Allah swt. telah menetapkan tujuan penciptaan manusia dan jin, yaitu untuk beribadah kepada-Nya. Allah swt. berfirman:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-Dzaariyat:56).
Ibadah dalam Islam mencakup seluruh sisi kehidupan, ritual dan sosial, hablumminah (hubungan vertikal) dan hablumminannas (hubungan horizontal), meliputi pikiran, perasan dan pekerjaan.
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (١٦٢)
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am:162).
Ibadah yang benar manakala terpenuhi dua syarat, yaitu ikhlas karena Allah swt. dan sesuai aturan syari’at. Allah berfirman :
“Dzat Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al-Mulk:2).
Para ahli tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan ahsanu ‘amala (yang terbaik amalnya) adalah akhlashuhum lillah (yang paling ikhlash karena Allah) dan atba’uhum lisysyari’ah (yang paling komitmen mengikuti aturan syari’ah)
Semua ibadah yang diperintahkah dalam Islam bertujuan untuk membentuk manusia taqwa .
Hakikat ibadah
Ibnu At-Taimiyah berkata: “Ma’na ashal dari kata ibadah adalah tunduk. Sedangkan ibadah yang diperintahkan oleh syari’at adalah perpaduan antara ketaatan sempurna dan kecintaan yang penuh.”
Ibnu Al-Qoyyim Al-Jauziyah bekata: “Ibadah adalah gabungan antara ketaatan yang penuh dan cinta yang sempurna.”
Maka yang taat kepada Allah swt. tapi tidak cinta kepada-Nya maka ia belum dikatakan beribadah.
“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At-Taubah :24).
Dan yang mencintai Allah tapi tidak taat kepada-Nya, maka ia belum dikatakan beribadah kepada Allahswt.
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran:31).
Nataij Ibadah (Buah Ibadah)
Ibadah yang sahih akan melahirkan sikap dan prilaku yang positif dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi bekal dan pegangan dalam mengemban amanah sebagai hamba Allah swt. khususnya amanah da’wah. Di antara dampak positif dari ibadah adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya keimanan. Ulama ahlu as-sunnah wal jama’ah sepakat bahwa iman mengalami turun dan naik, kuat dan lemah, pasang dan surut, menguat dengan amal salih atau ketaatan dan menurun karena maksiat. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat- mereka bertawakkal. ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah.” (al-Anfal:2).
Oleh karenanya, ibadah yang kita lakukan harus berbasis keimanan dan keikhlasan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan ikhlas, maka akan diampuni dosa yang telah lalu”. (HR.Bukhari)
2. Semakin kuat penyerahan diri kepada Allah (Optimis). Ketika kaum muslimin menghadapi kekuatan sekutu pada perang ahzab keyakinan mereka akan kemenangan yang dijanjikan Allah semakin mantap dan keimanam mereka semakin kuat.
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (Al-Ahzab:22).
Dan ibadah yang dilandasi penyerahan diri dan ketaatan kepada Allah akan menghasilkan banyak hal positif, sebagaimana firman Allah:
“(tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-Baqoroh:112).
3. Ihsan dalam beribadah, yaitu as-syu’ur bii uroqobatillah (merasa selalu diawasi Allah) sebagaimana Rasulullah menjelaskan dalam hadits:
“الْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاك َ“
“Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Allah Melihat kamu.” (HR.Bukhari).
Ketika seorang muslim merasa diawasi Allah dalam beribadah, maka dia berusaha maksimal melalukannya sesuai dengan petunjuk syari’at dan ikhlas karena-Nya, inilah yang dimaksud dengan ihsan di dalam surat Al-Mulk ayat 2:
Para ahli tafsir sepakat yang dimaksud dengan amal yang lebih baik adalah amal yang mengikuti syariat dan ikhlas karena Allah.Rasulullah membahasakan dengan kata itqon seperti dalam hadits berikut ini,
عن عائشة ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال
: « إن الله عز وجل يحب إذا عمل أحدكم عملا أن يتقنه »
Dari A’isyah ra. bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mencintai bila seorang di antara kamu mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan itqon(professional).” (HR.Thabrani).
Kemudian Rasulullah saw. menjelaskannya dengan hadits yang lain,
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ :َقَالَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
Dari Syaddad bin Aus ra. berkata, bersabda Rasulullah saw.: Sesunggguhnya Allah mewajibkan ihsan (profesional) dalam semua urusan, jika kamu membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik dan jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik, asah pisaunya dan sembelihlan dengan cara yang menyenangkan binatang yang disembelih.” (HR.Muslim)
4. Ikhbat (tunduk), ibadah yang sebenarnya manakala dilakukan karena kesadaaran dan dorongan hati, bukan formalitas dan rutinitas belaka.
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizqikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”
Tunduk dan patuh baru akan tumbuh apabila didasari pemahaman yang dalam dan keimaanan yang kuat sebagaimana firman Allah:
“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (al-Hajj 54).
5. Tawakkal. Ibadah yang benar berdampak terhadap kehidupan seseorang ketika ia sedang menghadapi tantangan hidup, terutama tantangan da’wah. Para Nabi ketika menghadapi ponolakan da’wah kaum mereka, mereka menyerahkan semua urusannya kepada Allah, sebagai contoh nabi Hud ‘alaihissalam.
“Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (Hud :56).
Nabi Syu’ib ‘alaihissalam,
“Syu’aib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Hud: 88).
Dan nabi Muhammad saw.
“Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” (at-Taubah:129).
6. Mahabbah (rasa cinta). Seorang mu’min dengan beribadah dapat merasakan cinta kepada Allah dan Allah mencintainya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ
Dari Abu Hurairah ra. berata, bersabda Rasulullah saw. “Sesungguhnya Allah berfirman: “Barang siapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku ,maka Aku telah mengumumkan perang padanya, dan tidaklah hamba-Ku melakukan pendekatan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku cintai selain melakukan apa yang telah Aku wajibkan padanya, dan hamba-Ku terus-menerus melakukan pendekatan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sehingga Aku mencintainya, dan apabila Aku telah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat, dan menjadi tangan dan kakinya yang dengannya ia bertindak. Jika ia meminta sesuatu kepada-Ku, pasti Aku kabulkan permintaanya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku lindungi dia. Tidak ada sesuatu yang Aku gamang melalukannya selain mencabut nyawa seorang muslim sedangakan ia tidak menyukainya.” (HR.Bukhari).
7. Roja (mengharap rahmat Allah). Seorang mukmin dalam beramal hanya mengharapkan rahmat Allah,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
8. Taubat. kata-kata yang paling sering diungkapkan oleh orang yang beriman terutama yang aktif berda’wah di jalan Allah adalah memohon ampunan dari dosa dan kesalahan.
“Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan Kami, ampunilah dosa-dosa Kami dan tindakan-tindakan Kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (al-Ali ‘Imran:147).
9. Berdoa. Orang yang beriman ketika beribadah, selalu meminta kepada Allah, tidak meminta kepada selain-Nya,
“Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezki yang Kami berikan.” (as-Sajdah:15-16).
10.Khusyu’. Orang yang beriman ketika disebut nama Allah hatinya tunduk dan khusyu’ kepada Allah.
Katakanlah: “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (al-isra:107-109).
Imam Hasan Al-Banna di dalam prinsip-prinsip sepuluh menuliskan:
وللإيمان الصادق والعبادة الصحيحة والمجاهدة نور وحلاوة يقذفهما الله في قلب
من يشاء من عباده
“Iman yang sejati, ibadah yang sahih dan mujahadah dalam beribadah dapat memancarkan cahaya dan menghasilkan manisnya beribadah yang dicurahkan oleh Allah ke dalam hati hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.” (prinsip ke 3)
Semua uraian di atas adalah kriteria taqwa, sebagaimana dijelaskan di dalam banyak ayat bahwa tujuan dari ibadah adalah untuk membentuk manusia bertaqwa.
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 21)
Taqwa kepada Allah akan membuka kemudahan-kemudahan dalam segala urusan, memberi keberhasilan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat.
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (at-Thalaq 4) (dkwt)
download
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-Dzaariyat:56).
Ibadah dalam Islam mencakup seluruh sisi kehidupan, ritual dan sosial, hablumminah (hubungan vertikal) dan hablumminannas (hubungan horizontal), meliputi pikiran, perasan dan pekerjaan.
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (١٦٢)
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am:162).
Ibadah yang benar manakala terpenuhi dua syarat, yaitu ikhlas karena Allah swt. dan sesuai aturan syari’at. Allah berfirman :
“Dzat Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al-Mulk:2).
Para ahli tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan ahsanu ‘amala (yang terbaik amalnya) adalah akhlashuhum lillah (yang paling ikhlash karena Allah) dan atba’uhum lisysyari’ah (yang paling komitmen mengikuti aturan syari’ah)
Semua ibadah yang diperintahkah dalam Islam bertujuan untuk membentuk manusia taqwa .
Hakikat ibadah
Ibnu At-Taimiyah berkata: “Ma’na ashal dari kata ibadah adalah tunduk. Sedangkan ibadah yang diperintahkan oleh syari’at adalah perpaduan antara ketaatan sempurna dan kecintaan yang penuh.”
Ibnu Al-Qoyyim Al-Jauziyah bekata: “Ibadah adalah gabungan antara ketaatan yang penuh dan cinta yang sempurna.”
Maka yang taat kepada Allah swt. tapi tidak cinta kepada-Nya maka ia belum dikatakan beribadah.
“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At-Taubah :24).
Dan yang mencintai Allah tapi tidak taat kepada-Nya, maka ia belum dikatakan beribadah kepada Allahswt.
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran:31).
Nataij Ibadah (Buah Ibadah)
Ibadah yang sahih akan melahirkan sikap dan prilaku yang positif dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi bekal dan pegangan dalam mengemban amanah sebagai hamba Allah swt. khususnya amanah da’wah. Di antara dampak positif dari ibadah adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya keimanan. Ulama ahlu as-sunnah wal jama’ah sepakat bahwa iman mengalami turun dan naik, kuat dan lemah, pasang dan surut, menguat dengan amal salih atau ketaatan dan menurun karena maksiat. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat- mereka bertawakkal. ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah.” (al-Anfal:2).
Oleh karenanya, ibadah yang kita lakukan harus berbasis keimanan dan keikhlasan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan ikhlas, maka akan diampuni dosa yang telah lalu”. (HR.Bukhari)
2. Semakin kuat penyerahan diri kepada Allah (Optimis). Ketika kaum muslimin menghadapi kekuatan sekutu pada perang ahzab keyakinan mereka akan kemenangan yang dijanjikan Allah semakin mantap dan keimanam mereka semakin kuat.
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (Al-Ahzab:22).
Dan ibadah yang dilandasi penyerahan diri dan ketaatan kepada Allah akan menghasilkan banyak hal positif, sebagaimana firman Allah:
“(tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-Baqoroh:112).
3. Ihsan dalam beribadah, yaitu as-syu’ur bii uroqobatillah (merasa selalu diawasi Allah) sebagaimana Rasulullah menjelaskan dalam hadits:
“الْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاك َ“
“Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Allah Melihat kamu.” (HR.Bukhari).
Ketika seorang muslim merasa diawasi Allah dalam beribadah, maka dia berusaha maksimal melalukannya sesuai dengan petunjuk syari’at dan ikhlas karena-Nya, inilah yang dimaksud dengan ihsan di dalam surat Al-Mulk ayat 2:
Para ahli tafsir sepakat yang dimaksud dengan amal yang lebih baik adalah amal yang mengikuti syariat dan ikhlas karena Allah.Rasulullah membahasakan dengan kata itqon seperti dalam hadits berikut ini,
عن عائشة ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال
: « إن الله عز وجل يحب إذا عمل أحدكم عملا أن يتقنه »
Dari A’isyah ra. bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mencintai bila seorang di antara kamu mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan itqon(professional).” (HR.Thabrani).
Kemudian Rasulullah saw. menjelaskannya dengan hadits yang lain,
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ :َقَالَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
Dari Syaddad bin Aus ra. berkata, bersabda Rasulullah saw.: Sesunggguhnya Allah mewajibkan ihsan (profesional) dalam semua urusan, jika kamu membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik dan jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik, asah pisaunya dan sembelihlan dengan cara yang menyenangkan binatang yang disembelih.” (HR.Muslim)
4. Ikhbat (tunduk), ibadah yang sebenarnya manakala dilakukan karena kesadaaran dan dorongan hati, bukan formalitas dan rutinitas belaka.
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizqikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”
Tunduk dan patuh baru akan tumbuh apabila didasari pemahaman yang dalam dan keimaanan yang kuat sebagaimana firman Allah:
“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (al-Hajj 54).
5. Tawakkal. Ibadah yang benar berdampak terhadap kehidupan seseorang ketika ia sedang menghadapi tantangan hidup, terutama tantangan da’wah. Para Nabi ketika menghadapi ponolakan da’wah kaum mereka, mereka menyerahkan semua urusannya kepada Allah, sebagai contoh nabi Hud ‘alaihissalam.
“Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (Hud :56).
Nabi Syu’ib ‘alaihissalam,
“Syu’aib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Hud: 88).
Dan nabi Muhammad saw.
“Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” (at-Taubah:129).
6. Mahabbah (rasa cinta). Seorang mu’min dengan beribadah dapat merasakan cinta kepada Allah dan Allah mencintainya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ
Dari Abu Hurairah ra. berata, bersabda Rasulullah saw. “Sesungguhnya Allah berfirman: “Barang siapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku ,maka Aku telah mengumumkan perang padanya, dan tidaklah hamba-Ku melakukan pendekatan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku cintai selain melakukan apa yang telah Aku wajibkan padanya, dan hamba-Ku terus-menerus melakukan pendekatan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sehingga Aku mencintainya, dan apabila Aku telah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat, dan menjadi tangan dan kakinya yang dengannya ia bertindak. Jika ia meminta sesuatu kepada-Ku, pasti Aku kabulkan permintaanya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku lindungi dia. Tidak ada sesuatu yang Aku gamang melalukannya selain mencabut nyawa seorang muslim sedangakan ia tidak menyukainya.” (HR.Bukhari).
7. Roja (mengharap rahmat Allah). Seorang mukmin dalam beramal hanya mengharapkan rahmat Allah,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
8. Taubat. kata-kata yang paling sering diungkapkan oleh orang yang beriman terutama yang aktif berda’wah di jalan Allah adalah memohon ampunan dari dosa dan kesalahan.
“Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan Kami, ampunilah dosa-dosa Kami dan tindakan-tindakan Kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (al-Ali ‘Imran:147).
9. Berdoa. Orang yang beriman ketika beribadah, selalu meminta kepada Allah, tidak meminta kepada selain-Nya,
“Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezki yang Kami berikan.” (as-Sajdah:15-16).
10.Khusyu’. Orang yang beriman ketika disebut nama Allah hatinya tunduk dan khusyu’ kepada Allah.
Katakanlah: “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (al-isra:107-109).
Imam Hasan Al-Banna di dalam prinsip-prinsip sepuluh menuliskan:
وللإيمان الصادق والعبادة الصحيحة والمجاهدة نور وحلاوة يقذفهما الله في قلب
من يشاء من عباده
“Iman yang sejati, ibadah yang sahih dan mujahadah dalam beribadah dapat memancarkan cahaya dan menghasilkan manisnya beribadah yang dicurahkan oleh Allah ke dalam hati hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.” (prinsip ke 3)
Semua uraian di atas adalah kriteria taqwa, sebagaimana dijelaskan di dalam banyak ayat bahwa tujuan dari ibadah adalah untuk membentuk manusia bertaqwa.
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 21)
Taqwa kepada Allah akan membuka kemudahan-kemudahan dalam segala urusan, memberi keberhasilan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat.
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (at-Thalaq 4) (dkwt)
download
Tidak ada komentar:
Posting Komentar