Jumat, 11 Maret 2011

Sholat Tahajud dan Ketenangan Batin

Allah SWT berfirman, ''Dan pada sebagian malam hari bershalat Tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.'' (Al-Israa': 79). Firman Allah ini merupakan salah satu dasar disyariatkannya shalat Tahajud. Dengan begitu, shalat Tahajud sangat dianjurkan dalam Islam. Bahkan, shalat Tahajud menduduki posisi kedua setelah shalat wajib. Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, ''Shalat yang manakah yang paling utama setelah shalat wajib?'' Rasulullah SAW menjawab, ''Shalat Tahajud!'' (HR Muslim).

Tahajud sendiri artinya bangun dari tidur. Dengan demikian, shalat Tahajud adalah shalat yang dikerjakan di malam hari dan dilaksanakan setelah tidur terlebih dahulu, walaupun tidurnya hanya sebentar. Shalat Tahajud yang dilakukan di tengah malam, di mana kebanyakan manusia terlelap dalam tidurnya dan berbagai aktivitas hidup berhenti, serta suasana begitu hening, sunyi, dan tenang, sangat menunjang konsentrasi seseorang yang akan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Di samping kondisi eksternal ini, juga terdapat kondisi internal, yaitu sebuah ketenangan yang dirasakan oleh psikis atau batin manusia yang melakukan shalat Tahajud.

Ketenangan dan ketenteraman yang diperoleh oleh seseorang yang melakukan shalat Tahajud memiliki nilai spiritual yang sangat tinggi. Sebab, dalam shalat Tahajud terdapat dimensi dzikrullah (mengingat Allah). Ini sebagaimana firman Allah SWT, ''(yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram.'' (Ar-Ra'd: 28). Sehingga, dalam hal ini terdapat rumusan hukum imbasan atau sebab akibat (kausalitas). Yakni, bila kita ingin mendapatkan rasa tenang dan tenteram, maka berdekat-dekatlah kepada Dia Yang Mahatenang dan Mahatenteram, agar sifat-sifat itu mengimbas kepada kita.

Dengan demikian, shalat Tahajud yang dikerjakan dengan ikhlas akan mampu mengurangi beban kejiwaan yang sedang menyelimuti seseorang. Allah SWT berfirman, ''Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari.'' (Al-Muzammil: 1-2). Kata berselimut dalam ayat di atas secara kontekstual dapat diartikan dengan orang yang sedang dirundung masalah: Kegelisahan, kecemasan, kekhawatiran, atau ketakutan karena menghadapi berbagai kemungkinan yang menimpanya. Sebab, ayat tadi turun setelah Rasulullah SAW mulai mendapatkan olok-olok dan ancaman dari kaum Quraisy.

Shalat Tahajud merupakan kebutuhan dalam menghadapi problem kehidupan. Rasulullah SAW bersabda, ''Kalian harus mengerjakan shalat malam, sebab itu kebiasaan orang-orang saleh sebelummu, jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, penebus dosa dan kejelekan, serta penangkal penyakit dari badan.'' (HR Tirmidzi). Wallahu a'lam bish-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar