Seorang wanita akan merasa sangat bangga jika ia dapat meraih pendidikan yang tinggi, memiliki pekerjaan yang baik, jabatan tinggi, dan mandiri dalam kehidupannya. Terlebih lagi jika ia dapat menyingkirkan dominasi kaum adam dalam aspek kehidupan. Kebanggaan yang dinilainya tiada tergantikan.
Dan jika ia diharuskan menjadi seorang ibu rumah tangga, ia akan merasa terbebani. Sebab, banyak wanita yang menganggap bahwa jabatan sebagai ibu rumah tangga adalah sesuatu yang ‘hina’, yang sebisa meungkin harus dihindarinya. Padahal, menjadi seorang ibu rumah tangga merupakan fitrah seorang wanita.
Selain itu, menjadi seorang ibu rumah tangga adalah sesuatu yang sangat mulia. Bahkan kemuliaan ini tidak dapat diperolehnya dengan kepintarannya, pangkat, maupun jabatan yang diembannya. Namun sayangnya, banyak wanita yang justru merasa malu mengatakan dirinya sebagai ibu rumah tangga.
Seorang ibu rumah tangga memiliki kedudukan yang mulia dalam islam. Begitu mulianya, hingga disebutkan bahwa surga itu berada di bawah kakinya. Seorang ibu yang memberikan pendidikan pertama pada anak. Ia pula yang mengasuh dan membesarkan anaknya dengan kasih sayang, serta menjaganya agar selalu berada di jalan Allah SWT.
Ibu seorang pendidik
Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa perbaikan masyarakat bisa dilakukan dengan dua cara: Pertama, perbaikan secara lahiriah, yaitu perbaikan yang berlangsung di pasar, masjid, dan berbagai urusan lahiriah lainnya. Hal ini banyak didominasi kaum lelaki, karena merekalah yang sering nampak dan keluar rumah. Kedua, perbaikan masyarakat di balik layar, yaitu perbaikan yang dilakukan di dalam rumah. Sebagian besar peran ini diserahkan pada kaum wanita sebab wanita merupakan pengurus rumah tangga.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al Quran:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
“Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa kalian, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Seorang ibu rumah tangga memiliki tugas mulia untuk mendidik anak-anaknya dengan baik. Ia diharuskan membekali anaknya dengan ilmu agama, sehinga kelak selalu bertingkah laku dan berkepribadian mulia. Selain itu, ibu juga bertugas mempersiapkan anak-anaknya menjadi generasi yang taat dalam beribadah dan selalu melakukan perbuatan amar ma’ruf nahi munkar. Dia pula yang berperan penting dalam mewujudkan sebuah keluarga yang sakinah ma waddah wa rahmah.
Menjadi ibu rumah tangga merupakan sebuah tanggung jawab
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan- Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Muqatil mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah, setiap muslim harus mendidik diri dan keluarganya dengan cara memerintahkan mereka untuk mengerjakan kebaikan dan melarang mereka dari perbuatan maksiat.
Ibnu Qoyyim menjelaskan bahwa beberapa ulama mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan meminta pertanggungjawaban setiap orang tua tentang anaknya pada hari kiamat sebelum si anak sendiri meminta pertanggungjawaban orang tuanya. Sebagaimana seorang ayah itu mempunyai hak atas anaknya, maka anak pun mempunyai hak atas ayahnya. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kami wajibkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (QS. Al Ankabut: 7), maka disamping itu Allah juga berfirman, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang berbahan bakar manusia dan batu.” (QS. At Tahrim: 6)
Ibnu Qoyyim menjelaskan bahwa barang siapa yang mengabaikan pendidikan anaknya dalam hal-hal yang bermanfaat baginya, lalu ia membiarkan begitu saja, berarti telah melakukan kesalahan besar. Mayoritas penyebab kerusakan anak adalah akibat orang tua yang acuh tak acuh terhadap anak mereka, tidak mau mengajarkan kewajiban dan sunnah agama. Mereka menyia-nyiakan anak ketika masih kecil sehingga mereka tidak bisa mengambil keuntungan dari anak mereka ketika dewasa, sang anak pun tidak bisa menjadi anak yang bermanfaat bagi ayahnya.
Dalil lain yang menggambarkan tanggung jawab dalam keluarga diantaranya adalah:
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Kaum lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya di rumah, dia bertanggung jawab atas keluarganya. Wanita pun pemimpin yang mengurusi rumah suami dan anak-anaknya. Dia pun bertanggung jawab atas diri mereka. Budak seorang pria pun jadi pemimpin mengurusi harta tuannya, dia pun bertanggung jawab atas kepengurusannya. Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari 2/91)
Dari keterangan di atas, nampak jelas bahwa setiap insan yang ada hubungan keluarga dan kerabat hendaknya saling bekerja sama, saling menasehati dan turut mendidik keluarga. Utamanya orang tua kepada anak, karena mereka sangat membutuhkan bimbingannya. Orang tua hendaknya memelihara fitrah anak agar tidak kena noda syirik dan dosa-dosa lainnya. Ini adalah tanggung jawab yang besar yang kita akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya.
Siapa menanam, ia akan menuainya
Apa yang diajarkan oleh seorang ibu terhadap anaknya akan berpengaruh dalam kehidupannya kelak. Jika sedari kecil ibu sudah menanamkan nilai-nilai agama, maka kehidupannya kelak pun tidak akan jauh dari ajaran agama. Namun jika sejak kecil sang ibu terkesan cuek saja dengan pendidikan anaknya, terlebih lagi yang berkaitan dengan nilai-nnilai agama, dapat dipastikan pada saat dewasa nanti si anak akan senantiasa berada dalam kebimbangan.
Karena itu, peran seorang ibu dalam memberikan dan mengawasi pendidikan anaknya, terutama pendidikan agama, sangat penting. Ibu yang mencurahkan segenap kemampuannya demi keluarga, atau ibu rumah tangga, akan lebih bijak dalam menghadapi dan mengawasi pendidikan anaknya. Tidak demikian halnya dengan ibu yang sibuk bekerja. Ia akan lalai terhadap pendidikan anaknya. Bahkan bisa jadi ia akan membiarkan anaknya tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu yang sepantasnya ia berikan.
Setelah kita memahami besarnya peran dan tanggung jawab seorang ibu sebagai seorang pendidik, melihat realita yang ada sekarang sepertinya keadaannya menyedihkan! Tidak semua memang, tapi banyak dari para ibu yang mereka sibuk bekerja dan tidak memperhatikan bagaimana pendidikan anak mereka. Tidak memperhatikan bagaimana aqidah mereka, apakah terkotori dengan syirik atau tidak. Bagaimana ibadah mereka, apakah sholat mereka telah benar atau tidak, atau bahkan malah tidak mengerjakannya… Bagaimana mungkin pekerjaan menancapkan tauhid di dada-dada generasi muslim bisa dibandingkan dengan gaji jutaan rupiah di perusahaan bonafit? Sungguh! sangat jauh perbandingannya.
Anehnya lagi, banyak ibu-ibu yang sebenarnya tinggal di rumah namun tidak juga mereka memperhatikan pendidikan anaknya, bagaimana kepribadian anak mereka dibentuk. Penulis sempat sebentar tinggal di daerah yang sebagian besar ibu-ibu nya menetap di rumah tapi sangat acuh dengan pendidikan anak-anak mereka. Membesarkan anak seolah hanya sekedar memberinya makan. Sedih!
Padahal anak adalah investasi bagi orang tua di dunia dan akhirat! Setiap upaya yang kita lakukan demi mendidiknya dengan ikhlas adalah suatu kebajikan. Setiap kebajikan akan mendapat balasan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak inginkah hari kita terisi dengannya? Atau memang yang kita inginkan adalah kesuksesan karir anak kita, meraih hidup yang berkecukupan, cukup untuk membeli rumah mewah, cukup untuk membeli mobil mentereng, cukup untuk membayar 10 pembantu, mempunyai keluarga yang bahagia, berakhir pekan di villa. Tanpa memperhatikan bagaimana aqidah, bagaimana ibadah, asal tidak bertengkar dan bisa senyum dan tertawa ria di rumah, disebutlah itu dengan bahagia.
Karena itu, penghargaan yang besar selayaknya diberikan kepada para ibu rumah tangga, yang dengan susah payah mendidik dan mengajarkan putra-putrinya nilai-nilai agama, sehingga anaknya dapat berhasil, bukan hanya di dunia, namun di akhirat kelak, insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar