Rabu, 20 Februari 2013

Berlindungnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari Lima Perkara


Berlindungnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari Lima Perkara

Berlindungnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari Lima Perkara Saudariku muslimah yang dimuliakan Allah..
Sesungguhnya Rasul kita yang mulia Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam adalah merupakan uswah, teladan kita dalam kehidupan kita.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِير

Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suatu tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan keselamatan dihari kiamat dan banyak mengingat Allah.” (Qs. Al-Ahzab : 21)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada umatnya perkara-perkara yang diperintahkan oleh Allah dan mempraktekkannya agar umatnya dapat mengamalkannya. Diantaranya adalah do’a setelah tasyahud akhir sebelum salam. Do’a itu senantiasa Rasulullah ajarkan kepada umatnya agar senantiasa dibaca setiap sebelum salam. Begitu pentingnya hal ini sehingga disunnahkan setiap kali shalat untuk berdo’a memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara, yaitu :

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَمِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ  ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ

Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari siksaan kubur, siksa neraka Jahanam, fitnah kehidupan dan setelah mati, serta dari kejahatan fitnah Almasih Dajjal.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam riwayat yang lain,

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ . اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ

Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari siksa kubur. Aku berlindung kepadaMu dari fitnah Almasih Dajjal. Aku berlindung kepadaMu dari fitnah kehidupan dan sesudah mati. Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari perbuatan dosa dan hutang.” (HR. Bukhari-Muslim)
Saudariku muslimah ..
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan kepada umat beliau untuk memohon perlindung dari empat perkara ini disetiap kali kita sholat dan diulang-ulang setiap harinya. Hal ini menunjukkan betapa penting dan agungnya do’a ini.
Yang pertama, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berlindung dari azab Jahannam.

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ

Jahannam, ia adalah merupakan tempat kembali seburuk-buruknya tempat kembali. Neraka Jahannam yang disebutkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memiliki panas 70 kali lipat dari api dunia. Hal itu telah digambarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “(Panasnya) api yang kalian (Bani Adam) nyalakan di dunia ini merupakan sebagian dari tujuh puluh bagian panasnya api neraka Jahannam.” Para sahabat bertanya, “Demi Allah, api dunia itu sudah cukup wahai Rasulullah!” Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “sesungguhnya panasnya api neraka melebihi panas api dunia sebanyak enam puluh kali lipat.” (HR. Muslim no. 2843)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kemudian menyebutkan betapa seramnya azab neraka. Penduduknya dijadikan berbadan sebesar-besarnya sampai-sampai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwasanya gigi penduduk neraka sebesar Gunung Uhud. Yang demikian itu agar penduduk neraka lebih merasakan azab.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Jarak antara kedua pundak orang kafir (di neraka) seperti jarak orang yang menaiki kendaraan dengan cepat selama tiga hari.‘ (HR. Bukhori : 5661, Muslim : 2582).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “(Besar) gigi geraham orang kafir atau gigi taringnya (di neraka) seperti gunung uhud, dan tebal kulitnya sejarak perjalanan tiga hari.” (HR. Muslim : 2851).
Kulit mereka yang begitu tebal dibakar dengan api yang menyala-nyala hingga kulit itupun hangus. Dan apabila kulit itu hangus lalu Allah akan menggantinya dengan kulit yang lain.
Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَاراً كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُوداً غَيْرَهَا لِيَذُوقُواْ الْعَذَابَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَزِيزاً حَكِيماً

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan kedalam neraka. Setiap kulit tubuh mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan adzab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An-Nisa : 56)
Saudariku Muslimah.. Maka dari itu, sudah selayaknya kita berlindung kepada Allah dari  keburukan azab neraka jahanam.
Yang kedua, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berlindung dari azab kubur.

وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Azab kubur merupakan kehidupan akhirat yang pertama kali. Azab kubur adalah penentuan bagi seorang hamba. Jika ia selamat di dalam kuburnya, maka ia akan lebih selamat lagi di hari akhirat kelak. Dan sebaliknya, apabila ia tidak selamat didalam kuburnya, lebih-lebih dia tidak akan selamat di dalam kehidupan akhirat kelak.
Pada saat Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu melihat kuburan ketika berziarah, beliaupun menangis. Lalu ditanya oleh sahabatnya,”Wahai Utsman, dituturkan surga neraka engkau tidak menangis, sekarang melihat kuburan engkau menangis!” Utsman menjawab, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata,
Kuburan adalah rintangan pertama kali akhirat, siapa yang sekarang berhasil di situ setelahnya lebih mudah, siapa yang celaka di situ, maka setelahnya akan lebih susah. Tidaklah aku melihat suatu pandangan yang lebih mengerikan dibandingkan kuburan” (HR. Ahmad-Tirmidzi)
Maka sudah sepatutnya kita berlindung dari adzab kubur. Dan sudah sepatutnya pula kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sambil kita menjauhi perkara-perkara yang dapat menyebabkan kita diazab didalam kubur. Tahukah engkau wahai saudariku, apa yang meyebabkan seorang hamba diazab didalam kuburnya? Ada dua sebab, sebab yang umum dan sebab yang khusus. Diantara sebab yang umum wahai saudariku, adalah setiap kemaksiatan kepada Allah. Itulah penyebab seorang hamba di azab di dalam kubur. Adapun sebab yang khusus wahai saudariku, maka yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syariat. Disebutkan didalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Jibril dan Mikail ‘alaihissalam sebagaimana disebutkan dalam hadits yang panjang,

فَأَخْبِرَانِي عَمَّا رَأَيْتُ. قَالَا: نَعَمْ، أَمَّا الَّذِي رَأَيْتَهُ يُشَقُّ شِدْقُهُ فَكَذَّابٌ يُحَدِّثُ بِالْكَذْبَةِ فَتُحْمَلُ عَنْهُ حَتَّى تَبْلُغَ الْآفَاقَ فَيُصْنَعُ بِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَالَّذِي رَأَيْتَهُ يُشْدَخُ رَأْسُهُ فَرَجُلٌ عَلَّمَهُ اللهُ الْقُرْآنَ فَنَامَ عَنْهُ بِاللَّيْلِ وَلَمْ يَعْمَلْ فِيهِ بِالنَّهَارِ يُفْعَلُ بِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَالَّذِي رَأَيْتَهُ فِي الثَّقْبِ فَهُمُ الزُّنَاةُ، وَالَّذِي رَأَيْتَهُ فِي النَّهْرِ آكِلُوا الرِّبَا

Beritahukanlah kepadaku tentang apa yang aku lihat.” Keduanya menjawab,”Ya. Adapun orang yang engkau lihat dirobek mulutnya, dia adalah pendusta. Dia berbicara dengan kedustaan lalu kedustaan itu dinukil darinya sampai tersebar luas. Maka dia disiksa dengan siksaan tersebut hingga hari kiamat. Adapun orang yang engkau lihat dipecah kepalanya, dia adalah orang yang telah Allah ajari Al-Qur’an, namun dia tidur malam (dan tidak bangun untuk shalat malam). Pada siang hari pun dia tidak mengamalkannya. Maka dia disiksa dengan siksaan itu hingga hari kiamat. Adapun yang engkau lihat orang yang disiksa dalam tungku, mereka adalah pezina. Adapun orang yang engkau lihat di sungai darah, dia adalah orang yang makan harta dari hasil riba.” (HR. Al-Bukhari no. 1386 dari Jundub bin Samurah radhiyallahu ‘anhu)
Itulah sebagian adzab kubur yang diperlihatkan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Maka dari itu wahai saudariku, mohonlah perlindungan kepada Allah dari siksa kubur, karena ia merupakan siksa pedih sebelum kita melanjutkan perjalanan menuju akhirat.
Yang ketiga, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berlindung dari fitnah kehidupan dan sesudah kematian.

وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

Aku berlindung kepadaMu dari fitnah kehidupan dan sesudah mati
Fitnah hidup berupa syubhat dan syahwat. Seorang hamba diuji oleh Allah dengan syubhat(kesesatan pemahaman) dan syahwatnya. Ujian berupa fitnah syubhat merupakan seberat beratnya ujian bagi seorang hamba karena hal itu bisa merusak agamanya. Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam saja berlindung dari fitnah-fitnah tersebut duhai saudariku. Beliau berlindung kepada Allah agar tidak dijadikan musibah dalam agamanya. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam pun berdo’a,

وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَا

(Wahai Allah) ,dan janganlah engkau jadikan musibah menimpa agama kami.” (HR. at-Tirmidzi)
Karena sessungguhnya ini adalah seburuk-buruk musibah. Seorang hamba yang berbuat maksiat, merupakan musibah dalam agamanya. Seorang hamba yang berbuat bid’ah, merupakan musibah dalam agamanya. Seorang hamba yang melanggar larangan-larangan Allah, ia pun merupakan musibah di dalam agamanya. Musibah yang menimpa seorang hamba dalam perkara dunia itu lebih ringan wahai saudariku. Seseorang diberi kefakiran, seseorang diberikan penyakit, seseorang diberikan kelaparan, barangkali itu tidak merubah agamanya. Akan tetapi, ketika seseorang diberi ujian syubhat dan syahwat lalu ia ikuti hal tersebut, ketahuilah hal ini bisa menghancurkan agamanya. Itulah musibah yang paling besar. Wal iyyadzubillah.
<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>
-Bersambung Insyaallah-
Penulis: Ummu Izzah Yuhilda
Murojaah: Ust. Aris Munandar hafidzahullah
<><><><><><<><><><<><><><><><>
Artikel muslimah.or.id

Mari Menggali Warisan Nabi


Mari Menggali Warisan Nabi

Mari Menggali Warisan Nabi (Bag. 1) Saudaraku…
Seringkali kali kita menjumpai orang-orang di sekitar kita memperebutkan harta warisan orang tua mereka, bahkan terkadang antara dua orang yang bersaudara sampai bermusuhan hanya karena memperebutkan harta warisan. Namun, pernahkah engkau menjumpai mereka memperebutkan warisan para nabi? Sungguh seandainya mereka tahu, sesunggunya warisan para nabi jauh lebih bermanfaat bagi mereka daripada warisan berupa harta dunia yang seringkali mereka perebutkan.
Apa itu warisan Nabi?
Saudariku.. taukah engkau apa yang dimaksud dengan warisan Nabi?
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, sesungguhnya mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang telah mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Begitulah warisan para nabi wahai saudariku. Warisan mereka bukanlah harta dunia yang seringkali banyak diperebutkan orang, akan tetapi warisan mereka adalah ilmu. Dan yang perlu diketahui bahwa ilmu yang diwariskan para nabi hanyalah ilmu tentang syari’at Allah ‘Azza wa Jalla, dan bukan yang lainnya. Ilmu yang diturunkan Allah kepada RasulNya berupa keterangan dan petunjuk. Ilmu yang di dalamnya terkandung pujian dan sanjungan bagi para pemiliknya.
Ada sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Ath-Thabraani dalam Al Ausath dengan sanad hasan dari Abu Hurairah, bahwasanya suatu ketika Abu Hurairah melewati pasar di kota Madinah, lalu beliau berhenti di sana. Beliau berkata, “Wahai orang-orang yang di pasar, alangkah ruginya kalian!”. Mereka menjawab: “Ada apa wahai Abu Hurairah?!”. Dia berkata: “Di sana ada warisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang dibagikan, kenapa kalian masih di sini? Kenapa kalian tidak pergi ke sana mengambil bagian kalian?”. Mereka menjawab: “Di mana itu?!” Dia berkata: “Di Masjid.”Lalu orang-orang tadi bergegas menuju ke masjid, sedangkan Abu Hurairah masih tetap menunggu di pasar hingga orang-orang tadi kembali. Ketika mereka kembali ke pasar Abu Hurairah bertanya kepada mereka: “Kenapa kalian kembali?” Mereka manjawab: “Wahai Abu Hurairah! Sungguh kami telah pergi ke masjid dan kami tidak melihat apapun dibagikan di sana!” kemudian Abu Hurairah bertanya kepada mereka: “Bukankah kalian melihat ada orang di sana?” Mereka menjawab: “Tentu saja, kami melihat ada sekelompok orang yang sedang sholat, sekelompok yang lain sedang membaca Al Qur’an, dan sekelompok yang lain lagi sedang menyebutkan tentang perkara halal dan haram!” Maka Abu Hurairah berkata kepada mereka: “Sesungguhnya itulah warisan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Inilah yang dimaksud oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan warisan para nabi, sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham akan tetapi sesungguhnya mereka mewariskan ilmu. Maka setiap kali seorang hamba mengambil bagian ilmu yang banyak maka dia telah mengambil bagian warisan kenabian dengan bagian yang banyak. (Tsamaratul ‘Ilmi Al ‘Amalu)
Keutamaan ilmu syar’i (Ilmu Agama)
Jika harus menyebutkan keutamaan ilmu syar’i dan pemiliknya, maka sungguh kita akan menemukan begitu banyak ayat dan hadits yang menyebutkan tentang keutamaannya. Di antara keutamaan-keutamaan ilmu syar’i antara lain adalah:
  • Ilmu adalah warisan para nabi
Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang telah disebutkan di atas, bahwa para nabi ‘alaihimush-sholaatu wassalam tidak mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Saudariku… sekarang kita berada pada abad ke 15 hijriyyah, jika engkau adalah seorang ahli ilmu berarti engkau telah menerima warisan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan hal ini adalah sebuah keutamaan yang paling besar. Maka, tidakkah engkau menginginkannya wahai saudariku yang semoga dirahmati Allah…
  • Ilmu itu abadi, sedangkan harta adalah fana (akan sirna)
Contohnya adalah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia termasuk sahabat yang faqir sehingga ia pernah terjatuh pingsan karena menahan lapar. Akan tetapi lihatlah wahai Saudariku, bukankah Engkau melihat nama beliau banyak disebut-sebut hingga sekarang? Semua itu bukanlah disebabkan karena kekayaan beliau, akan tetapi semua itu karena ilmu beliau. Lihatlah wahai Saudariku, betapa ilmu itu akan kekal dan harta itu akan habis.
  • Ilmu adalah jalan menuju surga
Sebagaimana ditunjukkan oleh hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

ومَنْ سَلَكَ طَريقاً يَلتَمِسُ فِيه عِلماً ، سَهَّلَ الله لَهُ بِهِ طَريقاً إلى الجَنَّةِ

“Barangsiapa meniti jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
  • Ilmu tidak akan membuat lelah pemiliknya dalam menjaganya, karena tempat ilmu adalah di dalam hati, sehingga hal itu tidak membutuhkan kotak khusus ataupun kunci khusus untuk menjaganya.
  • Kebaikan seseorang dinilai dari pemahamannya terhadap agamanya
Hal ini disebutkan dalam sebuah hadits dari Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu , ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ

“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan membuatnya faham tentang agamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
  • Ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan hidup seorang hamba
Karena dengan ilmu, seorang hamba akan mengetahui bagaimana seharusnya beribadah kepada Rabb-nya dan bagaimana cara bergaul dengan sesama hamba-Nya.
Saudariku… sungguh begitu banyak keutamaan ilmu, tidakkah Engkau ingin meraih keutamaan dan kemuliaannya? Jika iya, maka bersegeralah!
Hukum mempelajari ilmu syar’i
Allah Ta’ala berfirman

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ

Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan untuk dosa-dosamu.” (QS. Muhammad: 19)
Allah Ta’ala juga berfirman (artinya),

فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“Sepatutnya ada sekelompok orang dari masing-masing golongan untuk memperdalampengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila dia telah kembali kepada mereka, supaya mereka dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah: 122)
Dua ayat di atas menunjukkan bahwasanya Allah Ta’ala mewajibkan kepada hamba-hambaNya untuk mengilmui agama mereka. Dan tidak diragukan lagi bahwa kemuliaan agama akan tetap ada selagi masih tersisa ilmu dan para ulama. Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda

إِنَّ اللهَ لاَيَقْبِضُ الْعِلْمَ اِنْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اِتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوْا وَ أَضَلُّوْا

“Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu (dalam riwayat lain: tidaklah menggenggam ilmu) dengan cara mencabutnya dari dada-dada para ulama, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mematikan para ulama hingga tidak tersisa satupun orang yang berilmu. Sehingga manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh, kemudian mereka bertanya kepadanya dan diapun memberikan fatwa tanpa ilmu, maka mereka (para pemimpin) itu sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari). Sungguh agama Islam ini tidaklah terjaga kecuali karena pertolongan, rahmat dan nikmat dari Allah Ta’ala dan dengan sebab kesungguhan para sahabat dalam menjaga ilmu yang telah diwariskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada mereka.(Dhoruurah At-Tafaqquh fid-diin)
Para ulama membagi hukum mempelajari ilmu syar’i menjadi dua yaitu fardhu kifayah dan fardhu ‘ain. Fardhu kifayah yaitu apabila ada orang yang sudah mempelajarinya maka hukumnya menjadi sunnah bagi yang lainnya. Sedangkan fardhu ‘ain yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap orang islam. Batasan suatu ilmu dihukumi fardhu ‘ain yaitu ilmu yang dapat menyebabkan akidah seseorang tidak sah kecuali jika dia memahami ilmu tersebut. Seperti ilmu tentang makna syahadat, ilmu tentang hakikat Tauhid, ilmu tentang hakikat iman. Selain itu termasuk juga ilmu yang mencakup tentang ibadah-ibadah wajib yang akan dia jalankan atau mu’amalah yang akan dia kerjakan, maka dalam keadaan ini dia wajib mengetahui bagaimana cara melakukan ibadah tersebut dan juga bagaimana dia melaksanakan mu’amalah tersebut. Seperti seseorang yang akan mengerjakan sholat, maka dia wajib mempelajari tentang tata cara sholat yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apa saja yang membuat sholatnya dapat diterima, apa saja yang membatalkan sholat dan lain-lain. Atau contoh lain dalam perkara mu’amalah adalah jika dia ingin menjadi seorang pedagang, maka dia wajib mengetahui batasan-batasan syari’at dalam perkara dagang, sehingga dia tidak terjatuh dalam praktek-praktek perdagangan yang diharamkan oleh agama seperti jual beli yang mengandung riba.
Adapun ilmu yang lainnya (yang tidak akan dikerjakan pada saat itu), maka mempelajari ilmu tersebut tetap dihukumi fardhu kifayah. Dan sudah sepantasnya setiap pencari ilmu menyadari bahwa dirinya sedang melaksanakan amalan yang hukumnya fardhu kifayah ketika mencari ilmu agar dia memperoleh pahala mengerjakan amalan fardhu seraya memperoleh ilmu.
Oleh karena itu wahai saudariku… bersemangatlah dalam mencari ilmu agama yang mulia ini, karena sungguh di sana ada begitu banyak keutamaan dan kemuliaan…
Wallahu Ta’ala A’lam bish Showwab
***
Artikel bulletin zuhairah
Penulis: Ummu Zaid Wakhidatul Latifah
Murajaah: Ustadz Adika Minaoki
Sumber : Muslimah.or.id