بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
Wasiat untuk Berpegang Teguh dengan Sunnah
Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengatakan: “Siapa di antara kalian yang masih hidup sepeninggalku niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. Karena itu wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigit/pegang erat-erat sunnah itu dengan gigi geraham kalian.”
Ini merupakan salah satu tanda di antara tanda-tanda kenabian beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, di mana beliau mengabarkan kepada para sahabatnya tentang perkara yang akan datang sepeninggalnya, yakni akan terjadi perselisihan yang banyak di kalangan umat beliau. Hal ini sesuai dengan pengabaran beliau bahwasanya umat ini akan berpecah belah menjadi 70 lebih golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu yang selamat yaitu mereka yang berpegang dengan apa yang dipegangi oleh Rasulullah dan para sahabatnya. (Shahih Sunan At Tirmidzi, no.2129)
Karena itulah, sebagai bahtera penyelamat dari gelombang perselisihan dan perpecahan ini adalah berpegang teguh dengan sunnah beliau dan para Al Khulafa’ Ar Rasyidin. Saking kuatnya keharusan berpegang tersebut hingga diibaratkan seperti menggigit dengan geraham (Jami’ul ‘Ulum, 2/126). Ditambahkan oleh Syaikhul Islam bahwa dikhususkannya penyebutan geraham dalam hadits ini karena gigitan gigi geraham ini sangat kokoh. (Majmu` Fatawa, 22/225).
Kata Al Imam As Sindi: “Hal ini menunjukkan keharusan untuk bersabar terhadap kepayahan yang menimpanya di jalan Allah, sebagaimana yang harus dihadapi orang yang sakit terhadap derita yang menimpanya dari sakitnya.” (Syarah Ibnu Majah, Al Imam As Sindi).
Adapun sunnah yang dimaksudkan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ini adalah jalan hidup beliau yang lurus dan jelas. (Syarhul Arba’in, hal. 75).
Selain mengikuti Sunnah beliau, diperintahkan pula setelahnya untuk memegangi sunnahnya Al Khulafa’ Ar Rasyidin dan mereka yang dimaksud di sini adalah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radliyallahu ‘anhum, kata Ibnu Daqiqil `Ied. Para khalifah ini disifatkan dengan (Ar Rasyidin) karena mereka mengetahui, mengenali kebenaran dan memutuskan dengannya. Mereka adalah (Al Mahdiyyin) karena Allah telah memberi petunjuk mereka kepada kebenaran dan tidak menyesatkan mereka dari kebenaran tersebut. (Syarhul Arba’in, hal. 75, Jami`ul ‘Ulum, 1/127)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menggandengkan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin dengan Sunnah beliau karena para khalifah ini tatkala menetapkan sunnah bisa jadi mengikuti Sunnah Nabi itu sendiri, dan bisa pula mereka mengikuti apa yang mereka pahami dari Sunnah Nabi secara global dan rinci, yang mana perkara tersebut tersembunyi bagi yang lainnya. (Al I’tisham, 1/118)
Al Imam Asy Syaukani dalam Al Fathur Rabbani mengatakan: “Sunnah adalah jalan yang ditempuh, sehingga seakan-akan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: ‘Tempuhlah jalanku dan jalannya Al Khulafa’ Ar Rasyidin’. Jalannya Al Khulafa’ Ar Rasyidin di sini sama dengan jalannya Rasulullah karena mereka merupakan orang yang paling bersemangat dalam berpegang dengan Sunnah beliau dan mengamalkannya dalam segala perkara. Bagaimana pun keadaannya, mereka sangatlah berhati-hati dan menjaga diri agar tidak sampai jatuh ke dalam perkara yang menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sekalipun dalam perkara yang terbilang kecil, terlebih lagi dalam perkara yang besar.”
Beliau kemudian melanjutkan: “Minimal dari faidah hadits ini adalah ra`yu (pendapat) yang bersumber dari mereka adalah lebih utama dari pendapat orang selain mereka, sekalipun ternyata setelah ditinjau kembali hal itu merupakan Sunnah Rasulullah, dan juga lebih baik daripada tidak ada dalil.” (Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi, 7/367)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar