Minggu, 29 Januari 2012

Muhasabah dalam membaca Al-Qur’an

Muhasabah dalam membaca Al-Qur’an

Diantara adab secara batin tatkala membaca Al-Qur’an ialah apa yang disebut Al-Imam Al-Ghazaly dengan istilah takhshish (pengkhususan). Artinya, membuat ketetapan di dalam hati bahwa dialah yang dimaksudkan dari setiap seruan di dalam Al-Qur’an, sehingga dia beralih dari hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat khusus. Jjika dia m embaca atau mendengar suatu perintah atau larangan di dalam Al-Qur’an, maka dia menganggap bahwa dialah yang sedang diperintah dan dilarang yang pertama kalinya. Begitu pula ketika dia membaca atau mendengar janji dengan suatu pahala, ancaman dengan suatu siksaan, maka dia menganggap bahwa dirinya dimaksud dengan kabar gembira atau dialah yang diperingatkan dengan suatu siksaan. Jika dia mendengar atau membaca suatu kisah orang-orang terdahulu dan para nabi beserta kaumnya, maka tidak mungkin dia melibatkan diri dalam kisah itu, tapi dari harus mengambil pelajaran dari kisah itu dan mengambil apa yang bisa diambilnya atau dibutuhkannya, sebagaimana firman-Nya, “ Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Yusuf : 111)
“Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu;” (Hud : 120)
Hendaklah seorang hamba yakin bahwa Allah meneguhkan hatinya tentang kisah para nabi, bagaimana kesabaran mereka dalam menghadapi berbagai macam gangguan, bagaimana ketegaran mereka dalam menegakkan agama sambil menunggu pertolongan dari Allah. Bagaiamna mungkin dia tidak menyakini hal ini, padahal Al-Qur’an diturunkan secara khusus kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang menjadi obat penawar, petunjuk, rahmat dan cahaya bagi semesta alam. Karena itulah Allah memerintahkan agar semua orang bersyukur atas nikmat Kitab ini. Firman-Nya.
“Dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu Yaitu Al kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”(Al-Baqarah : 231)
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka Apakah kamu tiada memahaminya?”(Al-Anbiyaa’ : 10)
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,” (An-Nahl : 44)
“Yang demikian adalah karena Sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang bathil dan Sesungguhnya orang-orang mukmin mengikuti yang haq dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka.” (Muhammad : 3)
“Dan ikutilah Sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya”, (Az-Zumar : 55)
“(Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa”.(Ali Imran : 138)
Masih banyak ayat-ayat lain yang senada. Jika seruan di sini ditujukan kepada semua manusia, berarti ia juga ditujukan kepada individu-individu. Seorang qari’ termasuk orang yang dimaksudkan dalam seruan Allah, sama dengan seruan terhadap semua manusia. Maka hendaklah dia beranggapan bahwa dialah yang dituju dan yang dimaksud. Firman Allah,
Menurut Muhammad bin Ka’b Al-Qurththuby, siapa yang Al-Qur’an sampai kepadanya, seakan-akan Allah berbicara kepadanya.
“Dan Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku, supaya dengannnya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya),” (Al-An’am :19).
Jika seorang hamba mempunyai anggapan seperti itu, maka dia tidak perlu mempelajari Al-Qur’an yang menghabiskan amalnya, tapi dia membacanya seperti seorang budak yang membaca surat tuanya yang sengaja ditulis untuk dirinya, agar dia berbuat seperti apa yang tertera dalam surat itu.
Karena itu sebagian ulama berkata, “Al-Qur’an ini merupakan surat-surat yang datang kepada kita dari sisi Rabb kita, agar kita membacanya di waktu shalat, memperhatikannya di kala sendirian, melaksanakannya dalam ketaat dan sesuai dengan As-Sunnah yang harus diikuti.”
Malik bin Dinar berkata, “Apa yang telah ditanamkan Al-Qur’an ….. dalam hati kalian hai orang-orang yang membaca Al-Qur’an? Al-Qur’an adalah musim semi bagi orang Mukmin  sebagaimana hujan yang  merupakan berseminya tanaman di bumi.”
Qatadah berkata, “Tidaklah seseorang duduk di sisi Al-Qur’an ini melainkan dia bangkit dengan membawa tambahan atau pengurangan. Allah berfirman,
“Dan kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian.” (Al-Isra’ : 82)
Memasukkan Pengaruh
Di antara adab yang bersifat batin kala membaca Al-Qur’an, seperti yang dikatakan Al-Imam Al-Ghazaly ialah ta’atsur. Artinya membuat hatinya terpengaruh dengan berbagai macam pengaruh, tergantung dari jenis ayat, yang berarti juga bergantung kepada pemahaman keadaan dan kesungguhan sifat di dalam hati, seperti rasa sedih, takut, berharap dan lain-lainnya. Jika ma’rifatnya sempurna, maka ketakutan akan lebih merasuki hatinya. Sebab pengaruh tekanan lebih banyak dihasilkan ayat-ayat Al-Qur’an. Tidak ada penyembutan ampunan dan rahmat melainkan disertai dengan beberapa syarat, sehingga orang yang tahu pun memiliki keterbatasan  untuk mendapatkannya. Contohnya adalah firman Allah,
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun.” (Thaha : 82)
Yang kemudian disusuli dengan empat macam syarat, “Bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih, kemudian tetap di jalan yang benar.” (Thaha : 82).
Begitu pula Firman Allah,
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang  beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihat supaya menetapi kesabaran.” (Al-Ashar : 1-3)
Di surat ini disebutkan empat syarat. Tapi di samping itu Al-Qur’an juga menyebutkan satu syarat yang bersifat menyeluruh,
“Sesungguhnya rahmat Allah itu amat dekat dengan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Al-A’raf : 56).
Berbuat baik meliputi segala hal.  Begitulah yang bisa didapatkan orang yang membuka lembaran-lembaran Al-Qur’an dari awal hingga akhirnya.
Wahib bin Al-Warad berkata, “Di dalam nasihat-nasihat yang disampaikan ini kami tidak mendapatkan sesuatu yang lebih halus bagi hati dan tidak mendatangkan  kesedihan daripada membaca Al-Qur’an, memahami dan mencermatinya.”
Pengaruh yang dirasakan hamba ketika membaca harus sejalan dengan sifat ayat yang dibaca. Ketika membaca ayat ancaman dan pembatasan ampunan dengan beberapa syarat yang rasanya berat untuk dilaksanakan, maka diaharus merasa seakan-akan hampir mati. Ketika membaca ayat yang mengandung kelapangan  dan janji ampunan yang akan diterimanya, maka seakan-akan dia bisa terbang karena gembira. Ketika disebutkan nama Allah, sifat-sifat dan asma’-Nya, maka dia harus merunduk dan menekur karena pengagungan kepada-Nya dan measakan keagungan-Nya. Ketika membaca ayat-ayat tentang orang-orang kafir, maka dia mearsakan anggota tubuhnya gemetar karena takut kepada Allah.  Maka ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam meminta Ibnu Mas’ud membaca Al-Qur’an bagi beliau, dan Ibnu Mas’ud sampai kepada ayat, “Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu?” (An-Nisa : 41), maka kedua mata beliau berlinang air mata, karena membayangkan kesaksian pada hari itu, sehinga hal i ni menguasai seluruh hatinya.
Diantara orang-orang yang benar-benar takut ada yang pingsan ketika mendengar ayat yang berisa peringatan dan ancaman. Bahkan di antara mereka ada yang meninggal saat itu pula. Keadaan yang seperti ini sudah keluar dari pembicaraan kita kali ini dan terlalu sulit untuk dikisahkan.
Jika seseorang membaca ayat, “Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”, tapi keadaannya b ukan layaknya orang yang tawakal dan kembali kepada Allah, maka orang semacam inilah yang perlu dibicarakan.
Jika dia membaca ayat, “Dan  kami sungguh-sungguh  akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kalian lakukan kepada kami,” maka hendaklah keadaannya sebagaimana keadaan oarng yang sabar dan teguh hati, agar dia merasakan kenikmatan membaca. Jika dia tidak memiliki sifat-sifat ini dan hatinya tidak tergetar, maka apa yang dilakukannya saat membaca hanya sekedar gerakan lidah, yang bisa jadi dia akan mendapat laknat dan kemurkaan Allah, seperti yang disebutkan dalam ayat-ayat berikut,
“Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zhalim”(Hud :18)
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tiada kalian kerjakan.”(Ash-Shaff :3)
“Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi.”(An-Najm: 29).
“Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka adalah orang-orang yang zhalim.” (Al-Hujarat :11)
Masih banyak ayat lain yang senada, yang semuanya masuk dalam makna firman Allah,
“Dan di antara mereka ada yang buta hruuf, tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga,” (Al-Baqarah : 78).
Artinya, mereka hanya sekedar membaca. Titik. Maka firman Allah, bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling darinya.”(Yusuf : 105).
Al-Qur’anlah yang menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Allah di langit dan di bumi. Jika ayat-ayat Al-Qur’an itu dibaca sepintas  lalu saja tanpa merasakan pengaruhnya, maka dia sama dengan orang yang berpaling darinya. Karena itu ada yang berkata, “Siapa yang tidak berperilaku sesuai dengan akhlak Al-Qur’an, maka Allah akan berseru kepadanya, ‘Mengapa kamu berpaling dari-Ku padahal kamu sudah membaca kalam-Ku? Tinggalkan kalam-Ku jika kamu tidak bertaubah’.”
Perumpamaan orang durhaka saat membaca Al-Qur’an dan dia mengulang-ulangnya ialah seperti orang yang membaca surat raja secara berulang-ulang setiap hari, yang isinya perintah untuk memajukan negara, sementara dia hanya sibuk membaca surat dan mempelajari surat itu. Sekiranya saja dia tidak sibuk hanya dengan perbuatannya itu, tentu dia tidakakan ditegur dan dimurkai raja. Karena itu Yusuf bin Asbath berkata, “Aku benar-benar ingin membaca Al-Qur’an. Jika aku mengingat apa yang terkandung di dalamnya, maka aku takut datangnya murkaan. Karena itu aku ganti bertasbih dan memohon ampunan.”
Tentang orang yang tidak mengamalkan isi Al-Qur’an ini telah terkandung dalam makna firman Allah,
“Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatllah buruk tukaran yang mereka terima.”(Ali Imran : 187).
Karena itulah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Bacalah Al-Qur’an selagi hati kalian menyatu dengannya, dan jika kalian berseberangan dengannya, maka tinggalkanlah.” (Muttafaq Alaihi).
Allah berfirman.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebutkan nama Allah, gemetarlah hati mereka, dana apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabb mereka bertawakal.” (Al-Anfal : 2),
Al-Qur’an dimaksudkan untuk mendatangkan keadaan hati seperti ini dan untuk membuatnya aktif. Jika tidak, maka beban menggerakkan lidah dengan huruf-hurufnya menjadi terasa ringan. Karena itu sebagian qari’ berkata, “Aku membaca Al-Qur’an di hadapan seorang guruku. Kemudian aku mengulang sekali lagi, dan guruku itu pun menghardik dengan berkata, ‘Kamu menimbulkan pengaruh terhadap diriku. Pergilah dan bacalah di hadapan Allah, lalu lihatlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu dan apayang dilarang-Nya darimu’.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar