,
9. Bughyatul Wu’at karya Suyuthi,
10. Jala’ul ‘Ainain fi Muhakamah al-Ahmadin karya al-Alusi,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar