Abdul Qadir Al Jailani (471-561 H)
Biografi
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani termuat dalam kitab Adz Dzail ‘Ala
Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al
Hambali. Tetapi, buku ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Beliau
adalah seorang ulama besar sehingga suatu kewajaran jika sekarang ini
banyak kaum muslimin menyanjungnya dan mencintainya. Akan tetapi kalau
meninggi-ninggikan derajat beliau berada di atas Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam, maka hal ini merupakan suatu kekeliruan. Karena
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah rasul yang paling mulia
di antara para nabi dan rasul yang derajatnya tidak akan pernah bisa
dilampaui di sisi Allah oleh manusia siapapun.
Ada
juga sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syaikh Abdul Qadir Al
Jailani sebagai wasilah (perantara) dalam do’a mereka. Berkeyakinan
bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan
perantaraannya. Ini juga merupakan kesesatan.
Menjadikan
orang yang sudah meninggal sebagai perantara tidak ada syari’atnya dan
ini sangat diharamkan. Apalagi kalau ada yang berdo’a kepada beliau. Ini
adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do’a merupakan salah satu bentuk
ibadah yang tidak boleh diberikan kepada selain Allah. Allah melarang
makhluknya berdo’a kepada selainNya. Allah berfirman, yang artinya:
“Dan
sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah
kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al Jin:18)
Kelahirannya
Syaikh
Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang ‘alim di Baghdad yang lahir pada
tahun 490/471 H di kota Jailan atau disebut juga Kailan. Sehingga di
akhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga
Al Jiliy.
Pendidikannya
Pada
usia yang masih muda beliau telah merantau ke Baghdad dan meninggalkan
tanah kelahirannya. Di sana beliau belajar kepada beberapa orang ulama
seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthath, Abul Husein Al Farra’ dan juga Abu
Sa’ad Al Mukharrimi sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga
perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.
Pemahamannya
Beliau
seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada
masa hidup beliau. Beliau adalah seorang alim yang beraqidah ahlus
sunnah mengikuti jalan Para Pendahulu Islam Yang Sholeh. Dikenal banyak
memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak pula orang yang membuat-buat
kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah,
perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, “thariqah” yang berbeda dengan jalan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya dan lainnya.
Syaikh
Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, “Dia
(Allah) di arah atas, berada di atas ‘ArsyNya, meliputi seluruh
kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu. “Kemudian beliau
menyebutkan ayat-ayat dan hadits-hadits, lalu berkata, “Sepantasnya
menetapkan sifat istiwa’ (Allah berada di atas ‘ArsyNya) tanpa takwil
(menyimpangkan kepada makna lain, -seperti Allah dihati atau
dimana-mana, ini adalah keyakinan batil-). Dan hal itu merupakan istiwa’
dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas ‘Arsy.
Dakwahnya
Suatu
ketika Abu Sa’ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil di sebuah daerah
yang bernama Babul Azaj dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada
Syaikh Abdul Qadir. Beliau mengelola sekolah ini dengan
sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memeberikan nasehat kepada
orang-orang yang ada di sana, sampai beliau meninggal dunia di daerah
tersebut.
Banyak
sudah orang yang bertaubat demi mendengar nasihat beliau. Banyak orang
yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau. Sehingga
sekolah ini tidak kuat menampungnya. Maka diadakan perluasan.
Imam
Adz Dzahabi dalam menyebutkan biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani
dalam Siyar A’lamin Nubala, menukilkan perkataan Syaikh sebagai berikut,
“Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari
seratus ribu orang telah bertaubat.”
Murid-murid
beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti Al Hafidz Abdul
Ghani yang menyusun Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Ibnu Qudamah
penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.
Wafatnya
Beliau Wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.
Pendapat Para Ulama tentang Beliau
Ketika
ditanya tentang Syaikh Abdul Qadir Al jailani, Ibnu Qudamah menjawab,
“Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau
menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian kepada kami.
Kadang beliau mengutus putra beliau Yahya untuk menyalakan lampu buat
kami. Terkadang beliau juga mengirimkan makanan buat kami. Beliau
senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu.”
Ibnu
Rajab di antaranya mengatakan, “Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah
seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para
syaikh, baik ulama dan para ahli zuhud. Beliau memiliki banyak keutamaan
dan karamah. Tetapi ada seorang yang bernama Al Muqri’ Abul Hasan Asy
Syathnufi Al Mishri (orang Mesir) mengumpulkan kisah-kisah dan
keutamaan-keutamaan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam tiga jilid
kitab. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar
(kebohongannya). Cukuplah seorang itu dikatakan berdusta, jika dia
menceritakan segala yang dia dengar. Aku telah melihat sebagian kitab
ini, tetapi hatiku tidak tenteram untuk meriwayatkan apa yang ada di
dalamnya, kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari kitab
selain ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang
yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh (dari agama
dan akal), kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil
tidak terbatas. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syaikh Abdul
Qadir Al Jailani. Kemudian aku dapatkan bahwa Al Kamal Ja’far al Adfawi
telah menyebutkan bahwa Asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas
kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.”
Ibnu
Rajab juga berkata, “Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki pendapat
yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala,
takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau
memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal.
Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan
perkara-perkara yang banyak berkaitan dengan nasehat dari
majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya,
ia berpegang pada sunnah. “
Imam
Adz Dzahabi mengatakan, “intinya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki
kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap
sebagian perkataannya, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan
(ampunan atas kesalahan-kesalahan orang-orang beriman). Namun sebagian
perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”
Imam
Adz Dzahabi juga berkata, “Tidak ada seorangpun para ulama besar yang
riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syaikh
Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang
tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar