Senin, 22 April 2013

Tafsir Ibnu Katsir Surat An-Naas Ayat 1-6

Tafsir Ibnu Katsir Surat An-Naas Ayat 1-6

AN-NAAS
(Manusia)
Surat Makkiyah
Surat ke-114 : 6 ayat
“Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Katakanlah : “Aku berlindung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia. (QS. An-Naas : 1)
Raja manusia. (QS. An-Naas : 2)
Rabb manusia, (QS. An-Naas : 3)
Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, (QS. An-Naas : 4)
Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, (QS. An-Naas : 5)
Dari (golongan) jin dan manusia.” (QS. An-Naas : 6)
Inilah tiga dari sifat-sifat Rabb ‘Azza wa Jalla, yaitu Rububiyyah, Raja, dan Ilahiyyah. Di mana Dia adalah pemelihara segala sesuatu sekaligus sebagai Raja dan Rabb-nya. Dengan demikian, segala sesuatu yang ada ini adalah makhluk ciptaan-Nya, hamba sekaligus abdi-Nya. Oleh karena ini Dia memerintahkan kepada semua yang hendak memohon perlindungan agar berlindung kepada Dzat yang memiliki tiga sifat di atas, dari kejahatan syaitan khannas, yaitu syaitan yang ditugaskan untuk menggoda manusia, karena tidak ada seorang pun keturunan Adam melainkan dia memiliki satu teman yang akan senantiasa menjadikan segala perbuatan keji itu indah dipandang dan dia tidak akan mengenal kata lelah dalam menjalankannya. Dan orang yang terlindungi adalah orang yang mendapat perlindungan Allah.
Telah ditegaskan di dalam hadits shahih bahwasanya :
“Tidak seorang pun di antara kalian melainkan telah diutus kepadanya pendampingnya.”
Para Sahabat bertanya : “Termasuk juga engkau, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Ya, hanya saja Allah membantuku dalam menyikapinya sehingga ia masuk Islam, karenanya dia tidak menyuruhku kecuali hal yang baik-baik.” (HR. Muslim, kitab Shifatul Qiyamah. Dan Imam Ahmad di dalam Musnadnya (I/385)).
Dan ditegaskan pula dalam kitab ash-shahihain, dari Anas tentang kisah kunjungan yang dilakukan oleh Shafiyyah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ketika itu beliau tengah ber’itikaf. Juga kepergian beliau bersamanya pada malam hari untuk mengantarnya pulang. Kemudian beliau berpapasan dengan dua orang laki-laki dari kaum Anshar. Ketika melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, keduanya mempercepat jalannya, maka Rasulullah bersabda : “Berjalanlah seperti biasa, karena sesungguhya dia adalah Shafiyyah binti Huyay.” Kemudian keduanya berkata : “Mahasuci Allah, wahai Rasulullah.” Beliau pun bersabda :
“Sesungguhnya syaitan itu mengalir dalam tubuh anak Adam seperti aliran darah. Dan sesungguhnya aku khawatir dia akan memasukkan sesuatu ke dalam hati kalian berdua atau beliau mengatakan : “kejahatan.”
Imam Ahmad meriwayatkan, Muhammad bin Ja’far memberitahu kami, dari orang yang pernah membonceng Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata : “Keledai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terpeleset, lalu kukatakan : “Celaka syaitan.” Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah engkau mengatakan : “Celakalah syaitan”, karena sesungguhnya jika engkau mengatakannya, niscaya dia akan merasa bertambah besar dan mengatakan : “Dengan kekuatanku aku menjatuhkannya.” Dan jika engkau mengucapkan : “Bismillah (Dengan menyebut Nama Allah)”, niscaya dia akan bertambah kecil sehingga dia menjadi seperti lalat.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad seorang diri, dengan sanad yang jayyid dan kuat. Dan di dalamnya terkandung dalil yang menunjukkan bahwa hati jika berdzikir kepada Allah niscaya syaitan akan bertambah kecil dan kalah. Dan jika tidak berdzikir kepada Allah, niscaya syaitan akan merasa bertambah besar dan menang.
Mengenai firman Allah Ta’ala : “Syaitan yang biasa bersembunyi,” Sa’id bin Jubair mengatakan dari Ibnu ‘Abbas : “Yaitu syaitan yag selalu bercokol di dalam hati manusia, di mana jika manusia lengah dan lalai, maka dia akan memberikan bisikan, dan jika manusia berdzikir kepada Allah maka syaitan itu akan bersembunyi.”
Firman Allah Ta’ala : “Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.” Apakah yang demikian itu khusus pada anak Adam saja sebagaimana yang tampak pada lahiriahnya, ataukah mencakup anak Adam dan juga jin? Mengenai hal tersebut terdapat dua pendapat. Di mana mereka semua telah masuk ke dalam lafazh an-naas. Ibnu Jarir mengatakan : “Dan tidak jarang jin laki-laki dipekerjakan oleh manusia. Oleh karena itu, bukan suatu hal yang aneh jika jin-jin itu disebut dengan sebutan an-naas (manusia).”
Firman Allah Ta’ala : “Dari jin dan manusia.”.Apakah yang demikian itu sebagai penjelas bagi firman Allah Ta’ala : “Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.” Kemudian Dia memperjelas mereka, di mana Dia berfirman : “Dari jin dan manusia.” Yang demikian itu memperkuat pendapat kedua.
Ada juga yang berpendapat bahwa firman-Nya : “Dari jin dan manusia.” Sebagai tafsiran bagi pihak yang selalu member bisikan ke dalam dada manusia yang terdiri dari syaitan, manusia, dan jin. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala :
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (QS. Al-An’aam : 112).
Imam Ahmad meriwayatkan, Waki’ memberitahu kami dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata : “Ada seseorang dating kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah terbersit di dalam diriku sesuatu, di mana jatuh dari langit aku suka daripada harus membicarakannya.” Lebih lanjut, dia menceritakan : “Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah yang telah mengembalikan tipu dayanya kepada godaan.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An-Nasa’i.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar